Mohon tunggu...
Romeo Saru
Romeo Saru Mohon Tunggu... Administrasi - ASN / Gemar literasi/ Kota Sorong Papua Barat Daya /

"Perbedaan antara sesuatu yang tidak mungkin dan yang mungkin, terletak pada cara berpikir seseorang" -Haryanto Kandani-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langkah Kecil di Bawah Terik

31 Oktober 2024   19:00 Diperbarui: 31 Oktober 2024   19:03 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu matahari bersinar terik di atas Kabupaten Sorong, menggantung tanpa belas kasih di langit Papua Barat Daya. Pukul tiga siang WIT, saya baru saja keluar dari kantor dan menaiki motor untuk pulang. Sepanjang jalan bandara yang lebar, sekitar 30 meter, jalanan cor tanpa pohon pelindung atau trotoar membentang panjang. Debu beterbangan, memenuhi udara, mengiringi deru mesin kendaraan yang melaju.

Di depan sana, sosok seorang anak lelaki berjalan sendirian di pinggir jalan. Usianya sekitar lima belas tahun, mengenakan seragam sekolah yang sudah pudar warnanya. Ransel tua tergantung di pundaknya, terlihat berat dengan beban buku yang penuh harapan masa depan. Langkahnya tenang, namun terlihat letih setelah berjalan di bawah panas matahari yang membakar. Entah sudah berapa lama dia berjalan kaki di jalan ini.

Merasa kasihan, saya menghampirinya dan menawarkan tumpangan. Dia menyambut tawaran itu dengan senyum malu-malu dan segera naik ke motor.

"Rumahmu jauh?" tanyaku sambil tetap melajukan motor.

Dia mengangguk, lalu menjawab dengan suara pelan, "Iya, Pak. Tadi jalan kaki dari sekolah, sudah sekitar empat kilometer, tapi masih ada sekitar satu kilometer lagi ke rumah."

Kaget dengan jawabannya, saya langsung bertanya, "Empat kilometer jalan kaki dari sekolah?"

Dia tersenyum kecil, "Sudah biasa, Pak. Tidak ada angkutan ke kampung saya. Biasanya saya jalan kaki saja. Sekalian bisa menabung."

Hati saya terenyuh mendengar jawabannya. Di tengah segala keterbatasan, dia tidak menyerah atau mengeluh. Justru, dia tetap bersekolah dan menghadapi kesulitan dengan ketabahan luar biasa. Sepanjang perjalanan, kami berbincang tentang sekolahnya, tentang cita-citanya untuk suatu hari nanti menjadi seorang guru agar bisa mengajar anak-anak di kampungnya.

"Kenapa ingin jadi guru?" tanya saya, penasaran.

Dia menjawab penuh keyakinan, "Supaya anak-anak di kampung saya bisa belajar dan jadi orang sukses, Pak. Banyak yang putus sekolah karena harus bantu orang tua. Tapi kalau ada guru yang mau ajar di kampung, mungkin bisa bantu mereka untuk tetap sekolah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun