Mohon tunggu...
Reipuri Alayubi
Reipuri Alayubi Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Community Tolerance Indonesia

BERBUAT BAIKLAH WALAU HANYA SEBUAH KATA-KATA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suara Dalam Sunyi

24 Januari 2025   02:00 Diperbarui: 24 Januari 2025   02:06 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Nyala Perlawanan

Kami adalah akar yang kau abaikan,
Di bawah rindang yang kau banggakan.
Ketua, tidakkah kau melihat?
Kami retak, kami pecah, tapi kami belum tamat.

Kau sibuk memuja eksternal yang megah,
Melupakan rumah, tempat kau berjanji gagah.
Dimana tanggung jawabmu, suara itu?
Yang kau ikrarkan lantang, kini hilang pilu.

Kami bukan sekadar barisan tanpa makna,
Kami denyut, nadi yang membuatmu ada.
Tapi kau, pemimpin yang lupa jalan,
Meninggalkan keluarga demi pujian awan.

Bangkitlah, wahai saudara sekawan,
Ketidakadilan ini tak boleh bertahan.
Kita lawan dengan hati, dengan aksi nyata,
Menggugat diam, memecah dusta.

Ketua, kami bukan boneka yang kau tinggalkan,
Kami pergerakan, kobar yang kau padamkan.
Jika kau tetap berkhianat pada janji suci,
Kami adalah badai yang akan mengganti.

Keadilan tak lahir dari kebohongan,
Bukan dari kursi yang kau gunakan sembunyi bayangan.
Ini seruan, ini gerakan,
Menuntut kebenaran, melawan kepalsuan.

Mari, saudara, rapatkan barisan,
Demi pergerakan yang kembali ke jalan.
Kita tunjukkan dunia, ketulusan tak bisa dibeli,
Dan pemimpin sejati adalah ia yang peduli.

Langkah kita bukan sekadar amarah,
Ini suara akar yang tak lagi pasrah.
Ketua yang lupa pada pondasinya,
Akan runtuh di tengah badai suara. 

"Dalam Diam yang Tak Lagi Reda"

Di bawah langit komisariat, suara tercekik

Dimana keadilan hanya menjadi bisik

Eksternal dipuja, internal terluka

Gerak langkah jadi retak, harapan tersiksa

Namun api tak pernah padam di akar rumput

Kami bangkit melawan, menembus sekat yang surut

Jangan remehkan suara kecil yang berdetak

Sebab dari mereka, revolusi kan bangkit dan menyeruak

Ketua yang lupa tanah tempatnya berpijak

Akan kami ingatkan dengan langkah yang bijak

Bukan dengan tangan, tapi dengan suara yang berani

Kami datang bukan untuk tunduk, tapi meraih kembali janji

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun