Presiden Joko Widodo mengizinkan kembali ekspor pasir laut Indonesia yang sebelumnya sudah dilarang sejak 20 tahun yang lalu, pada tahun 2003 masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Pencabutan larangan ekspor oleh pemerintah yang disetujui presiden Joko Widodo pada 15 mei 2023, tertuang dalam PP no.26 tahun 2023 yang menetapkan pengelolaan hasil sedimentasi di laut dengan tujuan untuk menanggulangi hasil sedimentasi dan mengoptimalkan hasil sedimentasi laut untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dan rehabilitas pasir laut.
Dalam Konferensi Pers, menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa PP no.26 tahun 2023 tidak mengizinkan ekspor sebagai tujuan utamanya tapi lebih ke arah untuk mengatur pengambilan sedimentasi pasir laut. Dan  tujuan utama dilakukannya pengerukan pasir laut ialah untuk kepentingan domestik dalam negeri dalam mendukung reklamasi dan membangun infrastruktur.Â
Pada pasal 9 ayat terakhir dikatakan bahwa jika ekspor baru bisa dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur.
Namun jika benar ini dilakukan untuk kepentingan domestik dalam negeri, kenapa malah melakukan kegiatan ekspor yang menimbulkan lebih banyak kerugian dan menyebabkan masalah lingkungan yang berkepanjangan nantinya.
Mantan menteri kelautan dan perikanan, Susi Pudjiastuti menolak keputusan presiden Joko Widodo ini dengan mengatakan  "Semoga keputusan ini dibatalkan karena kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut".
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa kebijakan ekspor pasir laut tidak berlaku pada semua wilayah yang ada di Indonesia dan akan ada peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Energi dan Sumber data mineral yang akan fokus mengatur terkait kebijakan tersebut.
Dikatakan bahwa pengerukan yang dilakukan sekarang dengan dengan rezim yang dilakukan dulu berbeda karena rezim yang terdahulu fokusnya di pertambangan tapi tetap saja pengerukan yang dilakukan membuat kerusakan ekosistem laut dan juga berimbas pada para nelayan.Â
Ekspor pasir laut juga memicu tenggelamnya pulau-pulau kecil akibat pengerukan serta meningkatkan abrasi dan erosi laut hingga meningkatkan intensitas banjir aerob, selain itu pemerintah juga perlu mewaspadai proyek reklamasi Singapura yang dikhawatirkan akan mempengaruhi batas wilayah antara Indonesia dan Singapura.
Pasir laut yang di impor dari Indonesia dianggap akan digunakan sebagai reklamasi negara lain. Salah satu contoh pernah terjadi antara tahun 1976-2002, pasir berasal dari Kepulauan Riau tepatnya dari perairan Kepri yang dikeruk untuk mereklamasi Singapura dalam menambah teritori daratannya. Dan hal ini berpotensi memunculkan konflik perbatasan.Â