Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat pada tahun 2020 hampir Rp. 30,5 miliar kerugian negara berasal dari korupsi sumber daya alam. Kerugian terbesar korupsi sumber daya alam yaitu kasus dari sektor tambang dan sektor kehutanan.  Pada tingkat global negara-negara penghasil tambang dan minyak bumi cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi yang lambat.Â
Saling keterkaitan adanya tingginya kelimpahan sumber daya alam semakin tinggi potensi munculnya konflik dan perebutan kekayaan alam. Negara-negara Timur Tengah seperti Iraq, Suriah, Yaman, dan Mesir sering mengalami konflik yang diduga terkait persaingan dalam pemanfaatan sumber daya minyak. Pada tahun 2022 negara-negara eksportir mineral mengalami kenaikan harga minyak yang cukup pesat namun dampaknya hanya mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,9% saja (Wheller, 2017).
Kekayaan sumber daya alam yang seharusnya mempercepat pertumbuhan ekonomi, menurunkan tingkat kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru memicu negara-negara kaya akan SDA memberikan fakta yang berlawanan. Fakta yang terjadi pertumbuhan ekonomi melambat, kemiskinan merata, dan masyarakat jauh dari kesejahteraan.Â
Kondisi tersebut menjadi menarik dalam studi ekonomi politik yang dikenal sebagai Natural Research Curse atau kutukan sumber daya alam. Dasar penyebabnya lemahnya kelembagaan sehingga kekayaan alam dieksploitasi secara berlebihan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan.Â
Pada akhirnya pengelolaan sumber daya alam hanya menguntungkan bagi salah satu pihak yaitu investor atau pemerintah dibandingkan untuk kepentingan rakyat. Kejadian ini dapat kita ketahui bahwa Venezuela yang memiliki kekayaan minyak, Angola serta Republik Kongo yang kaya akan berlian tidak mencerminkan kesejahteraan rakyatnya.
Negara-negara berkembang, seperti Indonesia sangat bergantung pada kekayaan alam untuk mendukung pembangunan nasional. Namun, semakin meningkatnya kebutuhan manusia dan keterbatasan sumber daya alam, terjadinya eksplorasi dalam skala besar menyebabkan kelangkaan yang seringkali tak terhindarkan dalam proses menuju industrialisasi.Â
Produksi besar-besaran untuk meningkatkan pendapatan ekonomi justru dapat menyebabkan fluktuasi harga, pada akhirnya akan mengganggu anggaran belanja dan menciptakan volatilitas pendapatan.
Dalam kondisi tersebut, pemerintah seharusnya berperan penuh dalam mengatasi masalah negara. Namun faktanya pemerintah tidak sepenuhnya memiliki kepentingan dan tujuan yang sama. Pemerintah terdiri dari individu-individu yang memiliki kepentingan dan keterbatasan pribadi.Â
Dalam menjalankan tugasnya seringkali pemerintah mengalami kegagalan. Kegagalan pemerintah dalam mengatasi permasalahan negara dapat terjadi pada ketidakadilan pelaksanaan demokrasi, kolusi, korupsi, nepotisme, kurangnya efisiensi dalam partisipasi birokrat, ketidakjelasan, ketidaklengkapan, serta kesalahan implementasi desentralisasi terkait pembagian tugas dan alokasi dana.
Pemerintah dalam menjalankan tugasnya dilandasi dengan aturan dan kebijakan yang mengikat. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing merupakan salah satu aturan yang mendasari kegiatan investasi yang bertujuan untuk mendukung pembangunan nasional.Â
Kehadiran investor asing yang semula berperan sebagai pendorong  perekonomian negara berubah menjadi ladang bisnis baru terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penerima modal (Indonesia) mengharapkan para investor dapat melakukan transfer teknologi, memperluas akses pasar global, memperkuatan ikatan ekonomi antar negara, dan membuka lapangan pekerjaan baru.Â
Para investor asing akan tertarik untuk berinvestasi terutama pada negara berkembang yang memiliki peraturan bisnis sederhana, pembangunan infrastruktur dan penawaran investasi yang menarik. Â Namun dengan adanya kemudahan bagi investor asing untuk menanamkan modal menjadi sebuah ancaman baru bagi Indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Semakin banyak investor yang menanamkan modal semakin besar pula ancaman penguasaan kekayaan alam dan kerusakan akibat kegiatan industrialisasi.
Keserakahan dan kepentingan pribadi dapat memicu korupsi sumber daya alam dengan harapan memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya namun tidak memikirkan keberlanjutan. Korupsi sumberdaya alam kerap terjadi mulai kalangan rendah hingga tertinggi yang memainkan perubahan kebijakan.Â
Kekayaan alam yang melimpah diperjualbelikan dengan adanya suap sehingga memudahkan pemberian perizinan gratifikasi. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan suap untuk mempermudah perizinan juga dapat memengaruhi pembentukan regulasi yang menguntungkan bagi perusahaan. Bahkan sejak awal pembentukan undang-undang, pelanggaran terjadi dengan mengabaikan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat luas.
Korupsi di sektor sumber daya alam juga menyebabkan oligarki mengendalikan kekayaan alam. Akibatnya, kekayaan alam dikuasai oleh orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan penguasaan kekuasaan. Distribusi sumber daya alam dalam suatu negara sangat tidak seimbang dan rakyat tidak dapat memperoleh manfaat sepenuhnya.Â
Tingginya risiko korupsi penggunaan sumber daya alam juga didasari oleh ketidakpastian hukum dan perizinan dalam mengelola dan mempertahankan sumber daya alam sehigga menimbulkan banyak kegiatan illegal. Selain itu salah satu penyebabnya sebab minim keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan.Â
Korupsi terkait sumber daya alam mengakibatkan penurunan potensi pendapatan negara dari sektor pajak seperti pajak penghasilan badan (PPPH Badan) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Penguasaan kekayaan alam oleh perusahaan pada suatu negara juga memicu eksploitasi yang merusak lingkungan secara besar-besaran.
Didukung pernyataan Belinda A. Margono, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) di Ditjen PKTL, menunjukkan fakta bahwa deforestasi di Indonesia pada tahun 2020-2021 mencapai 113,5 ribu hektar sedangkan pda tahun 2021-2022 mencapai 104 ribu hektar.Â
Namun di sisi lain Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan investasi tahun 2021 melebihi target yang ditetapkan sebelumnya. Investasi terealisasi sebesar USD 4,52 miliar atau 105% dari target yang telah ditetapkan, sementara PNBP terealisasi hingga 192% atau setara dengan Rp 75,15 triliun.
Konsekuensi negatif korupsi sumber daya alam adalah kehilangan potensi pendapatan negara. Sumber daya alam seharusnya menjadi sumber pendapatan yang besar bagi negara, namun berbalik hanya menguntungkan bagi koruptor memperkaya diri. Dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan menjadi tidak efisien akibat korupsi sumber daya alam.Â
hal ini berdampak pada keterlambatan pembangunan, Â penindasan terhadap rakyat miskin, dan meningkatnya kesenjangan sosial. Selain itu, korupsi sumber daya alam berdampak negatif pada lingkungan hidup. Kegiatan penambangan ilegal yang berlebihan akibat penyalahgunaan izin usaha hutan mengakibatkan kerusakan pada ekosistem alami.Â
Hutan yang semula menjadi sumber keanekaragaman hayati dan menjaga kesimbangan alam justru menjadi sumber kerusakan tersebut. Eksploitasi hutan juga mengakibatkan hilangnya habitat flora dan fauna. Apabila tidak dilakukan tindakan dan kebijakan yang tepat, kekayaan sumber daya alam Indonesia yang sangat berharga akan terkuras habis.
Banyaknya kasus korupsi sumber daya alam berdampak pada pendapatan negara melalui pajak dan menambah beban negara dalam memperbaiki kerusakan lingkungan. Menurut Indeks Kelestarian Lingkungan (ESI) dari World Economic Forum menyatakan bahwa terdapat hubungan erat antara tingkat korupsi dan kesehatan lingkungan. Semakin tinggi tingkat korupsi di suatu negara, maka semakin rendah kelestarian lingkungan hidupnya. Oleh karena itu ESI menyampaikan bahwa salah satu solusi menjaga keberlangsungan lingkungan hidup yaitu dengan mengurangi korupsi sumber daya alam.
Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum tentang pengelolaan sumber daya alam perlu dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat juga harus mengambil bagian dalam pengawasan dan melaporkan kasus korupsi. Selain itu, peningatan komitmen oleh perusahaan penting dilakukan untuk bertindak sesuai kebijakan dan berkontribusi pada pembangunan yang berkelanjutan. Pentingnya edukasi kepada pihak-pihak terkait dapat menjadi solusi untuk meminimalisisr adanya korupsi sumber daya alam. Melalui pendidikan yang menekankan nilai-nilai integritas, transparansi, dan keadilan, dapat membentuk generasi sadar akan pentingnya menjaga serta menggunakan sumber daya alam secara bertanggung jawab. Dengan pemahaman dan kesadaran diri yang kuat para generasi muda akan menjadi agen perubahan menuju pembangunan yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H