Bekerja bersama Lila ternyata jauh lebih menyenangkan dari yang Raka bayangkan. Proyek penulisan buku itu membawa keduanya semakin dekat, meskipun hubungan mereka belum didefinisikan dengan jelas. Setiap hari, mereka bertemu untuk berdiskusi tentang alur cerita, ide kreatif, dan bagaimana menggabungkan perspektif Raka sebagai penulis dengan visi Lila sebagai desainer.
Raka mulai merasakan kehangatan yang tak terbantahkan. Di balik tawa dan obrolan ringan mereka, ada ikatan yang semakin dalam, meskipun belum sepenuhnya diungkapkan. Mereka seolah menari di antara batas-batas profesional dan pribadi, menikmati momen kebersamaan tanpa harus memberikan label yang pasti.
Namun, segalanya mulai berubah ketika manajer proyek, seorang pria bernama Adrian, mulai lebih sering terlibat. Adrian adalah pria karismatik dengan gaya percaya diri yang selalu berhasil menarik perhatian. Awalnya, Raka menganggap kehadiran Adrian hanya sebatas profesional, karena tugasnya adalah mengawasi kelancaran proyek. Namun, seiring berjalannya waktu, Raka mulai merasakan sesuatu yang mengganggunya.
Adrian tampak selalu berusaha mendekati Lila, sering mengajak bicara dengan cara yang lebih personal, bahkan di luar urusan proyek. Ketika mereka bertiga berdiskusi, Adrian selalu menemukan cara untuk memuji Lila---baik tentang ide-ide kreatifnya maupun penampilannya. Pada awalnya, Lila hanya menanggapinya dengan senyum sopan, tapi Raka melihat bahwa Adrian semakin berani menunjukkan ketertarikannya.
Di salah satu pertemuan proyek, Adrian bahkan dengan santai mengajak Lila makan malam untuk membicarakan "hal-hal lain" di luar pekerjaan. "Lila, bagaimana kalau kita makan malam nanti? Ada beberapa hal menarik tentang desain yang ingin aku bahas, tapi kurasa akan lebih asyik kalau kita membicarakannya di tempat yang lebih santai," katanya sambil tersenyum lebar.
Raka yang duduk di samping Lila merasa dadanya menegang. Ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Meski ia dan Lila belum secara resmi menjadi sepasang kekasih, ada perasaan cemburu yang perlahan tumbuh di dalam dirinya. Kehadiran Adrian membuatnya merasa terancam, dan ia mulai bertanya-tanya apakah Lila mungkin juga tertarik pada pria itu.
Lila, tampak sedikit ragu, tersenyum kecil sebelum menjawab, "Mungkin di lain waktu, Adrian. Aku masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam ini."
Adrian tertawa kecil, seolah tidak tersinggung. "Tentu saja, tidak masalah. Kita bisa menjadwalkan ulang nanti."
Raka merasa sedikit lega mendengar jawaban Lila, tetapi kehadiran Adrian yang semakin intens mulai menimbulkan keretakan kecil di dalam hatinya. Apakah Lila benar-benar hanya melihat Adrian sebagai rekan kerja, atau ada sesuatu yang lebih? pikir Raka.
Hari-hari berikutnya, Raka mulai merasa semakin gelisah. Meski proyek mereka berjalan dengan baik, setiap kali Adrian hadir, atmosfer terasa berbeda. Raka tahu bahwa dia harus menyelesaikan perasaannya, tetapi ketakutan akan masa lalu dan kecemburuan terhadap Adrian membuatnya bingung. Ia tidak ingin mengungkapkan perasaannya terlalu cepat, takut akan merusak hubungan yang baru saja berkembang.
Namun, semakin lama ia menyimpan semua perasaan itu, semakin sulit baginya untuk berfokus pada proyek. Di satu sisi, ia tidak ingin kehilangan kesempatan bekerja bersama Lila. Di sisi lain, kehadiran Adrian mengganggu keseimbangan yang telah mereka ciptakan.
Akhirnya, di suatu malam setelah pertemuan proyek yang melelahkan, Raka memutuskan untuk berbicara dengan Lila. Mereka duduk di sudut kafe yang sudah sepi, dan Raka merasa ini adalah momen yang tepat untuk jujur.
"Lila," Raka memulai dengan suara pelan, "aku tidak tahu bagaimana harus mengatakannya, tapi... aku merasa ada sesuatu yang berubah sejak Adrian mulai lebih sering terlibat."
Lila menatap Raka dengan tatapan penuh perhatian. "Maksudmu, Adrian? Kenapa? Apa dia membuatmu merasa tidak nyaman?"
Raka menghela napas. "Ya, sedikit. Maksudku, aku tahu dia manajer proyek kita, tapi aku merasa dia... tertarik padamu, lebih dari sekadar urusan pekerjaan."
Lila terdiam sejenak, seolah memikirkan ucapan Raka. "Aku tidak terlalu memikirkannya, Raka. Adrian memang orang yang ramah, tapi aku tidak pernah melihatnya lebih dari sekadar rekan kerja."
Raka tersenyum tipis, meski rasa cemasnya belum sepenuhnya hilang. "Aku hanya ingin memastikan... karena aku peduli padamu, Lila. Dan aku tidak ingin sesuatu atau seseorang merusak apa yang kita punya."
Mata Lila melunak, dan ia mengulurkan tangan, menyentuh tangan Raka dengan lembut. "Raka, aku juga peduli padamu. Proyek ini penting, tapi kamu lebih penting bagiku."
Raka merasakan kehangatan yang kembali memenuhi hatinya. Namun, di balik momen itu, ia tahu bahwa kehadiran Adrian bisa membawa masalah lebih besar jika ia dan Lila tidak segera menentukan arah hubungan mereka.
To be Countinue.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H