Mohon tunggu...
Redo Sobirin
Redo Sobirin Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa UIN Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Hukum Tiga Tahap di Desa Jumbak, Jambi

22 November 2023   14:12 Diperbarui: 22 November 2023   14:25 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hakikatnya manusia merupakan manusia yang berbentuk individu akan tetapi bergerak secara berkelompok, tanpa suatu kelompok yang membersamainya, maka manusia tersebut akan menjadi sosok yang kacau atau bisa menjadi manusia manusia yang sedikit rancu dibandingkan dengan yang lainnya, maka oleh karena itulah manusia manusia tersebut memerlukan suatu konsep atau sebuah unsur yang akan mengingat mereka secara langsung maupun secara tidak langsung.  

Maka atas dasar itulah keberadaan sebuah aturan tersebut sangat diperlukan, dan aturan pertama yang dikenal manusia adalah aturan Tuhan. Dalam sejarah manapun, manusia berkembang dengan sangat signifikan itu didasari oleh bagaimana manusia tersebut memahami konsep konsep ketuhanan terlebih dahulu, dan konsep konsep ketuhan itulah yang membawa manusia tersebut menuju sebuah kebajikan yang hakiki. Namun jika kita lihat secara lebih mendalam, maka konsep konsep ketuhanan tersebut juga mesti berkembang sesuai dengan tuntutan manusia, jika tidak berkembang, maka konsep ketuhanan tersebut akan mengekang manusia yang pada awalnya memang bergantung kepada konsep tersebut.

Di abad modrn, kita tentu mengenal tokoh tokoh yang sangat luar biasa, terutama didalam bidang pemikiran, hingga pada saat Sosiologi mulai dikembangkan dengan pesat dan mulai diajarkan di setiap Instansi pada masa itu. Salah satu tokoh pemikiran yang membagi konsep konsep hukum tentang Religi dan ketuhanan adalah Auguste Comte yang membagi tahapan tersebut menjadi tiga tahapan, yaitu Teologis, Metafisis dan Positivis. 

Dan dengan adanya pembagian tersebut kita bisa melihat bagaimana sebuah kelompok masyarakat itu akan berkembang jika ia beranjak dari satu tahap ketahapan berikutnya, dan jika ia tidak beranjak dari tahapan tahapan tersebut, maka ia akan menjadi tertinggal dibandingkan dengan manusia lainnya. Dan orang yang tidak beranjak atau tidak menaikkan levelnya tersebut akan selamanya terkekang didalam aturan ketuhanan yang ia buat sendiri.

Jika kita membahas lebih dalam, maka kita akan mengutip salah satu tulisan dari Silfia Hanani tentang hukum tiga tahap tersebut, yaitu pada tahapan yang pertama adalah. Tahapan teologis dalam tahapan ini merupakan periode awal perkembangan individu di mungka bumi ini, karena pada tahapan ini individu masih sangat bersifat primitive terhadap alam. 

Hal ini terjadi karena individu masih memilki ketergantungan yang sangat erat dengan alam, yaitu seluruh sumber kehidupan ini individu bersumber dari alam. Dan pada tahapan ini invidu belum mampu untuk berfikir secara rasional, karena pada saat ini pemikiran masyrakat masih menyembah roh-roh atau makhluk halus.

Kemudian yang kedua ada Pada tahap metasifik sudah terjadinya transisi dari teologis ke tahap yang positif. Dimana segala gejala yang terdapat di dalam masyarakat sudah dapat untuk diungkap atau bisa diselrsaikan dengan akal dan budi. Meskipun pada tahap ini belum bisa untuk empiris seutuhnya akan tetapi sudah berusaha untuk menyelesaikan suatu gejala dalam masyarakat secara rasional. Bisa dikatakan pada tahapan ini sudah terjadi pergeseran arah pemikiran manusia

Nah pada tahapan terakhir ini kita akan masuk kepada tahapan positif, dimana segala sesuatu tersebut harus bisa didasarkan kepada konsep akal dan logika dan segala sesuatu tersebut harus berdasarkan Sains tanpa meninggalkan konsep konsep Teologis dan Metafisik yang telah dibahas sebelumnya. Dan oleh karena itu, segala sesuatu yang terjadi harus bisa dinalar dengan logika yang matang dan kokoh, sehingga bisa membentuk sebuah konsep atau aturan yang matang.

Setelah kita memahami konsep dan sejarah dari Auguste Comte tentang hukum tiga tahap tersebut, tentu saja kita akan mencoba memahami dan mencari tau bagaimana Implementasinya terhadap kehidupan Masyarakat dan apa dampak yang bisa diperoleh terhadap hal tersebut.

Dan Jika kita mencoba untuk masuk kesebuah daerah yang sering dikenal sebagai daerah pendalaman, atau daerah yang jauh dari pusat keramaian. Maka kita akan menemukan sebuah fenomena yang unik yaitu bagaimana setiap mayarakat tersebut masih sangat kokoh dan kuat keyakinannya terhadap konsep Teologis dan Metafisik, seingga tidak jarang dan juga merupakan sesuatu yang lumrah ketika ada sekelompok penduduk atau masyarakat yang menolak kehadiran dari sebuah kemajuan yang dibawa oleh orang dari luar daerah tersebut. Dan itu juga akan kita temukan saat kita memasuki suatu daerah yang berada sedikit jauh dari keramaian kota yaitu yang dikenal dengan Desa Jumbak, lebih tepatnya di Muaro Bungo, Jambi. 

Ketika kita melangkahkan kaki menuju daerah tersebut, kita akan melihat secara tidak langsung betapa kokohnya dan kuatnya pemahaman penduduk setempat tentang konsep Teologis dan Metafisik. Dan masyarakat setempat sangat minim sekali kepercayaan mereka terhadap hal hal yang bersifat Positifis.

Desa Jumbak adalah sebuah daerah yang memiliki sejarah yang cukup panjang, sama seperti daerah daerah tua lainnya. Dengan cerita yang sangat panjang dan sebagian cerita yang dibuat buat, dan dengan kontur alam yang masih diliputi oleh perkebunan sawit dan karet, membuat daerah tersebut seperti terisolasi dari daerah lainnya. Selain itu daerah tersebut juga mempunyai cerita mistik yang cukup kuat, mungkin itu semua diakibatkan oleh daerah yang jauh dari keramaian dan lingkungan alam yang juga sangat dekat dengan kehidupan alam bebas. 

Maka tidak mengherankan jika semua itu terjadi begitu saja, dan membuat sistem Teologis penduduk setempat menjadi begitu pekat dan kokoh sehingga bagaimanapun orang dari daerah luar mencoba mempengaruhi hal tersebut, sangat sulit rasanya untuk mengubahnya. Dan jikapun akan merasakan hawa perubahan, maka perubahan yang terjadi hanya meningkat kekonsep metafisik.

Pada awalnya, Desa Jumbak merupakan suatu daerah tempat pelarian orang orang tempo dulu saat perperangan terjadi antara pejuang Nusantara melawan Pasukan Jepang pada tahun 1942. Namun seiring berjalannya waktu, orang orang dari luar yang bukan hanya melakukan pelarian karena perang, akan tetapi ada juga yang melakukan pelarian disebabkan pengusiran atau tidak diterima didaerah asalnya. Maka atas dasar itulah daerah tersebut memiliki banyak sekali penduduk yang merupakan orang orang pendatang dari daerah luar.

Dan itu juga menjadi faktor sulitnya akses pemahaman positifis untuk merasuki daerah tersebut. Ditambah lagi kokohnya ilmu ilmu dalam dan mistik, membuat daerah tersebut menjadi salah satu dari sekian banyaknya daerah yang terisolir, sehingga pemahaman baru sangat sulit untuk dijangkau dan diberikan secara menyeluruh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun