Indonesia yang dinobatkan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.000 lebih tentu memiliki potensi sumber daya laut yang sangat luar biasa. Dengan dua per tiga wilayah Indonesia dipenuhi oleh lautan, hal ini membuat Indonesia memiliki lingkungan yang kaya akan keanekaragaman hayati laut dan potensi ekonomi yang besar.Â
Namun fakta ini belum sesuai dengan realita yang terjadi, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa bahwa kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) kemaritiman Indonesia masih relatif kecil yakni diangka sekitar 7% (Firdausya, 2023). Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak sekali potensi yang bisa digali dari sektor kemaritiman di Indonesia.
Tentu dalam meningkatkan perekonomian di sektor kemaritiman, Indonesia harus tetap memperhatikan keberlanjutan ekosistem kelautan. Maka dari itu saat ini pemerintah tengah mengembangkan konsep blue economy dalam memajukan perekonomian kemaritiman.Â
Menurut laman Kadin Indonesia, Blue Economy adalah konsep yang menggabungkan pemanfaatan sumber daya laut dengan pendekatan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, pelestarian ekosistem laut, serta menciptakan lapangan kerja (KADIN, 2023).
Salah satu strategi pemerintah dalam memajukan perekonomian kelautan adalah dengan memacu penanaman investasi di sektor kelautan. Berbagai fasilitas dan kemudahan berusaha ditawarkan pemerintah guna menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.Â
Salah satu fasilitas yang diberikan adalah fasilitas perpajakan berupa keringanan pajak penghasilan (tax allowance) terhadap bidang usaha sektor kelautan dan perikanan yang memenuhi kriteria dan syarat tertentu sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2022.
Dalam aturan tersebut, kriteria dan syarat yang diwajibkan oleh pemerintah untuk mendapatkan fasilitas keringanan pajak  lebih berfokus pada unsur ekonomi seperti batas minimal nilai investasi, ketentuan kuantitas produk yang diekspor dan penyerapan tenaga kerja namun pemerintah belum mensyaratkan unsur-unsur keberlanjutan sumber daya kelautan. Untuk mendukung program blue economy, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk menambahkan kriteria dan persyaratan yang berhubungan dengan keberlanjutan ekosistem laut layaknya konsep "Corporate Social Responsibility (CSR) untuk penghuni lautan".
Perusahaan yang ingin mendapatkan fasilitas tax allowance harus memenuhi syarat seperti menggunakan teknologi yang berbasis Cultured Bases Fisheries (CBF) dalam melakukan budidaya perikanan di laut, menggunakan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan dan tidak merusak habitat maupun ekosistem laut serta memiliki tanggung jawab untuk juga berkontribusi dalam mengurangi sampah plastik yang telah mencemari lautan.Â
Sistem pemberian tax allowance ini bisa mengacu pada kriteria dan syarat yang bisa dipenuhi, apabila perusahaan bisa memenuhi seluruh kriteria maka akan diberikan fasilitas tax allowance sebesar 100% dan apabila hanya bisa memenuhi beberapa syarat keberlanjutan maka hanya mendapatkan fasilitas sebesar 50% saja. Apabila perusahaan tidak bisa memenuhi persyaratan keberlanjutan laut ini, maka fasilitas tax allowance tidak bisa diberikan.
Selain memberikan fasilitas tax allowance bagi perusahaan yang memenuhi kriteria dan persyaratan yang mendukung blue economy. Pajak dari sektor kemaritiman ini juga bisa diterapkan sistem earmarking tax. Earmarking tax merupakan kebijakan pengalokasian dana pajak yang digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pajak yang dipungut (Masihor dan Pontoh, 2015).Â
Pajak yang telah dipungut dari perusahaan sektor kemaritiman atau yang berhubungan dengan sektor kemaritiman digunakan kembali untuk membiayai sektor tersebut. Pajak tersebut dapat digunakan untuk membiayai berbagai program dibidang kemaritiman yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pesisir.Â