Permasalahan mengenai covid tak henti-hentinya ramai dibicarakan. Dari awal kemunculannya pada akhir tahun 2019 kemarin hingga pertengahan tahun 2021 ini, berita mengenai virus penyebab pandemi ini sangatlah beragam. Mulai dari kelelawar sebagai biang kerok adanya covid, orang pertama di Wuhan yang terkena virus, orang pertama yang membawa virus ke Indonesia, hingga broadcast-broadcast yang berisi informasi yang belum jelas sumber validasinya.
Informasi dari sumber yang tidak valid sangat rawan dipelintir oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab. Di Indonesia sendiri informasi-informasi mengenai segala yang terkait dengan virus corona baru muncul pada awal terjadi kasus corona di Indonesia pada awal tahun 2020 kemarin.
Bermacam jenis informasi palsu beredar luas melalui jejaring media social. Penyebaran berita hoax ini mudah di temukan di platform tersebut karena kemudahan aksesnya bagi banyak orang.
Mulai dari cara mengetes virus corona di tubuh seseorang secara mandiri, yang tentu saja tidak berdasarkan anjuran dokter, pembuatan handsanitizer dengan dosis yang tidak tepat, hingga adanya teori konspirasi corona.
Kebanyakan yang termakan oleh isu-isu hoax ini adalah para generasi dewasa tua (para orang tua) yang mudah sekali terpengaruh oleh informasi tidak jelas. Tidak hanya para orang tua saja sebenarnya, beberapa generasi dewasa muda juga terkadang masih banyak yang tertipu dengan berita hoax.
Kurangnya pemahaman bahwa segala informasi yang diterima haruslah dicek ulang dan dikonfirmasi kebenarannya, membuat banyak masyarakat tanpa sadar ikut menjadi agen penyebar berita hoax.
Berita hoax ini tidak hanya merugikan pembacanya saja yang terbodohi dengan berita palsu, namun bisa sampai berdampak fatal bagi orang lain.
Ambulans
Baru-baru ini angka penyebaran corona di Indonesia melonjak naik kembali yang membuat pemerintah akhirnya memutuskan untuk menerapkan kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Oleh karena lonjakan kasus kematian yang tinggi dan masyarakat yang positif terpapar virus corona kian bertambah, sirine dari ambulans yang berlalu lalang di jalanan semakin sering terdengar.
Ditengah kepanikan adanya lonjakan kasus ini, ada beberapa oknum yang dengan tidak bertanggung jawabnya menyebar berita hoax bahwa ambulans yang sering berkeliling dengan sirine menyala tersebut merupakan ambulans kosong. Mereka mengatakan bahwa hal itu hanyalah akal-akalan pemerintah untuk menakuti masyarakat agar tidak keluar dari rumah.
Masyarakat yang termakan hoax tersebut akhirnya bertindak di luar nalar. Banyak pemberitaan tentang pengendara sepeda motor maupun warga di dusun tertentu yang menghadang ambulans yang sedang lewat.
Hal ini bisa menimbulkan dampak yang fatal. Jika di dalam ambulans tersebut terdapat pasien yang harus ditangani secepatnya, namun penanganannya terhambat oleh tindakan semena-mena masyarakat yang termakan hoax, pasien tersebut bisa saja meninggal di tempat kejadian.
Susu sapi dan vitamin C
Hoax mengenai virus corona ini penyebarannya sangatlah cepat. Beberapa waktu lalu juga tersebar pesan broadcast tentang susu sapi dari suatu merek tertentu yang katanya kandungannya dapat melawan virus corona. Selain produk susu sapi adapula produk vitamin C yang katanya bila dikonsumsi dengan dosis tertentu dapat meningkatkan imun.
Masyarakat ramai berbondong-bondong memborong kedua benda yang katanya ampuh tersebut di berbagai tempat hingga stok habis. Kejadian tersebut disebut panic buying, yaitu ketika orang-orang membeli atau menimbun suatu barang dalam jumlah besar dan dalam waktu singkat yang disebabkan oleh adanya rasa takut untuk mengantisipasi adanya kenaikan maupun penurunan harga.
Pada kenyataannya susu dari merek tersebut bukanlah satu-satunya susu yang kandungan gizinya baik, namun semua susu steril juga bisa berguna melawan virus corona.
Begitu pula dengan konsumsi minuman vitamin C yang tidak sesuai dosis yang malah bisa menimbulkan penyakit baru. Konsumsi vitamin C dengan dosis yang tepat dan tidak berlebihan bisa memberikan manfaat yang baik bagi tubuh.
Dari beberapa contoh berita hoax diatas sudah dapat terlihat bagaimana hoax banyak menimbulkan efek negatif. Dari yang bermula hanya tulisan iseng saja bisa membuat kekacauan yang tidak terduga.
Terlebih bila menyangkut tentang virus corona yang terbukti ada dan menimbulkan banyak korban, adanya berita hoax dapat memicu sikap apatis masyarakat terhadap adanya ancaman nyata dari virus ini.
Masyarakat yang termakan hoax akan acuh pada peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah. Mereka cenderung akan mengabaikan penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, menghindari kerumunan, mencuci tangan, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas.
 Jika mereka terpapar virus corona, masyarakat yang acuh ini selain bisa membahayakan diri mereka sendiri juga dapat menjadi penyebar virus yang membahayakan orang di sekitar mereka.
Sudah sepatutnya dalam keadaan yang masih menghawatirkan seperti saat ini hendaknya masyarakat bisa lebih menyaring informasi yang diterima.
Melakukan cross check berita yang diterima dan mulai berpikir kritis adalah kunci utama melawan hoax. Dengan ini dampak negatif dari penyebaran berita hoax akan dapat diminimalisir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H