Mohon tunggu...
Regina Rania Cahya K
Regina Rania Cahya K Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Saya adalah seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang memiliki hobi mengarang tulisan serta menonton film dan drama korea

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pelecehan Seksual, Apakah Murni Kesalahan Korban?

7 Juni 2022   13:21 Diperbarui: 7 Juni 2022   13:26 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di zaman ini, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan istilah "Pelecehan Seksual", karena hal ini tentunya sering kita dengar di lingkungan sehari-hari. Pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk kriminalitas yang paling sering terjadi di kehidupan sehari-hari. 

Pelecehan seksual terjadi tanpa pandang bulu, dapat dialami oleh siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki, dari kategori balita hingga kategori lanjut usia pun dapat menjadi korban pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat terjadi kapanpun dan dimanapun baik itu secara langsung, maupun secara tidak langsung dilakukan pada korban.

Pelecehan seksual secara langsung di Indonesia jelas sudah sering kita lihat pada berita-berita yang ada. Contohnya, kasus di mana seseorang yang secara tiba-tiba menyentuh bagian tubuh korban, memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan dari korban, bahkan menghamili korban. 

Contoh lain, pelaku secara tiba-tiba menunjukkan bagian tubuhnya pada seseorang. Atau juga istilah "Catcalling" yang sedang marak terjadi saat ini, di mana pelaku melakukan penyerangan secara verbal terhadap korban, terkadang lebih terkesan pada 'menggoda' korban secara langsung, umumnya dengan siulan, memanggil-manggil korban, dan memberikan gestur-gestur lain yang membuat korban merasa tidak nyaman.

Sementara itu, pelecehan seksual secara tidak langsung di Indonesia seringkali dilakukan lewat sosial media. Berkembangnya teknologi dan juga kebebasan dalam berekspresi memberikan pengaruh yang besar pada kasus pelecehan seksual ini. 

Melalui platform Instagram misalnya, banyak sekali oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang meninggalkan komentar tidak senonoh pada postingan korban yang menurutnya menarik. 

Selain itu juga banyak sekali terjadi kasus pelecehan seksual lewat aplikasi-aplikasi obrolan seperti LINE, WhatsApp, dan lainnya di mana pelaku meminta korban memberikan foto bagian tubuhnya, atau pelaku melontarkan kalimat-kalimat yang mengomentari atau bahkan menghina bagian tubuh korban.

Peristiwa pelecehan seksual ini pastinya dapat memberikan banyak dampak negatif bagi korban yang mengalaminya. Korban tentunya merasa tidak nyaman, korban dapat kehilangan kepercayaan terhadap lingkungannya, mengalami stress, depresi, trauma berat, gangguan mental, bahkan yang paling parah dapat menyebabkan korban meninggal dunia.

Dalam kehidupan sehari-hari tak jarang kita mendengar orang-orang berkomentar tentang kasus pelecehan seksual seperti,

"Kalo pakai bajunya bener pasti gak akan dilecehin,"

"Makanya jangan mancing kalau gak mau kena pelecehan,"

"Pantas aja dilecehin, orang gayanya aja kayak gitu."

Komentar-komentar yang dilontarkan tersebut jelas menyalahkan korban atas kasus pelecehan yang terjadi.

Sama halnya dengan korban pelecehan seksual, pelaku pelecehan seksual juga tidak memandang usia, gender, bahkan latar belakang pendidikan, semua orang dapat menjadi pelaku pelecehan seksual jika ia mau. 

Jika kita lihat kembali berdasarkan kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia, mayoritas pelaku pelecehan seksual adalah laki-laki dengan korbannya seorang gadis atau bahkan seorang anak kecil. 

Disamping itu, terdapat juga kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh perempuan kepada laki-laki, atau sesama jenis seperti perempuan kepada perempuan ataupun laki-laki kepada laki-laki.

Lantas, apakah terjadinya pelecehan seksual adalah murni karena kesalahan korban?

Untuk menjawab hal ini, dapat dikaji melalui beberapa aspek dari peristiwa pelecehan seksual yang telah terjadi.

1. Apakah korban menggunakan baju yang terbuka saat peristiwa tersebut? Tidak selalu.

Wanita berkerudung pun sering menjadi korban pelecehan seksual. Jangankan orang dewasa, anak-anak malang yang notabenenya tidak tahu menahu soal dunia pun sering menjadi korban pelecehan seksual.

2. Apakah korban berada di tempat sepi waktu tengah malam saat peristiwa tersebut? Tidak selalu.

Pelecehan seksual dapat terjadi bahkan di siang hari dalam kondisi keramaian, ataupun di suatu tempat di mana korban diseret secara paksa.

3. Apakah korban mengeluarkan gestur yang menggoda pelaku saat peristiwa tersebut? Tidak selalu.

Pada kebanyakan kasus, korban hanya duduk diam atau sedang berdiri dalam diam dan secara tiba-tiba merasakan sentuhan pada bagian tubuhnya. 

Pada pelecehan seksual secara tidak langsung, pelaku tiba-tiba mengirimkan foto bagian tubuhnya, atau sering juga meminta foto korban pada bagian tubuh tertentu.

Hal ini dapat dikaitkan dengan alasan dari para pelaku pelecehan seksual melakukan hal tersebut. 

Pada banyak kasus, pelaku diantaranya mengaku tiba-tiba tergoda untuk menyentuh bagian tubuh korban, memiliki keinginan untuk memaksa korban melakukan hubungan seksual secara tiba-tiba, memiliki fetish terhadap bagian tubuh korban, atau karena memiliki gairah seksual yang tinggi. Hal ini berarti terjadinya pelecehan seksual tidak semata-mata karena kesalahan korban. 

Pelaku yang bergerak menyerang bagian tubuh korban secara tiba-tiba, baik itu langsung maupun tidak langsung membuktikan bahwa faktor gangguan mental dan kejiwaan pada pelaku yang terbungkus menjadi sebuah keinginan adalah salah satu penyebab terbesar terjadinya peristiwa tersebut.

Namun, terlepas dari oknum mana yang bersalah pada kasus tersebut, pelecehan seksual tentunya sangat tidak pantas untuk dilakukan. Pelecehan seksual selain melanggar HAM, juga melanggar Pancasila dan nilai-nilai luhur serta nilai-nilai moral bangsa Indonesia. 

Oleh karena itu, pelecehan seksual harus diberantas dan dihilangkan dari Indonesia dan seluruh negara di dunia. Upaya yang dapat terus dilakukan saat ini adalah dengan memberikan hukuman yang adil dan memberikan efek jera pada pelakunya, baik itu dari segi hukum maupun dari segi sosial. 

Dengan disahkannya RUU TPKS, diharapkan upaya tersebut dapat terus terealisasikan dengan sebaik-baiknya, dan juga dapat menjadi penguat dan pelindung untuk para korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Selain itu, agar selalu terhindar dari kasus-kasus pelecehan seksual baik itu sebagai korban maupun pelaku, hal yang paling utama adalah kita harus selalu mendekatkan diri kepada Tuhan YME agar selalu dibimbing pada jalan yang lurus dan tidak tergoda untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran agama serta peraturan yang ditetapkan oleh bangsa dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun