Sekarang ini terdapat jenis pariwisata yang dapat membantu menjaga dan melestarikan destinasi yang dikunjungi, yaitu Ekowisata. Ekowisata menjadi salah satu wisata alternatif pilihan. Secara umum, ekowisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan wisata yang penuh tanggung jawab terhadap suatu destinasi dengan tujuan untuk mengkonservasi alam serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata dikembangkan sebagai bentuk reaksi atas berbagai dampak negatif pengembangan pariwisata yang bersifat massal (mass tourism).
Menurut Goodwin (1996), ekowisata dikatakan sebagai kegiatan pariwisata alam yang berkontribusi langsung terhadap perlindungan spesies dan habitat sebagai basis atraksi dan secara tidak langsung memberikan manfaat ekonomi pariwisata bagi masyarakat lokal. Dengan adanya pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa jenis pariwisata ini merupakan bentuk pariwisata alam yang berkelanjutan. Fokus utama dari kegiatan ekowisata adalah pengalaman dan pembelajaran mengenai alam, pengelolaan dengan meminimalkan dampak negatif, tidak konsumtif, dan berorientasi pada sumber daya atau modal lokal (Fennell, 1999).
Kekayaan alam yang dipenuhi oleh ekosistem flora dan fauna menjadi simbol tersendiri bagi Indonesia, yang tak jarang dijadikan sebagai objek wisata. Seperti halnya di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat yang memiliki berbagai pemandangan alam yang sangat menarik untuk dikunjungi, khususnya hamparan pantai dengan pasir putih dan gradasi warna biru yang terlihat di permukaan.
Di sepanjang garis pantai Kecamatan Maluk dan Kecamatan Sekongkang menjadi lokasi para penyu bertelur. Meski demikian wisatawan tetap datang dan pengelola pantai tetap menjadikan lokasi tersebut sebagai objek wisata. Dengan adanya hal tersebut dikhawatirkan nantinya akan mengganggu ekosistem penyu yang ada di sana.
Banyak slogan yang beredar tentang pelestarian penyu dengan kalimat “Mari Lindungi Penyu dan Habitatnya!”, “Sebarkan cinta dan jadikan bumi tempat tinggal yang lebih baik bagi penyu.”, hingga kalimat “Samudra tanpa penyu terasa tidak lengkap.” Slogan tersebut seolah-olah mengajak kita semua untuk merawat, melindungi, melestarikan, dan menjaga penyu serta habitatnya. Bahkan banyak juga Lembaga Swadaya Masyarakat baik itu nasional maupun internasional, serta instansi pemerintah ikut mengajak untuk menjaga sumber daya alam.
Seperti yang telah diketahui, penyu menjadi salah satu hewan air yang keberadaanya dilindungi dalam perundang-undangan. Yang mana secara hukum semua jenis penyu yang ada di Indonesia telah dilindungi. Sehingga semua bagian dari penyu seperti, daging, telur, kerapas, dan segala bentuk produk keturunannya tidak boleh dieksploitasi, dikonsumsi, dan bahkan diperjual-belikan. Meski begitu penyu memberikan manfaat bagi manusia walaupun tidak secara langsung.
Menurut Wilson et al. (2014) Penyu berperan penting dalam menjaga ekosistem laut yang sehat. Laut yang sehat akan menjadi habitat berjuta-juta ikan sebagai sumber protein penting bagi manusia. Sehingga rantai tersebut akan terus berhubungan dan saling memberikan manfaat. Selain itu, penyu mengambil peran penting dalam menjaga kesehatan laut, yaitu dengan cara merumput, mengontrol distribusi spons, mendistribusikan nutrisi, memangsa ubur-ubur, dan mendukung kehidupan biota laut yang lain.
Dengan semakin menurunnya populasi penyu, berbanding lurus dengan berkurangnya kemampuan penyu melakukan fungsi pentingnya di laut. Oleh karena, melestarikan penyu menjadi hal yang paling utama untuk dikembangkan.
Namun yang terjadi di Sumbawa Barat berbanding terbalik dengan hal tersebut, terjadi pemburuan telur penyu secara liar. Mulai dari seorang pejabat hingga pelajar mereka mengkonsumsi telur penyu yang dijadikan suguhan istimewa. Bahkan sudah menjadi budaya bagi masyarakat Sumbawa Barat untuk menyuguhkan telur penyu dan merasa berbangga diri ketika bisa memberikan suguhan tersebut. Hal ini terjadi karena masyarakat setempat memburu telur penyu kemudian dijual dengan harga yang cukup mahal, kegiatan tersebut dijadikan sumber pendapatan utama bagi masyarakat lokal.