Mohon tunggu...
refky junus
refky junus Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

"Good Company, Bad Stock" : Analisis Fundamental Saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE)

14 Desember 2016   17:18 Diperbarui: 14 Desember 2016   17:31 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Profil Perusahaan

PT Bumi Serpong Damai Tbk (selanjutnya BSDE) merupakan perusahaan pengembang real estate. Perusahaan ini merupakan bagian dari Sinarmas Land Group dan merupakan pengembang flagshipdari lini produk Self-sufficient Townshipgrup Sinarmas Land yakni BSD City. Konsep Self-sufficient Townshipsendiri merupakan kota, yakni wilayah pemukiman dengan infrastruktur, fasilitas-fasilitas serta lingkungan alam, yang terintegrasi untuk menjadi kota yang mandiri.

Segmen bisnis BSDE terbagi atas lahan, bangunan industri, rumah, ruko, bangunan kantor, pusat pendidikan dan hotel. BSD City menduduki kecamatan Serpong, Legok, Cisauk dan Pagedangan di kota Tangerang, Provinsi Banten. BSD City merupakan salah satu proyek andalan BSDE dengan area pengembangan secara keseluruhan mencapai 5.950 hektare yang juga dikenal sebagai kawasan pengembangan properti terbesar di area Jabodetabek.

Mulanya BSDE memiliki empat anak perusahaan yakni PT Duta Pertiwi Tbk, PT Sinar Mas Wisesa, PT Sinar Mas Teladan dan PT Bumi Paramudita Mas. Kemudian pada 24 Januari 2014, BSDE mendirikan PT Transbsd Balaraja dan PT Duta Mitra Mas, serta pada 11 Februari 2014, perusahaan mengakuisisi distrik komersil Rasuna Epicentrum dari PT Bakrie Swastika Utama. Hingga kini saham BSDE telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (selanjutnya BEI) dan Stuttgart Securities Exchange, Jerman.

Selama sembilan bulan pertama, untuk yang berakhir 30 September 2016, revenue BSDE berkurang 8% menjadi  Rp 4,25 Triliun. Sementara net income berkurang 33% menjadi Rp 1,158 Triliun.Revenue berkurang atas segmen real estate sebesar 10%, segmen hotel sebesar 4%. Earnings per Share (tanpa menghitung Extraordinary Items) menurun dari Rp 92.19 menjadi Rp 60.01. Berikut harga saham BSDE disertai benchmark yakni indeks sektor properti di BEI.

Penurunan harga saham BSDE sendiri, sejak 9 November 2016 (saat ditetapkannya Donald Trump sebagai Presiden terpilih Amerika Serikat), yang mana sebelumnya (8 November) ditutup pada harga Rp. 2.120, hingga kini sebesar Rp. 1.815 (12 Desember) adalah sebagian besar adalah oleh minggatnya investor asing dari bursa akibat berbagai sentimen global, bahkan hingga berulangkali menjadi top mover di BEI saat indeks komposit tertekan foreign sell pada dan pasca 9 November 2016. Hal ini terjadi sementara kinerja perusahaan masih wajar dan prospek perusahaan kedepannya masih cukup baik. Adapula alasan pemilihan BSDE yang lain dipaparkan pada bagian selanjutnya, yakni fundamental menunjukan kesehatankeuangan dan prospek kedepan bagi perusahaan.

Analisis Makro

Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, serta jumlah masyarakat kelas menengah yang besar, serta bonus demografi cukup mendukung peningkatan permintaan properti di masa depan. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki profil demografis yang baik dengan 50% dari penduduknya berada di bawah usia 30 tahun. Kurangnya pasokan perumahan yang besar mencapai sekitar 13,5 juta unit, membuka lebih banyak kesempatan untuk pengembangan properti. Indonesia juga memiliki harga properti yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dampak kebijakan tax amnesty juga strategis bagi perkembangan bisnis properti di akhir 2016 dan awal 2017 dimana dana repatriasi berpotensi untuk diinvestasikan di sektor properti

Analisis Industri

Sejatinya ada beberapa hal yang mendasari membaiknya sektor properti secara fundamental di Indonesia. Pertama, koreksi dari Bank Indonesia terkait suku bunga SBI, dari mulai Januari 2016 yang masih berada di kisaran angka 7,25% menguat pada posisi 6,40% pada Agustus 2016. Kondisi itupun diperkuat dengan kebijakan pemerintah terkait penurunan syarat LTV (loan to value) uang muka untuk kredit kepemilikan rumah. Jika pada awalnya untuk rumah pertama 30%, rumah kedua 40% dan ketiga 50%. Maka saat ini uang muka untuk rumah pertama menjadi 15%, rumah kedua 20% dan ketiga 25%.

Di samping itu, BI juga menghapus larangan kredit inden untuk fasilitas kredit. Pada 19 September 2016, pemerintah juga mengeluarkan aturan baru mengenai kepemilikan asing di sektor properti sebagai tindak lanjut untuk mempercepat pertumbuhan properti, yakni investor asing boleh memiliki penuh dan merendahkan nilai minimum properti yang dapat dimiliki, misalnya seperti untuk apartemen di Jakarta yang sebelumnya diatur minimal Rp 5 Miliar menjadi Rp3 milliar.  Regulasi yang baru mengubah skema bahwa asing dapat membeli properti dengan hak pakai bebas untuk tanah perumahan dan hak pakai dengan membangun untuk apartemen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun