Mohon tunggu...
reginagraciaalexander
reginagraciaalexander Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Katolik Parahyangan

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Efektivitas Penerapan Pajak Progresif Terhadap Ketimpangan Pendapatan di Negara Indonesia

13 Januari 2025   08:25 Diperbarui: 13 Januari 2025   08:23 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel 3. Uji Autokorelasi dengan LM Test EViews 13

Tabel 4. Uji Heteroskedastisitas dengan Glejser EViews 13
Tabel 4. Uji Heteroskedastisitas dengan Glejser EViews 13

Dengan level signifikansi 5% (0.05) dan menggunakan Glejser, maka diperoleh bahwa model analisis regresi yang digunakan merupakan homoskedastisitas karena Prob Chi Square 0.2637 > 0.05 sehingga H0 diterima dan data yang dimiliki adalah konstan.

4. Uji Multikolinearitas

  • H0: data tidak terdapat multikolinearitas
  • H1: data terdapat multikolinearitas

Tabel 5. Uji Multikolinearitas EViews 13
Tabel 5. Uji Multikolinearitas EViews 13

Dengan level signifikansi 5% (0.05), maka diperoleh bahwa hanya variabel bebas pertumbuhan ekonomi yang terbebas dari masalah multikolinearitas dengan VIF 4.168 < 10, sedangkan variabel bebas lain terdapat masalah multikolinearitas yang diartikan bahwa minimnya hubungan antar variabel bebas sehingga menurunkan relevansi pada model.

Seperti yang diperoleh dari pengujian, bahwa hanya variabel IPM yang berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan pendapatan, sedangkan variabel bebas lain seperti pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan tidak berpengaruh meskipun dalam penelitian terdahulu kedua variabel ini dapat memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan susunan variabel model dibandingkan dengan penelitian terdahulu, sebab model ini memasukkan variabel penerimaan PPH dan juga perbedaan data sampel. Akan tetapi, hanya variabel penerimaan PPH ini yang pengaruhnya masih sama dengan penelitian-penelitian terdahulu meskipun dengan model dan sampel yang berbeda, sehingga dengan tidak signifikannya variabel penerimaan PPH dari pengujian analisis regresi awal mengakibatkan tertunda nya pengujian kombinasi dengan variabel dummy, sehingga penulis tidak dapat melihat dampak dari perubahan tarif pajak progresif sebelum dan sesudah peningkatan di tahun 2022. Signifikansi variabel IPM terhadap ketimpangan pendapatan dapat disebabkan oleh masyarakat kelas menengah dan menuju kelas menengah yang masih mendominasi jumlah populasi di Indonesia, yakni sebesar 66,35% (BPS, 2024). Masyarakat kelas menengah cenderung memiliki kesadaran untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidupnya dengan berinvestasi pada human capital, sehingga mereka mengalokasikan dana yang cukup untuk memenuhi pendidikan, kesehatan, dan kondisi finansial yang seimbang yang akhirnya perlahan dapat menurunkan ketimpangan karena peningkatan human capital mampu memberikan efek spill over.

Tidak signifikannya pengaruh penerimaan PPH terhadap ketimpangan pendapatan dapat disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama adalah kemungkinan terjadinya penghindaran dan penggelapan pajak oleh oknum dengan pendapatan tinggi. Celah-celah yang terdapat pada peraturan perpajakan dimanfaatkan oknum untuk melarikan uangnya secara legal sehingga tidak perlu membayar pajak sesuai dengan tax bracket yang seharusnya, contohnya memilih untuk memindahkan uangnya ke wilayah tax haven atau melakukan upaya money laundry. Selain itu, konsentrasi pemotongan pajak yang kurang tepat sasaran juga menjadi salah satu penyebab, contohnya pada capital gain. Capital gain adalah selisih keuntungan yang diperoleh saat berhasil menjual harga saham lebih tinggi dibandingkan harga belinya, dan berdasarkan PP Nomor 139 Tahun 2000 bahwa pemotongan pajak untuk capital gain hanya dikenakan sebesar 0.03% (Flazztax, 2024), sehingga penerimaan pajak penghasilan dari capital gain tidak memiliki proporsi yang begitu besar, padahal sudah banyak sekali orang kaya yang memilih untuk mencari passive income menggunakan media ini. Kemudian, jika kita memperhatikan data nominal dari BPS (tanpa disesuaikan dengan inflasi terlebih dahulu), terlihat bahwa setiap tahun nya besar penerimaan PPH mengalami peningkatan yang cukup pesat, sehingga sebetulnya negara memiliki perkembangan yang positif dalam mengumpulkan pendapatan negara. Akan tetapi, seringkali pendapatan tersebut tidak sepenuhnya dialokasikan untuk memodali keperluan human capital dan cenderung dihabiskan untuk bantuan sosial sehingga belanja negara tidak menerapkan prinsip yang berkelanjutan (BKF, 2015) dan ketimpangan akan terus terjadi, sebab dana negara yang dimiliki tidak diberdayakan untuk membekali kemandirian masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya. Pengetahuan dan kesadaran yang minim untuk memprioritaskan pembangunan human capital telah menjadi kekhawatiran yang kerap terjadi terhadap negara berkembang. Terakhir, negara Indonesia adalah negara dengan institusi yang tergolong ekstraktif, dibuktikan dengan tingkat korupsi yang semakin meningkat setiap tahun nya, penyalahgunaan kekuasaan, kebijakan-kebijakan yang dirancang untuk pro-elite seperti penerapan tax holiday yang semakin menguntungkan perusahaan multinasional atau asing namun memberikan umpan balik pajak yang rendah. Kondisi ini dapat memperbesar ketimpangan karena ketidakadilan perlakuan pajak terhadap para Wajib Pajak yang tidak betul-betul disesuaikan dengan kemampuan seseorang, menjadikan pajak progresif berubah menjadi pajak degresif.

KESIMPULAN DAN SARAN

Studi ini ingin meninjau seberapa efektif pengaruh pajak progresif terhadap ketimpangan pendapatan di negara Indonesia, sebab di negara maju, pajak progresif merupakan salah satu solusi yang sangat direkomendasikan untuk mengatasi ketimpangan yang terjadi. Akan tetapi, meskipun solusi tersebut telah dirumuskan ke dalam kebijakan dan penerimaan pajak penghasilan meningkat setiap tahun nya, nyatanya penerapan pajak progresif ternilai tidak efektif terhadap ketimpangan pendapatan, yang dibuktikan melalui pengujian regresi time series bahwa penerimaan pajak penghasilan tidak menunjukan hasil yang berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan pendapatan, begitu juga variabel kontrol lain yang menjadi penyeimbang untuk menciptakan perhitungan yang lebih presisi seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan P0, hanya variabel IPM yang tetap berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan karena masih tingginya populasi masyarakat kelas menengah yang memprioritaskan investasi atas human capital. Tidak signifikan nya pajak progresif terhadap ketimpangan pendapatan disebabkan oleh upaya menghindari pajak, konsentrasi pemotongan pajak yang salah sasaran, alokasi belanja pemerintah yang tidak berkelanjutan, dan institusi ekstraktif yang pro-elite. Dengan bantuan atau intervensi negara lain yang menyadari permasalahan ini, diperlukan penegakkan birokrasi perpajakan yang tegas dan tepat sasaran agar tujuan penerapan pajak progresif dapat terlaksana dengan baik, berikan insentif pajak yang sesuai dengan umpan baliknya terhadap negara agar pengelolaan input dan output dapat berjalan dengan seimbang.

Sebagai saran untuk studi selanjutnya, studi ini masih memiliki kekurangan untuk mencari data sampel negara maju sebagai perbandingan efektivitas penerapan pajak progresif dan apa saja unsur-unsur yang mendukung terciptanya efektivitas di negara-negara tersebut. Sampel data yang digunakan di studi ini juga belum memasukkan variabel-variabel kontrol lain yang juga dapat memengaruhi besar angka gini ratio seperti inflasi, tingkat korupsi, dan indikator lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun