Mohon tunggu...
Reda Gaudiamo
Reda Gaudiamo Mohon Tunggu... -

a daughter-sister-wife-mother-friend

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Minggu Ini: Kolam Renang Cikini

24 November 2015   14:44 Diperbarui: 24 November 2015   15:37 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu pagi tadi, panasnya bukan main. Saya pikir akan turun hujan. Ternyata hingga lewat jam 10, langit mendung pun tidak. Jadi, saya putuskan untuk ke Cikini, berenang. Rindu main air yang sejuk di hari panas.

 Dulu...

Setiap Senin sore, Kolam Renang Cikini harus dikunjungi karena jaman itu –SMA- saya pilih ekskul renang. Ya, ngakunya sih berenang tiap Senin dari jam 3 sampai 4, nyatanya bisa dihitung berapa kali dalam setahun saya masuk kolam. Malas. Habis kolamnya selalu penuh sesak! Rasanya semua sekolah di seantero Jakarta Pusat mengirimkan muridnya ke Cikini. Baru meluncur sedikit, kepala sudah bertumbukan dengan kaki entah siapa. Tangan mengayun, nyangkut ke lengan teman. Itu baru soal padatnya penghuni kolam. Belum lagi soal kebersihannya. Ampun! Betapa sering ingus nempel di rambut. Dan saya yakin-seyakinnya, pasti banyak banget yang pipis di dalam kolam, karena malas ke WC yang pintunya nggak bisa dikunci itu.

Masalah berlanjut setelah selesai berenang. Waktu mau bilas, yang ada ruangan segi empat dengan 12 pancuran/shower menempel di dinding. Tidak ada ruang tertutup untuk mandi. Bahkan tempat gantungan baju/handuk saja tak ada! Sehingga yang kami lakukan adalah keramas-mandi-cuci baju berenang dilakukan sekalian. Shampoo sachetan (waktu itu adanya Tancho atau Kao Feather Shampoo) dipakai untuk semua kegiatan tadi. Sementara handuk dan lain-lain dititipkan pada teman yang memilih tidak berenang sama sekali. Yang pasti, habis berenang di sini, harus mandi ulang di rumah.

Sungguh, kalau nggak karena urusan ambil nilai, saya dan teman-teman memilih nongkrong di pinggir kolam. Habis semua itu, kami pasti duduk di depan kolam, makan bakso. Meski nggak banyak gerak, hebatnya perut selalu menjerit-jerit dan hanya mau diam setelah diisi mie bakso.

Urusan berenang di Cikini langsung selesai begitu tamat SMA. Saya tak pernah ingin mampir ke sana. Sampai pada suatu hari, belum lama ini, saya diajak ngopi oleh teman di hotel Ibis Budget yang terletak di depan/samping kolam renang. Eh, kolamnya keren! Betapa beda dari jaman SMA dulu. Airnya biru, menggoda. Dan yang paling penting: SEPI! Ah, saya harus ke sini.

 

Beberapa Bulan Lalu

Pada suatu akhir pekan,  saya menuju kolam penuh kenangan itu sambil membawa gembolan perlengkapan renang.

“Walah, bawaannya banyak banget?” suami berkomentar, “Handuknya ditinggal saja. Pasti ada di sana,” katanya lagi. Hmm, betul juga ya. Tapi, siapa yang bisa menjamin segaa handuk dan perlengkapannya bakal disediakan? Daripada ribet, saya putuskan bawa semua saja. Kalau kelebihan, bagus. Kalau kurang? Celaka![caption caption="Foto: kolamrenangumum.blogspot.com"][/caption]

Tiket masuk Rp. 50 ribu, plus Rp. 15 ribu untuk lemari kecil. Uang yang melewati loket bertukar dengan tiket merah muda dan kunci terkait di gelang. Tidak ada handuk, shampoo atau sabun. Untung nggak menuruti saran suami….

Begitu melewati pintu ganti baju, kenangan jaman SMA itu kembali seada-adanya. Ruang ganti baju tetap tak berpintu. Tirai dari plastic melambai ke sana ke mari. Kamar kecilnya? Ada, di tempat yang dulu juga. Pintunya sudah bisa ditutup, tapi gelap. Lalu tempat bilasnya? Persis-sis-sis seperti yang dulu. Tak ada perubahan sama sekali. Kedua belas pancuran masih berada di posisi yang sama, beberapa malah sudah patah engkolnya jadi tak bisa digunakan. Sudah ada gantungan baju, tapi letaknya begitu dekat dengan pancuran. Jadi kalau mandi terlalu seru, basahlah handuk kita.

Oh, hampir lupa: kunci locker yang harganya Rp. 15 ribu itu! Bisa membuka satu loker dari rak dari bahan besi yang langsing, ringkih. Kalau disenggol, goyanglah rak berisi 4 loker itu. Ada 4 rak seperti itu. Kunci seadanya, tapi sejauh ini aman-aman saja.

Tetapi lepas dari semua itu, kolam renang Cikini cukup memenuhi syarat untuk menghapus kerinduan saya pada berenang. Kolam tidak terlalu penuh. Sebagian besar berenang untuk urusan kejuaraan. Most of them are athletes! Ada juga yang bukan: serombongan anak-anak SMA –cowok dan cewek- memanfaatkan kolam sebagai arena PDKT. Yang cowok mencoba menyeberang lebar kolam, mengepakkan tangan, menciptakan percikan air bertubi-tubi. Apa daya, sebelum sampai di tengah, mereka sudah kehabisan napas, sehingga harus buru-buru kembali ke tempat semula. Sementara yang perempuan tertawa-tawa, menjerit-jerit, menempel, merayap-rayap di pinggir kolam. Ah, itu pemandangan yang sudah saya kenal sejak jaman SMA dulu. Rombongan seperti ini sudah ada ketika itu. Ternyata tak ada perubahan meski telah lewat lebih dari 35 tahun.

Jadi dengan semua pemandangan itu, dan segala nostalgia yang kembali bersamanya, saya habiskan satu jam di Kolam Renang Cikini di Minggu siang ini.

Akankah saya kembali lagi? Pasti. Saya perlu kolam berenang untuk membuat punggung kembali lurus. Dan bonus kenangannya, yang saya sambut dengan senang hati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun