Mohon tunggu...
Muhammad RoihanZuhri
Muhammad RoihanZuhri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN Kediri

nama panggilan rehan, hobi game,

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Fidaan: Respon Masyarakat dan Perspektif Al-Quran

22 Desember 2023   10:14 Diperbarui: 22 Desember 2023   10:37 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mirip dengan tradisi tahlilan, dalam pelaksanaannya juga mengirimkan doa dan surat Al-Fatihah melalui pembacaan kalimah tayyibah. Namun yang membedakannya, dalam dzikir fida' ini terdapat beberapa bacaan, yakni kalimat tasbih sebanyak 1000 kali dan kalimat tahlil  dibaca hingga 70.000 kali. Teknis pelaksanaannya  sama dengan tahlilan, yaitu berkumpulnya masyarakat setempat dengan tujuan untuk melantunkan dan melantunkan kalimat Thayyibah untuk almarhum.

Saat ini amalan fida' ini masih kita jumpai di wilayah Jawa, khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur Barat yang masih memegang teguh tradisi nenek moyang dan sangat kental dengan amalan tarekat Nama. Masyarakat biasanya mempertimbangkan untuk melaksanakannya pada malam ketujuh atau keseribu ketika mendekati kematian, dan rutinitas mingguan dilakukan setelah shalat Maghrib pada malam Jumat di masjid-masjid setempat.

Amalan fida ini juga menjadi terkenal di kalangan Sadat dan Sufi. Sayyid Abu Bakar bin Ahmad bin Abdillah, seorang sadat yang hidup pada awal abad ke-13 H di Tarim Yaman dan dikenal sangat teguh mengikuti ajaran Rasulullah dan Salafussalih, biasa mengamalkan  dzikir ini fida' dengan  mengumpulkan orang-orang untuk membaca tasbih sebanyak 1.000 kali dan tahlil sebanyak 70.000 kali diberikan kepada almarhum. Masyarakat Tarim juga sering mengeluarkan sejumlah barang untuk melaksanakan adat ini, sebagai tanda bahwa mereka sangat peduli dalam menjaga tradisi fida'an ini.

RESPON MASYARAKAT

Sama seperti setiap warisan budaya, Tradisi Fida'an menghadapi respon yang beragam dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat mungkin melihatnya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari identitas budaya mereka, sebuah warisan yang harus dijaga dan diwariskan ke generasi mendatang. Ada yang memandang Tradisi Fida'an sebagai wujud kebersamaan dan solidaritas sosial.

Namun, tidak dapat diabaikan bahwa ada pula segmen masyarakat yang bereaksi dengan skeptis atau bahkan menolak Tradisi Fida'an. Mereka mungkin melihatnya sebagai suatu praktik yang sudah usang, tidak relevan, atau bahkan bertentangan dengan norma-norma modern yang dijunjung tinggi. Untuk sebab itu disebutkan sebagai akulturasi budaya jawa dan modern.

Pandangan atau respon Masyarakat terhadap akulturasi budaya jawa tersebut sangat variatif. Akulturasi merupakan fenomena modern, meski secara umum tidak dapat dipungkiri. Walisongo. Mereka mengajak umat Hindu, Buddha, animisme, dan Islam Jawa supaya masuk islam. Mereka berdakwah di seluruh pelosok pulau Jawa dan di pelosok-pelosok untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Jawa. Para wali ini melakukan berbagai pendekatan dalam berdakwah dengan berbagai cara, salah satunya adalah seni berupa lagu, musik dan lain-lain. Mereka juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui adat istiadat dan tradisi yang berlaku di daerah tempat mereka tinggalSalah satu amalan tersebut adalah acara keagamaan adat kematian tahlilan yang dijadikan simbol suatu sekte dalam Islam. Pada akhirnya, acara keagamaan ini tetap menjadi persoalan, apakah upacara tersebut bersifat agama (ajaran Islam) atau bersifat budaya. 

Acara keagamaan dan tradisi memperingati hari kematian seseorang di zaman modern ini masih relevan di masyarakat Indonesia. Tentu saja termasuk tradisi fidaan. Budaya jawa yang masih melekat dalam tradisi ini membuat respon Masyarakat sedikit ragu akan melakukannya. Tetapi dalam tata caranya termasuk membca dzikir dan sholawat kepada nabi serta allah swt menjadikan tradisi ini mendapatkan respon yang positif dari Masyarakat awam. Menurut sebagian Masyarakat mendukung tradisi ini supaya terus dilestarikan dan dibudayakan seterusnya.

PERSPEKTIF AL-QURAN

Ketika mengevaluasi tradisi Fida'an, penting untuk melihatnya melalui kacamata ajaran Islam, khususnya Al-Qur'an. Al-Qur'an menekankan nilai-nilai seperti keadilan, kasih sayang, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam konteks ini, Tradisi Fida'an dapat diukur sejauh mana mencerminkan nilai-nilai tersebut. Misalnya, berbagai konsep dalam tradisi Fida'an dapat dikaitkan dengan ajaran Al-Qur'an tentang bersedekah kepada yang membutuhkan.

Namun penafsiran tradisi Fida'an dalam konteks Al-Qur'an juga bisa berbeda-beda. Beberapa orang mungkin mengabaikan ajaran Islam, sementara yang lain mungkin merasa perlu mendengar dukungan lebih lanjut terhadap praktik-praktik tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun