Mohon tunggu...
Reidnash Heesa
Reidnash Heesa Mohon Tunggu... Insinyur - Mohon Tunggu....

Penjelajah | Penikmat Sajak | Pecinta Rembulan | Pejalan Kaki

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Surat untuk Sahabat di Hari Sabat

2 November 2015   16:42 Diperbarui: 3 November 2015   11:16 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tidak pernah menyangka untuk bersua kembali denganmu, teman kecilku. Setelah kita berpisah karena pendidikan bangku sekolah yang telah dijalani selama bertahun-tahun telah mencapai kata selesai dan masing-masing di antara kita telah memilih jalan yang berbeda untuk menempuh lembaran kehidupan selanjutnya.

Aku berubah, kamu-pun telah berubah. Tinggi dan bobot badan yang tidak lagi sama, penampilan luar kita pun tidak lagi berbalut seragam putih biru yang menutupi tubuh. Sebelumnya kita memang pernah bersua kembali di kota yang sama, di sekolah baru di kelas sepuluh tetapi bagiku engkau adalah teman kecilku di sekolah terdahulu di bangku kelas sepuluh dikurangi satu.

Aku hanya berdecak kagum, engkau salah satu dari teman-teman kecilku yang masih tetap menjalin hubungan denganku tidak hanya di kala masa itu, walau raga ini belum kembali bertatap muka dan berjumpa untuk kesekian waktu, aku kagum dengan tali persahabatan yang masih kau rajut hingga detik ini, di hatimu dan juga di hatiku.

Aku punya kesukaan membaca, baik itu membaca cerita, berita, puisi, pantun atau hanya sebuah tulisan jenaka, aku sungguh suka akan hal-hal itu. Dengan hadirmu di halaman fesbukku, bertambah lagi satu kesukaanku : membaca tulisan-tulisan di statusmu. Karena kesibukanku sering aku tak sempat memberi tanda ‘like’ jempol untuk setiap statusmu yang menarik hati. Jangan pernah berkecil hati temanku, tetaplah menulis untuk statusmu walau terkadang jempolku belum menyukai tulisanmu itu. Jempolku mungkin belum sempat berkata ya tetapi hatiku tidak bisa menolak untuk berkata ya untuk setiap tulisan di status fesbukmu.

Aku tersenyum tatkala menerima pesan khususmu melalui inbox, terkadang dirimu senang menyapa hanya untuk sekedar menanyakan kabar, terkadang dikau juga menyelipkan pesan khusus seperti yang barusan kau lakukan di hari Sabtu lalu.

Pak, mohon petunjuk untuk anak-anak sekolah tentang kiat belajar untuk jadi juara kelas, Pak. kalo saya dijadiin contoh 'ntar payah Pak, sebab saya tau belajar pas dah tua...

Kutipan di atas adalah pesan singkat yang engkau sampaikan, mengingatkanku kembali akan masa-masa silam di waktu itu. Aku mungkin dikenang sebagai seorang sang juara kelas karena prestasi yang berhasil aku raih di bangku SMP itu. Kenangan masa lampau kembali memutar memori kecilku, mengingatkanku kembali akan wajahku sendiri di masa usia puber dulu. Wajah yang penuh dengan butiran jerawat, menghiasi hampir di seluruh area muka wajah tanpa menyisakan satu sentimeter bujursangkar permukaan halus nan bersih yang bebas dari butiran-butiran menjengkelkan itu.

Aku tak akan menyalahkan butiran jerawat untuk menunjukkan mengapa aku begitu terobsesi dengan materi pelajaran dan tenggelam dalam bacaan buku yang satu ke buku yang lainnya. Semuanya ini hanyalah bagian dari caraku untuk menghadapi pubertas yang pasti akan dialami oleh setiap kaum remaja muda yang hidup di permukaan bumi ini. Caraku mungkin berbeda dengan caramu dan teman-teman lainnya. Aku berhasil menjadi juara kelas karena menjadi si kutu buku dan aku yakin teman-temanku juga berhasil menjadi juara di berbagai bidang lainnya karena setiap orang di antara kita ini sangat unik, pribadi yang lain dari yang lainnya, ciptaan dari TUHAN, yang hanya ada satu, yahhh hanya ada satu, tidak ada bandingannya, dengan siapapun, mungkin di antara kita memiliki saudara kandung dengan wajah yang mirip, bahkan saudara kembar bak pinang di belah dua, tetapi kita masing-masing telah diciptakan oleh TUHAN dengan cara yang begitu ajaib.

Perbedaan ini tentunya tidak mungkin diabaikan dalam kehidupan. Menjadi juara kelas itu baik, tetapi menjadi juara kelas bukanlah sebuah jaminan untuk memperoleh kehidupan dan masa depan cerah dan di-idam-idamkan. Setiap tahapan ini adalah bagian dari proses perjuangan itu sendiri. Hargai-lah dan cintai-lah setiap proses perjuangannya maka kita akan semakin bersyukur untuk setiap hasil akhirnya. Aku boleh saja membanggakan diri sebagai seorang ketua kelas dan juga juara kelas di masa SMP, tetapi hal itu tidak terulang lagi di bangku SMU, begitu juga ketika aku berhasil memperoleh prestasi cumlaude di bangku universitas tetapi itu tidak menjamin aku akan memperoleh pekerjaan dan jabatan yang sesuai dengan impian anak-anak muda aliran hedonis zaman sekarang. Perjuangan itu tak pernah mengenal kata berhenti sebelum kita benar-benar dinyatakan berhenti alias mati meninggalkan hidup.

“…yang penting jangan lupa catatannya ya Pak ketua. soalnya yang ku ceritakan tentang diriku ke anak didik bukanlah hal yang perlu dicontoh untuk meraih prestasi tapi pesanku ke mereka agar tidak mengikuti jejak yang keliru…” daerah tempat saya ini lain Pak ketua, dimana orang tua siswa rata2 pekerjaannya sama. yaitu karyawan BUMN, dorongan motivasi dari ortu kurang

Aku memohonkan maaf, teman kecilku, jika catatan yang engkau kehendaki hanya berupa sebuah surat untuk sahabat yang mulai aku tuliskan untukmu di hari Sabat. Sebenarnya tidak ada yang keliru jika dirimu ingin berdamai dengan masa lalu. Mungkin pengalaman-pengalaman masa lampau, ada porsi sedikit ataupun dalam porsi banyak, sesuatu yang sulit untuk dimaafkan hingga kini, tetapi percayalah teman, kita tidak mungkin melihat ke belakang jika ingin melangkah maju ke depan. Tutuplah lembaran-lembaran pahit itu, memang benar tidak dapat dijadikan contoh untuk anak-anak didik tetapi banyak pelajaran berharga yang dipetik lewat pengalaman-pengalaman kelam tersebut.

“…tapi aku cerita juga tentang teman-teman yang berprestasi dan kini masih berkomunikasi, setidaknya mereka punya gambaran tentang masa depan dari para pendahulu yg telah berhasil…”

Jangan hanya membanggakan seseorang seperti aku ini teman kecilku, cobalah lihat teman-teman kita yang lain, mereka memang tidak meraih gelar seorang juara kelas, tetapi lihatlah mereka dan kehidupannya di hari ini. Bahkan di saat yang bersamaan, saat kita bersua kembali satu dengan yang lainnya lewat kecanggihan teknologi abad ini, kita begitu terharu menyaksikan kehidupan yang telah berhasil mereka bangun dengan jerih payah, bahkan di antara mereka ada yang telah berkeluarga, sebuah perjuangan untuk menghadirkan sebentuk kehidupan baru untuk kelangsungan hidup manusia di bumi, ini sungguh luar biasa, bukan?

Jangan meneruskan cerita tentang keberhasilan kami dari sudut pandang dunia kaum hedonis. Jangan pernah lakukan itu, kawan. Kesenangan apapun yang terus dikejar di dunia ini tidak akan pernah habisnya, dan setiap wujud kesakitan, penderitaan hidup yang selalu dihindari oleh kaum hedonis belum-lah tentu wujud dari sesuatu yang buruk atau jahat. Kita tahu, TUHAN mengatur segala hal, sehingga menghasilkan yang baik untuk orang-orang yang mengasihi Dia dan yang dipanggil-Nya sesuai dengan rencana TUHAN untuk kehidupan kita.

“…daerah tempat saya ini lain Pak ketua, dimana orang tua siswa rata2 pekerjaannya sama. yaitu karyawan BUMN, dorongan motivasi dari ortu kurang…”

Aku tidak punya banyak catatan untuk anak-anak didik itu, Cikgu. Semuanya dimulai dari sebuah keluarga. Aku paham, menjadi seorang guru berarti memberikan kedua pundak kita memikul sebuah tanggung jawab besar. Cita-cita seorang guru tidaklah muluk-muluk, hanya ingin melihat anak-anak didiknya berhasil di masa depan. Keluarga juga memiliki peranan yang sama bahkan memiliki porsi tanggung jawab yang lebih besar dari seorang guru. Sangat sulit sekali mendidik seorang murid yang berasal dari latar belakang keluarga yang tidak memberi perhatian dan kepedulian kepada anak-anaknya. Kita memang harus berusaha memberikan yang terbaik untuk anak didik tetapi kita bukanlah juru kunci pembuka gerbang masa depan cerah untuk mereka. Setiap orang tua, setiap guru, anak-anak didik itu sendiri beserta lingkungan pergaulannya memiliki peranan masing-masing untuk mengarahkan jarum ‘kompas’ yang menentukan kemana mereka hendak berlayar membawa perahu kehidupannya.

Aku tidak punya banyak catatan untuk anak-anak didik itu, Cikgu, selain turut mendorong mereka dengan tiga M ini :

#milikilah waktu dan semangat belajar walau menjadi juara kelas bukanlah jaminan masa depan cerah. Mereka harus memiliki waktu untuk belajar dan berjuang meraih prestasi yang sesuai dengan bakat dan minat mereka karena tahapan dari setiap proses perjuangan inilah bekal bagi mereka menghadapi kehidupan yang jauh lebih keras dan sulit di masa yang akan datang.

#manfaatkan waktu sebaik-baiknya di masa muda. Waktu yang telah berlalu tidak mungkin dapat terulang kembali. Masa muda sangat asik diisi dengan waktu bermain-main, waktu berolahraga, membina hubungan pertemanan dan berorganisasi, tetapi porsi yang sama hendaknya diberikan untuk waktu membaca buku-buku pelajaran, me-ninjau terlebih dahulu materi pelajaran yang hendak diajarkan di kelas pada esok hari dan terus mengulang tanpa rasa bosan materi-materi yang telah diajarkan oleh guru di hari-hari dan minggu-minggu sebelumnya.

#menanam waktu (investasi) di masa muda menjadi sesuatu yang berharga di masa depan. Anak-anak didik harus belajar dari sejak dini bagaimana melihat sebuah masa depan dari sudut pandang kekinian sehingga mereka tidak mudah terbuai dengan kesenangan sejenak yang mungkin masih mudah mereka peroleh di saat sekarang. Dengan mengetahui akan nilai dari sebuah waktu, mereka dapat belajar dengan giat untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya, kelak mereka akan merasakan dampak dari persiapan (investasi) yang telah mereka lakukan sendiri sejak di usia remaja muda untuk meraih masa depan sesuai cita-cita dan keinginan mereka, menggapai sesuatu yang berharga menurut nilai-nilai kehidupan yang telah ditanamkan sejak mereka di usia remaja muda.

Di penghujung akhir dari suratku ini, sampaikanlah salam untuk anak-anak didik Cikgu di sana dari kami generasi pendahulu yang telah diizinkan untuk terlebih dahulu memiliki waktu, terlebih dahulu belajar memanfaatkan waktu dan terlebih dahulu diiznkan untuk belajar menanam waktu. Ingatkanlah kepada mereka, apa yang telah kami lakukan di masa lampau itu, masih tetap kami lakukan hingga saat ini karena kita semua senantiasa terus belajar tanpa dihalangi oleh laju perputaran waktu dan kita semua masing-masing di tempat yang berbeda masih memiliki semangat yang sama untuk terus berjuang mewujudkan kesejahteraan bersama bagi seluruh makhluk penghuni bumi.

 ---000---

 

Sabat <hari ke-tujuh, hari istimewa, hari utk ber-ibadah bagi kalangan Yahudi>

Cikgu <panggilan/sebutan untuk Guru dalam bahasa Melayu>

 

sumber ilistrasi : disini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun