Jika diperhatikan dari apa yang Pak Pamong sebut sebagai dana menolong orang-orang yang kelaparan di Afrika, terdengar sama saja kasusnya seperti yang dialami oleh Karyamin. Selain kelaparan, Karyamin dan keluarganya pun naasnya terlilit hutang, belum lagi tertipu oleh tengkulak yang membawa kabur hasil pikulan batu yang dikumpulkan Karyamin dan teman-temannya untuk dijualnya dan mendapatkan upah untuk menghidupi keluarganya sehari-hari. Pesan yang penulis maksud juga bisa bermakna menyentil atau menyindir suatu pemerintahan hingga seseorang yang terlalu menggembor-gemborkan bahwa harus membantu sesama yang jauh dari jangkauan kita, namun yang tepat di dekat atau depan mata hingga lingkungan sekitar malah terlupakan.
Kembali pada alur cerita, dijelaskan bahwa Karyamin lagi-lagi hanya tersenyum. Senyumnya untuk mewakili kesadaran, keadaan, dan situasi yang harus ia lalui. Namun, karena senyuman karyamin tersebut Pak Pamong malah marah. Ia merasa senyuman Karyamin itu senyuman menghina atau mengejeknya. Maka, pak Pamong pun marah lantas menagih kembali pada Karyamin dana bantuan untuk Afrika. Mendengarnya Karyamin pun tidak lagi tersenyum, ia tertawa terbahak-bahak keras sekali.
Di akhir cerita pendek tersebut terdapat penggambaran dengan majas hiperbola, yaitu bagaimana dramatisnya Karyamin terjatuh.
"Demikiran keras sehingga mengundang seribu lebah masuk ke telinganya, seribu kunang-kunang masuk ke matanya. Lambungnya yang kempong berguncang-guncang dan merapuhkan keseimbangan seluruh tubuhnya."
Jika ditelaah lagi maksud dari lebah, kunang-kunang dan lambungnya yaitu penggambaran Karyamin yang sudah tidak kondisional, ditambah rasa lapar yang sudah tak terbendung lagi. Dengan begitu, Karyamin pun terjatuh ke lembah, melihat itu Pak Pamong sontak berusaha menahannya. Namun, usaha Pak Pamong tidak cukup untuk menahan agar Karyamin tergenggam atau selamat, Pak Pamong gagal.
Dalam cerita pendek ini banyak sekali pengulangan kata "senyum" dan "cara menertawakan diri mereka sendiri" oleh penulis. Pesan yang dimaksud dari kata atau kalimat tersebut adalah tawa atau senyum yang mereka lakukan sebagai bentuk atau ungkapan bahwa hanya itu yang dapat dilakukan di tengah sulitnya atau kesengsaraan kehidupan yang harus mereka alami. Kesengsaraan yang dialami oleh orang-orang kurang beruntung, pekerja kecil, dan sebagainya untuk mencari makan saja sulit. Sementara banyak sekali pemerintah atau pejabat-pejabat yang seharusnya dapat membantu atau memberi solusi hingga memfasilitasi masalah atau kasus tersebut tetapi sayangnya, kenyataan memang pahit. Banyak yang malah membuat kesengsaraan semakin meningkat.
Ahmad Tohari dalam cerpen-cerpennya sukses membuat siapapun ikut hanyut terbawa dalam cerita-cerita yang ia tulis. Alur dan deskripsi yang dibawa hingga dialog yang dibangun antar tokoh terkemas rapi. Banyak sekali makna kiasan yang tercantum, nasihat, juga kalimat yang menjadikan kita sebagai pembaca lebih menyadari hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Bagaimanapun juga kita semua adalah makhluk hidup, makhluk sosial, makhluk yang diciptakan Tuhan untuk saling bergantungan. Berbagai harapan dan tujuan dapat tercapai dengan saling melengkapi satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H