Hasil tindak pidana yang dilakukan Indra Kenz , Bagaimana Keadilannya?
Berbicara tentang Tindak pidana pencuian uang yang menjerat Indra Kenz baru-baru ini , permasalahan tersebut tidak diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) melainkan diatur secara khusus dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2010. Dalam pasal  1 UU  No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dijelaskan bahwa Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan pasal-pasal ini.
Selanjutnya dijelaskan dalam Bab II (TPPU)  pasal 3 “Setiap orang yang menempatkan,mentransfer , mengalihkan , membelanjakan , membayarkan , menghibahkan , menitipkan , membawa ke luar negri mengubah bentuk , menukarkan dengan mata uang surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuaan menyembunyikan dan menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pada Bab I pasal 2 ayat 1 menjelaskan tentang hasil-hasil dari tindak pidana dengan berbagai bentuk. Dijelaskan bahwa Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana. Harta kekayaan itu berbagai bentuk baik secara fisik ataupun non fisik.
Selanjutnya mengenai hasil yang ditimbulkan dari tindak pidana tersebut serta dampak bagi korban.Â
Salah satu kasus yang menarik dalam hal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah contoh dari kasus Indra Kenz seorang afiliator dan investasi palsu yang tidak memiliki izin dari badan pengawas. Hakim menjatuhkan putusannya kepada Indra Kenz dengan pidana penjara paling lama 10 tahun serta membayar denda sebanyak 5 miliar yang apabila tidak dibayar akan di penjara selama 10 bulan.
 Majelis hakim menolak tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut agar Indra Kenz dihukum dengan ancaman 15 tahun pernjara dan denda uang Rp 10 miliar subsider 12 bulan penjara . Hakim menjatuhkan putusan yang lebih ringan dari tuntuan  jaksa. Hakim menjatuhkan hukuman ke Indra Kenz dengan Penjara 10 tahun  dan denda sebesar 5 miliar dan apabila denda tidak dibayar , maka terdakwa harus menambah kurungan penjara 10 bulan.Â
Hakim mengatakan alasan keringanan bagi Indra Kenz , Indra Kenz dinilai menyesali  perbuatannya dan telah meminta maaf kepada korban dan keluarga korban atas perkara yang menjeratnya ini.  Selain itu , Indra Kenz sudah dimiskinkan negara dengan aset kekayaannya yang telah di sita.
Dalam pasal 27 UUD 1945 , menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman  adalah kekuasaan yang mandiri dan bebas. Ini mengandung  arti bahwasannya hakim bebas dari intervensi pihak manapun. Dijelaskan lagi dalam pasal 27 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 jo UU No. 35 Tahun 1999  tentang kekuasaan kehakiman bahwasannya hakim dalam menjatuhkan putusan harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Kesimpulannya , keputusan hakim menolak tuntutan jaksa sudah benar karena terdakwa dalam hal ini berprilaku baik dan sadar terhadap kesalahannya serta terdakwa sudah dimiskinkan negara. Â
Di persidangan sebelumnya , majelis hakim menolak eksepsi korban dari Indra Kenz , yakni Rizki Rusli. Rizki tak terima dengan putusan majelis hakim yang memutuskan menyita aset Indra Kenz dirampas untuk negara. Majelis hakim mengatakan alasan penolakan pengembalian barang rampasan atau barang hasil tindak pidana. Alasannya adalah karena pengguna tersebut secara sadar dan paham serta menerima konsekuensi akibat dari penggunaan aplikasi judi tersebut.
Jika aset korban dikembalikan oleh negara dan tidak dilakukan perampasan terhadap aset tersebut, korban akan merasa dapat perlindungan dan kepastian hukum . Kedepannya akan banyak masyarakat yang berkeinginan kuat untuk bekerja sama dalam penanggulangan pemberantasan tindak pidana pencucian uang karena merasa hak-hak korban dilindungi oleh negara.Â