Beberapa kali kami ditolak oleh pihak hotel dong, karena memesan satu kamar untuk bertujuh. Kami tidak kehilangan akal, karena hari juga semakin malam. Akhirnya kami harus bergantian masuk hotel agar tidak terlihat bahwa kami bertujuh.
Buat saya, pengalaman itu akan selalu saya ingat. Bagaimana tidak, satu kamar hotel untuk kapasitas dua orang harga termurah yang hanya Rp. 175.000 saja dengan fasilitas seadanya harus kami bagi untuk bertujuh dong.
Kalo tidak salah, kamarnya hanya berukuran 3x4 Meter saja. Lima orang harus berbagi kasur seperti pindang yang berjejer  dan dua orang sisanya tidur di lantai dan tepat di depan pintu WC, betapa sempitnya kamar itu untuk kami yang bertujuh, hehe.
Keesokan harinya tidak seperti cara kami masuk hotel yang harus bergantian masuk, kami cuek saja berbarengan keluar. Toh itu pun kami sudah ingin pergi, ya paling hanya bagian resepsionis dan security saja yang melihat kami sambil terheran-terheran yang begitu santainya keluar hotel.
Singkatnya, hanya beberapa tempat saja yang kami kunjungi hari itu mulai dari Kawasan Kota Tua, menunjungi Museum BI, sampai Monumen Nasional saja. Selepas itu kami langsung bertolak kembali ke Karawang.
Tak banyak memang yang kami kunjungi dengan waktu yang singkat, bagi kami yang terpenting adalah perjalanannya. Proses dan segala cerita yang terjadi selama perjalanan, meski sebenarnya perjalanan kami diwarnai dengan jutaan cerita "gila" yang tak mampu saya tuangkan seluruhnya dalam tulisan sederhana ini. Mungkin untuk tulisan selanjutnya, semoga saja.
Ada yang lebih penting dari sekedar sebuah liburan, yaitu perjalanannya.
Ada yang lebih kejam dari sekedar kerasnya Ibu Kota, yaitu kehidupan.
Ada yang yang lebih mahal dari sekedar sebuah perjalanan, yaitu pengalaman dan pembelajarannya.
Salam hormat kami, para pelancong Ibu Kota.
 -Reza Paradisa,