Mohon tunggu...
Refila Karla
Refila Karla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya mahasiswi yang suka hal-hal duniawi: menonton film, mendengarkan musik, dan berjalan-jalan (kalau sedang punya uang).

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diplomasi Kerajaan di Masa Kesultanan Mataram

15 Oktober 2021   22:25 Diperbarui: 15 Oktober 2021   22:38 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ario Bayu memerankan Sultan Agung dalam film garapan Hanung Bramantyo "Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta" (2018).  

Salah satu faktor kekalahan Mataram dalam penyerangan pertama adalah kurangnya perbekalan makanan, sehingga dalam peristirahatan ini, mereka membangun lumbung-lumbung padi sebagai pasokan pangan. Namun, seorang mata-mata menemukan letak lumbung padi ini dan akhirnya membakar seluruh perbekalan tentara Mataram.

Lukisan Sultan Agung oleh pelukis asal Bandung Basuki Bawono|Sumber : Wikipedia/Basoeki Bawono 
Lukisan Sultan Agung oleh pelukis asal Bandung Basuki Bawono|Sumber : Wikipedia/Basoeki Bawono 

Pada waktu itu, kolera dan malaria sedang mewabah dan menjangkiti orang-orang, tak terkecuali tentara Mataram sendiri. Tumenggung Sura Agul-Agul yang menjadi pemimpin penyerangan akhirnya menggunakan taktik yang sama ketika sedang melawan Surabaya, yakni membendung sungai. 

Strategi ini dilakukan karena kondisi tentara Mataram yang tidak memungkinkan untuk menyerang. Akhirnya, mereka mencemari sungai Ciliwung dengan bangkai hewan, sehingga airnya yang mengalir hingga Batavia membawa bibit penyakit dan membuat Batavia terserang wabah kolera. Wabah ini menewaskan banyak pihak Belanda, termasuk Jan Pieterszoon Coen yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. 

Walau begitu, ada versi lain yang menyatakan bahwa JP Coen sebetulnya tewas dalam penyerangan Mataram. Kepalanya dipenggal dan dikuburkan di bahwa tangga Imogiri. Namun, sejarawan Johny Khusyairi membantah versi kedua ini dan menyatakan bahwa pemakaman JP Coen oleh Belanda digelar dengan sangat megah di pemakaman yang mewah. Lokasi pemakamannya tidak sembarangan dan sekarang menjadi Museum Wayang Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun