Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pendidikan, Inovasi dan Kemajuan Bangsa

29 Desember 2021   09:05 Diperbarui: 14 Januari 2022   06:54 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap lembaga penelitian harus diberi target terukur tentang berapa prototipe, produk inovasi, dan publikasi ilmiah per tahun.  

Selanjutnya, hasil penelitian dari setiap lembaga yang sudah mencapai tahap prototipe, sebanyak  mungkin harus diindustrikan menjadi produk inovasi yang laku di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Pengindustrian prototipe hasil penelitian merupakan tugas utama dari pihak industri (swasta dan BUMN).  

Sedangkan, yang menjodohkan (match-making) antara peneliti dengan industri adalah pemerintah (BRIN).  Industri mesti diberi insentif agar mau mengindustrikan invensi para peneliti kita menjadi inovasi komersial. 

Dengan insentif tersebut, niscaya korporasi pun akan senang untuk berkontribusi dalam meningkatkan anggaran riset nasional dari 0,24 persen menjadi 2 persen PDB. Patut dicatat, bahwa 80 persen anggaran riset di negara-negara maju dari sektor swasta.  Sedangkan, di Indonesia kontribusai swasta baru 20 persen.

Di bidang Pendidikan, pertama adalah memastikan bahwa semua anak Indonesia di seluruh wilayah NKRI harus lulus minimal dari SLTA dengan kualitas yang unggul. 

Kedua, sejak dari jenjang SLTA, mesti sudah dibagi dua jurusan, yaitu SLTA umum (SMA) yang lulusannya dipersiapkan untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi umum; dan SLTA vokasi yang lulusannya dipersiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja atau melanjutkan ke Pendidikan Tinggi Vokasi (PTV).  

Dengan demikian, struktur angkatan kerja nasional kelak akan seperti di negara industri maju, dimana tingkat pendidikan minimal adalah SLTA.  Tidak seperti sekarang, 60 persen angkatan kerja adalah mereka yang tidak tamat SD, lulusan SD atau SLTP.  

Ketiga, memastikan bahwa semua Perguruan Tinggi mampu menghasilkan lulusan yang kompeten, beriman dan taqwa, dan berakhlak mulia.  Sehingga, mereka akan siap berkerja atau menciptakan pekerjaan sendiri, mengembangkan IPTEK, dan mampu bersaing dengan alumni negara lain secara elegan.

Hasil penelitiannya banyak yang bisa dipatenkan dan diindustrisikan menjadi beragam produk inovasi, dan layak dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional ternama.  Untuk itu, PT mesti digerakkan oleh SDM yang unggul, dilengkapi dengan infrastruktur dan sarana yang mumpuni, dan dana yang mencukupi. 

Selain itu, tata kelolanya pun harus berbasis pada riset berkelas dunia (World-Class Research University).  Pola kemitraan penta helix (Universitas, Industri, Pemerintah, Masyarakat, dan Media Masa) harus terus diperkuat dan dikembangkan.  

Keempat, untuk memastikan bahwa lulusan PT siap kerja atau mampu menciptakan lapangan kerja, maka selain membangun sendiri prasarana dan saran praktek, PT harus bekerja sama dengan dunia industri dan BUMN sebagai tempat praktek (magang) para mahasiswa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun