Hasil telesurvei menunjukkan bahwa dari 203 siswa-siswi yang mengirimkan foto, 55,7% mengalami gigi berlubang. Kemudian, dari 225 siswa-siswi yang mengisi kuesioner, 55% pernah mengalami gusi berdarah, 44,8% pernah mengalami sariawan, 42,6% mengalami bau mulut, dan 30,1% memiliki risiko tinggi terjadi gigi berlubang karena pola makan dan minum yang tidak seimbang. Dari masalah gigi dan mulut yang dikeluhkan, sebanyak 81,8% responden mengaku bahwa hal itu berdampak pada kualitas hidupnya.
Berdasarkan hasil telesurvei di atas, kami melakukan program dengan nama "Program Kesehatan Gigi dan Mulut (PKGM) #DiRumahAja" yang terdiri dari edukasi pola makan dan minum yang baik, gigi berlubang, gusi berdarah, sariawan, dan juga bau mulut untuk meningkatkan kesadaran siswa-siswi mengenai berbagai kondisi gigi dan mulut.Â
Selain edukasi, kami juga mengirimkan alat pelapis gigi berfluorida untuk anak-anak dengan jumlah gigi berlubang lebih atau sama dengan 4 gigi. Alat pelapis gigi berfluorida ini diharapkan dapat mencegah anak dengan risiko tinggi gigi berlubang untuk memiliki gigi berlubang yang baru. Tidak hanya itu, kami juga mengirimkan alat bantu kebersihan gigi yaitu benang gigi stik untuk anak-anak yang pernah mengalami gusi berdarah dengan harapan dapat meningkatkan kebersihan gigi dan mulut mereka.
Kami juga mengirimkan poster dan video secara personal mengenai petunjuk penggunaan alat pelapis gigi berfluorida dan benang gigi stik kepada anak-anak yang menerima intervensi program. Setelah itu, dilakukan evaluasi dengan meminta mereka mengirimkan video penggunaan alat dan juga pengisian kuesioner pasca program.Â
Hasil analisis menunjukkan bahwa 31 dari 51 siswa yang awalnya menyikat gigi 1 kali sehari atau kurang, mengalami perubahan perilaku menjadi menyikat gigi 2 kali sehari setelah mengikuti PKGM #DiRumahAja. Selain itu, siswa-siswi secara umum merasa puas dengan PKGM #DiRumahAja dan akan tetap melakukan segala hal dan informasi yang telah diberikan bahkan setelah program selesai.
Telesurvei memang tidak luput dari berbagai limitasi, salah satunya yaitu pemeriksaan gigi yang sangat bergantung pada kualitas foto. Keberhasilan telesurvei juga bergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah ketersediaan perangkat, infrastruktur seperti akses internet, kualitas foto, pelatihan dan keterampilan dari responden.Â
Namun terlepas dari limitasi tersebut, pada pandemi COVID-19 saat ini, metode telesurvei dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut di masyarakat melalui pelaksanaan program berbasis bukti atau Evidence Based Dentistry (EBD).
Referensi:
- https://www.worldometers.info/coronavirus
- Brian Z, Weintraub JA. Peer Reviewed: Oral Health and COVID-19: Increasing the Need for Prevention and Access. Preventing chronic disease. 2020;17.
- Ghai S. Teledentistry during COVID-19 pandemic. Diabetes & Metabolic Syndrome: Clinical Research & Reviews. 2020 Sep 1;14(5):933-5.
- https://sdgs.un.org/goals
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H