Mohon tunggu...
Reidnash Heesa
Reidnash Heesa Mohon Tunggu... Insinyur - Mohon Tunggu....

Penjelajah | Penikmat Sajak | Pecinta Rembulan | Pejalan Kaki

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengakuan Jujur Dari Seorang ‘Mantan Murid’: Pakde Kartono itu M.A.L.I.N.G !!!

1 Oktober 2015   17:02 Diperbarui: 1 Oktober 2015   17:12 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Di tulisanku kali ini, aku hendak mengemukakan lembaran kejujuran berikutnya, mengapa harus jujur? Ini menyangkut kisah tentang Pakde Kartono, Kompasianer selebritis milik Kompasiana yang sampai detik ini masih sangat aktual dibahas kasus terakhirnya, kasus yang menghebohkan dunia blogger tanah air, khususnya di blog keroyokan tercinta ini.

 

Pembahasan dengan berbagai sudut pandang, dengan tema yang sama sudah dilakukan oleh para Kompasianers mulai dari yang gaya bahasa & ulasan ringan sampai dengan analisa yang super mendalam sesuai dengan karakter para Kompasianers, dan seperti biasanya aku yang kupdet dengan kemampuan seadanya harus kucoba mengikuti arus pembahasan yang terkadang ntah-lah apakah masih bisa kukejar atau tidak.

 

Lantas apa hubungannya Pakde Kartono dengan MALING?, Yang jelas dan pasti di siang hari ini, diantara ratusan bahkan puluhan ribu aksi kejahatan bermoduskan maling yang sedang dijalankan di tanah air, tertangkapnya satu orang pemuda (satu lagi, berhasil kabur) yang berusaha memasuki rumah tinggal sebuah kawasan pemukiman, sudah membawa kegembiraan tersendiri bagi warga perumahan tersebut. Mulai dari yang hanya ingin melihat si maling, yang terlibat menangkap si maling secara langsung atau yang hanya ikut-ikutan meramaikan tontonan live tersebut semuanya serentak bersorak. Ini ceritaku tentang maling, ada unsur fenomena aktual untuk dibagikan kepada teman-teman Kompasianers. Itu saja.

 

Siapakah kamu, RH? Sebagian Kompasianers mulai berpikir untuk menangkap maksud dan isi tulisanku, sebagian lagi mulai mencoba menduga-duga apakah aku termasuk kelompok yang mau aman-aman saja, super cuek dan tidak peduli dengan kasus heboh Pakde Kartono (PK), atau masuk kelompok para haters PK, atau kelompok yang mengusung PK=GT, atau mengusung PK bukan GT seperti pengakuan Pakde Kartono sendiri di tulisannya, atau kelompok yang hanya wait and see dengan penuh pertimbangan atau ini termasuk murid goblok si PK yang masih mencoba membela-bela gurunya yang sudah jelas-jelas terungkap identitas sebenarnya di balik foto palsu profile picture.

 

Menjadi Kompasianers yang sudah terdaftar sejak lima tahun yang lalu, jauh sebelum PK hadir dan eksis di Kompasiana, memang tidak ada hubungannya sama sekali, aku jujur, ‘ku akui PK dengan segudang tulisannya memiliki pengaruh yang begitu luasnya, begitu lebarnya, dan sangat menyentuh kedalaman hati milik pribadi pembaca Kompasiana dengan tema-tema ringan ala PK.

 

Bak selebritis dengan daya pikat foto Brad Pritt ganteng berambut pirang, PK berhasil memikat begitu banyak orang, mencuri hati para pembaca Kompasiana, para Kompasianers, mulai dari kaum ibu-ibu, anak-anak muda (sering menjadi ‘sasaran’ empuk PK memposting tulisannya). Kaum usia lanjut juga tak ketinggalan, terpikat dengan gaya tulisan PK seperti Pak Tjiptadinata Effendi, Kompasianers senior yang amat aku hormati dan segani dan tak lupa diriku sendiri juga terpikat, berusaha untuk menjadi murid PK, meskipun PK tak pernah menyebutku sebagai muridnya secara tertulis, jelas dan transparan. Makanya di judul atas ada tanda kutipnya.

 

 

Sudahlah RH, tak perlu berpanjang lebar disini segera utarakan saja maksud tulisanmu ini. Untuk sebagian Kompasianers yang kurang bersabar, mohon dimaklumkan saja, ini tulisanku, ini ceritaku, jika sudah bosan dan tidak berkenan silahkan berhenti sejenak dan lanjutkan saja sesuka hati, kapanpun Anda mau.

 

Siapakah GT yang kau maksudkan, RH? Gayus Tambunan? Tepat sekali, kawan, GT adalah singkatan namanya. GT adalah maling, semua orang sudah tahu, maling duit negara alias koruptor, sudah tertangkap dan sedang menjalani masa hukuman.

 

Terus, RH pernah kenal atau bertemu dengan GT? Tentu saja tidak, selama ini hanya melihat dan mendengar berita GT di media massa, seandainya RH berjumpa dengan GT, bersalaman dengan GT, duduk makan semeja dengan GT, RH juga tidak akan pernah tahu siapa itu GT kalo GT tidak memperkenalkan dirinya sebagai GT. Mungkin muka boleh mirip, mungkin postur tubuh mirip, yang jelas GT bukan selebritis dan RH tak pernah tertarik dengan berita/gossip selebritis.

 

Terus, RH pernah kenal atau bertemu dengan PK? Tentu saja tidak, selama ini hanya membaca dan tulisan PK di Kompasiana, seandainya RH berjumpa dengan PK, bersalaman dengan PK, duduk makan semeja dengan PK, RH juga tidak akan pernah tahu siapa itu PK kalo PK tidak memperkenalkan dirinya sebagai PK. Mungkin muka mirip Bradd Pritt, mungkin postur tubuh mirip Bradd Pritt, yang jelas PK selebritis Kompasiana dan RH hanya berusaha menjadi muridnya, itu saja.

 

Ini bukan rangkaian pembelaan untuk PK. Jika PK masih sempat membaca tulisanku, tak ada maksud untuk menyerang pribadi PK apalagi menjelek-jelekkan PK. Jujur, yang aku akui hanya satu PK alias Pakde Kartono memang M.A.L.I.N.G, karena PK itu :

 

M-enyenangkan. Pakde Kartono berhasil menjadi maling yang menyenangkan, lewat tulisan-tulisannya, Pakde Kartono berhasil mencuri hati ratusan bahkan ribuan para pembaca Kompasiana karena tulisannya ringan, terkadang campur tema sedikit berat. Mungkin sebagian berpendapat tulisan Pakde Kartono agak menyerempet ke hal-hal yang tabu, makanya jadi banyak pembacanya karena pada dasarnya kebutuhan dasar manusia ada berkaitan dengan itu.

 

A-kting melulu. Salah satu ketrampilan yang wajib dimiliki oleh maling adalah kemampuan berakting. Semakin lancar aktingnya maka tujuannya pun mudah tercapai. Dengan ketrampilannya menulis, sebagai akun Pseudonym Pakde Kartono berhasil mencapai ambisinya menjadi selebritis Kompasiana, walaupun tidak pernah memperoleh penghargaan sebagai Kompasianers Terfavorit di ajang tahunan kopdar Kompasianival, dengan kemampuan aktingnya terbukti sekali di kasus terakhir yang menghebohkan ini alias kasus PK=GT, Pakde Kartono kembali berakting dan mencuri waktu, pikiran, tenaga, dan tidak sedikit duit pulsa para Kompasianers terkuras untuk terus menerus membahas dirinya siang malam, pagi sore, petang ke petang berikutnya sampai akhirnya semua menjadi lelah dan membosankan. Pakde Kartono tak perlu lagi susah-susah membuat sebuah tulisan supaya terkenal bak selebritis, karena dengan sendirinya kini Pakde Kartono telah menjadi topik itu sendiri, menjadi buah bibir dari para Kompasianers.

 

L-elaki tulen. Pengakuan seorang Pakde Kartono, dia adalah lelaki sayang anak dan sayang istri. Dia bukan wanita, dia bukan seperti RH dengan akun anonimnya (akun RH sering disalah mengerti oleh para Kompasianers, lelaki tak jelas, wanita pun dipertanyakan, bahkan Pakde Kartono pun pernah keliru). Tercermin dari tulisan-tulisan yang dibuatnya, Pakde Kartono sesuai dengan hasrat kelelakiannya, dengan nafsu birahi yang muncul secara alamiah, Pakde Kartono sering terbukti bukan sekedar pejantan tangguh tetapi terbukti sebagai lelaki tulen, memiliki gelora yang menggebu-gebu sewaktu-waktu. Klimaks adalah kata tepat untuk mewakili akun Pakde Kartono dengan tulisannya di arus waktu sekarang. Ukuran gejolak nafsu tertinggi ini telah terlampiaskan oleh Pakde Kartono bersama para pembaca Kompasiana, para Kompasianers, para admin, founding fathers Kompasiana lewat akting, lewat tulisannya dan secuil rahasia kehidupan pribadi di balik akun bo’ongnya.

 

 

I-lfil. Jika dilihat dari asal katanya il –fil diambil dari serapan kata bahasa Inggris, kata ill dan feel, berdasarkan pengakuan kitab gaul, kata ini digunakan untuk mengungkapkan perasaan yang memuakkan karena ada orang lain yang bertingkah aneh, jorok dan tak tahu malu. Aku yakin kelompok haters Pakde Kartono sangat illfil melihat kekonyolan Pakde Kartono dalam setiap tulisannya. Bukan hanya itu, Pakde Kartono memiliki prestasi dalam hal ini, selain mencuri perhatian para haters, dia telah berhasil mengacaukan gelombang perasaan hati para haters, mengangkat mereka tinggi-tinggi untuk sekedar menghempaskan kekuatan dahsyat yang membawa kepuasan tersendiri di hati para haters. ILFIL inilah namanya.

 

N-ihil alias kosong. Seberapa besar kekosongan dalam pribadi seorang Pakde Kartono? Semua Kompasianers setuju dan serentak, akun ini hanyalah akun fiktif yang dibuat oleh seseorang, ‘ntah siapapun orang tersebut. Pakde Kartono memang pribadi yang nihil atau kosong. Setiap kelompok yang mengusung PK=GT sah-sah saja berargurmen dengan bukti-bukti lengkap tak terbantahkan tetapi bagi kami yang memilih nasib akun menjadi Pseudonym, inilah kami yang tidak akan teman-teman temukan di dunia nyata. Kami hanya ada dan eksis di dunia maya, inilah jalan yang telah kami pilih dengan segala resiko caci maki. Silahkan saja melacak dan menelusuri kehidupan seorang akun palsu di dunia nyata, jelasnya bukan itu yang ingin kami tampilkan di sini, jangan pernah membawa privasi kami untuk dipaksakan masuk ke dalam dunia maya seperti sebagian teman-teman yang mungkin saja senang terlihat populer di dunia maya, padahal di kehidupan sehari-hari biasa-biasa saja. Jangan pernah mencampur-adukkan privasi kami, apapun latar belakang kami, ingatlah tujuan kami eksis di sini adalah berbagi manfaat melalui tulisan kami bukan pribadi kami, sekali lagi teman, melalui tulisan kami.

 

G-ayus Tambunan? Aku meletakkan tanda tanya di belakang dua kata tersebut karena inilah kunci perdebatan yang terjadi sekarang di Kompasiana, perdebatan antara kelompok-kelompok yang ada untuk membuktikan kebenaran ini. Aku pahami, betapa bencinya teman-teman dengan yang namanya si maling Gayus Tambunan, betapa muaknya melihat cara seorang koruptor menjalani hukumannya, betapa menyakitkan memiliki teman yang katanya anti korupsi melalui tulisan-tulisannya tetapi berteman dengan seorang koruptor. Aku pahami itu semua akan tetapi GT itu bukan urusan kita, dia sudah diserahkan kepada Negara untuk dihukum sebagaimana seharusnya. Lalu, muncul pertanyaan bagaimana dengan PK? Apakah tidak dihukum seberat-beratnya berdasarkan pengadilan Kompasiana jika memang terbukti benar dan sudah ada buktinya bukan, RH?

 

"Ayo !   jawab !!!     jawab !!!!!!!"

 

 

"Ayoooo….. !!!   Ayoooo….. !!!"

 

 

"Mana suaramu, RH ?!!!"

 

 

Sudahlah teman, aku akhiri saja perdebatan ini, sudah terlalu panjang aku menuliskan cerita. Ini tulisanku, aku yang memulai, aku juga yang mengakhirinya. Supaya teman-teman tidak kecewa dengan tulisanku yang payah ini, aku cuma bisa memberikan petunjuk, bukan jawaban, mau tahu petunjukku, silahkan diperhatikan baik-baik dan disimak baik-baik ya, ini petunjukku.

 

Terima kasih teman-teman, sudah bersedia merelakan waktu dan tenaganya untuk membaca tulisanku yang masih kacau ini.

 

Di bawah ada dua coretanku dari tulisan sebelumnya, ada nama Pakde Kartono yang sengaja aku selipkan, mungkin bisa menjadi petunjuk berikutnya bagi yang masih penasaran dengan si Pakde ?Gayus Tambunan? Kartono. Tambah lengkap saja gelarnya Pakde, hihihihiiiiiii.

 

Tulisan satu dan Tulisan dua

 

sumber ketiga ilustrasi : disini, disini dan disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun