Mohon tunggu...
reign
reign Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Undergraduate biomedical engineering student at Airlangga University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Calon Wakil Rakyat Kita Koruptor

29 November 2024   23:54 Diperbarui: 29 November 2024   23:54 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

27 November 2024, seluruh wilayah Indonesia merayakan pesta demokrasi kedua untuk panggung PILKADA. Setiap pelosok daerah sedang disibukkan dengan kegiatan pemilihan wakil rakyat untuk menopang kehidupan rakyat selama 5 tahun kedepan. Cuap-cuap riuh beredar dari sabang sampai Merauke menantikan pesta demokrasi pergantian jabatan ini.

Sayang seribu sayang, Indonesia yang kita kira bersih nan indah ini harusk menelan pahit saat melihat para peserta pilkada dan caleg yang ditawarkan dari setiap partai. Berdasarkan hasil penelusuran ICW (Indonesia Corruption Watch) mengungkap sekitar 138 kandidat pilkada terjaring kasus korupsi dan 56 caleg tercatat sebagai mantan napi korupsi.

Mungkin partai yang berafiliasi sudah lupa apa definisi korupsi di negara ini. Korupsi dengan frasa umumnya pemakan uang rakyat ada tindakan penyalahgunaan kekuasaan untuk menggunakan uang negara sebagai  keuntunngan pribadi. Perlu kita ingatkan bahwa uang-uang tersebut adalah uang yang seharusnya dapat menyejahterakan rakyat untuk menyambung hidup di masa depan.

Melihat banyaknya orang-orang yang terjaring kasus koruptor dapat lolos sebagai caleg dan peserta pilkada, sepertinya mudah bagi partai-partai yang ada di Indonesia untuk asal memilih pion mereka sebagai santapan rakyat. Entah untuk ajang membodohi rakyat atau memang orang-orang dibalik bendera partai ini tidak tahu latar belakang pion mereka sendiri, hal-hal seperti inilah yang perlu kita pertanyakan.

Pesta demokrasi tak seharusnya menjadi ajang ambil alih setir dari yang satu ke yang lain saja. Jangan sampai justru hadirnya pesta demokrasi dimanfaatkan dengan sewenang-wenang oleh orang yang sedang mencari kesempatan. Mencari kesempatan untuk mengambil lebih banyak uang rakyat atau untuk melayani rakyat di atas bangku jabatannya?

Semenjak carut marut yang terjadi semasa pemilu besar bulan Februari lalu Indonesia sering dikecam dengan frasa 'demokrasi telah rusak'. Banyak teori-teori yang bahkan sampai sekarang belum bisa dipecahkan sendiri oleh pemangku kebijakan dibalik kotornya PEMILU 2024. Rakyat dibiarkan begitu saja berspekulasi, buzzer-buzzer siap menggiring opini untuk membantu jagoan partai mereka memanjat jabatan di pemerintahan.

Sungguh miris dan seram melihat internet sekarang dapat menyetir rakyat. Sungguh ironi pemerintah tetap diam saja, atau bahkan memperburuk keadaan dengan tindakan mereka yang tak bermoral tersebut. Undang-undang ditabrak, koruptor dirangkul dalam partai hingga dijadikan pion mereka untuk memberi makan rakyat dalam pesta demokrasi tahun ini.

Kembali kepada tikus-tikus berdasi yang kini sedang menikmati indahnya dunia kampanye. Branding yang ditampilkan di setiap region masing-masing hanya menjadi omong kosong belaka. Tikus berdasi yang dulu memakan uang rakyat dibalik kursi jabatan kini menjilati jalanan demi mencari atensi rakyat Indonesia. Mencari-cari kesempatan untuk membuat anak muda memilih mereka dengan 1001 taktik yang ada. Belajar dari wakil presidennya yang kini, para caleg dan pasangan pilkada sekarang berlomba-lomba mencari alasan untuk menutupi kekejian mereka di masa lalu.

Dulunya memang koruptor, tapi apakah masyarakat dapat kembali percaya kepada manusia pemakan uang? Apalagi untuk diberikan jabatan sebesar representatif rakyat di mata pemerintahan. Apakah bisa dipercaya mereka tak akan mengulangi kesalahan yang sama seperti di masa lalu yang telah merugikan semua rakyat Indonesia?

Tak hanya korupsi, bahkan ICW juga menemukan 33 dari 37 provinsi terafiliasi dengan dinasti politik. Sekitar 155 dari 582 peserta PILKADA terindikasi sebagai dinasti politik dalam pencalonannya. Hal yang lumrah jika kita mengikuti carut marut Wakil Presiden baru kita di tahun 2024 ini. Rasanya dinasti politik sudah menjadi asupan pasti pada ajang pemilu di negara demokrasi ini. Sungguh miris.

Banyaknya hal yang membuat masyarakat ragu sendiri terhadap pemerintah dan negara mereka dikarenakan kecacatan yang terjadi selama pemilu ini. Pemilu memang tidak akan bisa diberi gelar kata bersih, tetapi sampai kapan Indonesia akan mempertahankan calon-calon yang selalu diragukan rakyat karena rekam jejaknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun