Mohon tunggu...
Rida Husna
Rida Husna Mohon Tunggu... Freelancer - ... karena membatja adalah koentji! nirwana aksara di www.pustakabukubekas.com

suka kata tanpa banyak bicara, suka angka tanpa banyak wacana.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Memangnya Kita Bisa Apa?

29 Juli 2019   19:02 Diperbarui: 29 Juli 2019   19:10 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil dari Tribunnews.com

"Gajian masih lama. Udah santai aja, nih ada diskon 50%!"

"Eh, udah gajian dong? Yuk top-up sekarang mumpung lagi ada promo!"

"Ciyee... muka berseri-seri tanggal segini. Cepetan beli paket data, yuk!"

"Duh senengnya yang baru dapet transferan! Ayo deh mau ke mana Babang anterin."

"Claim cashback lo sampai seharga Rp 100 ribu. Kapan lagi mau borong?"

***

Entah mengapa setiap kali membaca notifikasi seperti di atas, yang dikirimkan oleh sejumlah penyedia aplikasi yang ada di telepon pintar saya, ada jengah menyelinap dalam dada saya.

Bisa jadi saya keliru. Hmm... tapi apa pantas sih mengulik-ulik isi dompet orang  sekalipun dalam rangka persuasi? Apa sopan sih menebak-nebak orang lagi bokek atau malah sedang kebanjiran duit? Mending cuma sesekali pesan-pesan seperti di atas muncul. Lha ini, nyaris saban bulan ada saja pesan model begini. Apalagi di tanggal-tanggal seperti sekarang.

Yah, mungkin saya ketinggalan jaman. Barangkali inilah sisi ndeso saya, terseok-seok mengikuti gaya komunikasi informal kekinian. Atau jangan jangan, saya masuk kategori gampang baper. Duh!

Padahal saya termasuk angkatan generasi muda, lho! Hehee... Tapi ndilalah, sering saya dengar keluhan terkait notifikasi di atas dari generasi sepuh atau setidaknya para senior. Paling tidak seperti itulah gambaran pakde, bude, paklik, bulik dan beberapa tetangga saya.

"Aku kok gak suka dipanggil dengan sebutan 'lo'. Dikira aku ini bocah, apa!" sembur Paklik Sudar sekali waktu.

"Iki opo? WA kok isine takon wis gajian durung! Arep ngerti kantongku po piye? Nganeh-anehi wae!," keluh Bude Sri suatu hari.

"Apa-apaan sih ini! Terus kalo aku udah gajian suruh lapor mereka? Gitu, ya!" sungut Pak Pur, tetangga sebelah rumah.

Tak ada jawaban yang hendak saya berikan untuk semua keluh kesah itu. Saya cuma garuk-garuk kepala yang tidak gatal sambil meringis dan mengedikkan bahu.

Tapi ujung-ujungnya sering saya bilang begini, "Kita lihat ajalah. Ntar bosen paling mereka berhenti sendiri!"

Memangnya kita bisa apa? Salah-salah malah panjang urusan. 

Tapi inilah realita di Era Disrupsi, masa di mana segala sesuatu berubah, tak lagi seperti yang kita pahami laiknya selama ini . Jangkauan disrupsi itu teramat dalam, bahkan hingga ke celah-celah dompet kita...

Ah, sudahlah. S-t-o-p. Cepp.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun