Mohon tunggu...
Rinaldi Pahlevi
Rinaldi Pahlevi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Perspektif Paradigma Ilmu dan Kebenaran Ilmiah dalam Pemanfaatan Air Tanah

22 Mei 2024   21:20 Diperbarui: 22 Mei 2024   21:36 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradigma ilmu dapat diartikan sebagai suatu keyakinan atau kepercayaan yang bersumber dari pengetahuan sehingga membentuk pandangan atau pemikiran serta mendasari seseorang dalam melakukan segala tindakan terhadap suatu hal. Selanjutnya paradigma ilmu yang sudah teruji validitasnya sesuai norma keilmuan meliputi logis, empiris, dan pragmatis disebut sebagai suatu kebenaran ilmiah. Meskpiun demikian, makna kebenaran ilmiah tidak akan lepas dari adanya pengaruh dari suatu kebijakan pada masa tertentu. Menurut UU RI Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. 

Air tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peran vital dalam rangka pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan sehari-hari, sehingga secara tidak sadar telah mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai terhadap air tanah itu sendiri. Dahulu, air tanah merupakan barang bebas (free goods) yang bisa dipakai secara bebas tanpa batas dan belum membutuhkan pengawasan dalam pemanfaatannya. 

Namun, saat ini peningkatan kebutuhan air tanah yang sangat pesat telah mengubah nilai air tanah menjadi barang ekonomis (economic goods). Hal itu dapat terlihat dengan adanya fenomena air tanah yang diperjualbelikan seperti komoditi lainnya, bahkan di beberapa tempat di wilayah Jakarta Utara harga air tanah cukup terbilang mahal. 

Hal tersebut sangat beralasan mengingat percepatan pertumbuhan penduduk di Indonesia khusunya di kota-kota besar memiliki implikasi terhadap tingginya kebutuhan air bersih. Dari tuntutan tersebut, secara tidak langsung menyebabkan permintaan terhadap air tanah sebagai sumber air juga ikut mengalami peningkatan. 

Hal ini tentu memberi konsekuensi pada keseimbangan ekologi, baik secara kualitatif yaitu penurunan kualitas air tanah maupun secara kuantitas yaitu cadangan air tanah yang seiring waktu semakin berkurang. Kualitas air tanah dapat dilihat dan diukur dari sifat fisik, kimia, dan kandungan mikrobiologi pada air tanah yang tidak sesuai atau melewati batas dari baku mutu untuk air bersih yang telah ditetapkan. 

Sedangkan dari sisi kuantitas, ketersediaan air tanah jelas akan semakin berkurang yang dapat dilihat dari turunnya muka air tanah yang dapat dipantau dari keberadaan sumur pantau. Tanpa adanya upaya konservasi terhadap air tanah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan pemanfaatan lahan yang semakin meningkat sehingga terjadi alih fungsi lahan yang awalanya merupakan daerah respan air menjadi lahan terbangun dapat dipastikan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah di masa mendatang.

Melihat peran air tanah semakin penting, maka pemanfaatan air tanah harus didasarkan pada keseimbangan dan kelestarian air tanah itu sendiri, dengan kata lain pemanfaatan air tanah harus berwawasan lingkungan. Dalam rangka pemanfaatan air tanah yang berwawasan lingkungan dan pelestariannya, maka perlu dilakukan pengelolaan air tanah. Pemanfaatan air tanah secara berlebihan secara terus menerus bisa menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan. 

Adapun dampak negatif yang terjadi apabila air tanah diambil secara terus menerus dalam skala besar adalah penurunan muka tanah, adanya ruang kosong di dalam tanah, dan terjadinya intrusi air laut. Para ahli menganggap bahwa perlu adanya pembatasan pemanfaatan air tanah pada daerah tertentu seperti Jakarta. 

Sejalan dengan rekomendasi tersebut, dalam hal ini pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan aturan melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah yang telah menetapkan area jalan dan kawasan serta kriteria bangunan sebagai sasaran zona bebas air tanah serta pengendalian pengambilan air tanah di zona tersebut yang meliputi pengetatan hingga pelarangan pemanfaatan air tanah. 

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak negatif dari pemanfaatan air tanah yang begitu masif salah satunya adalah peningkatan layanan air perpipaan yang berasal dari pemanfaatan air permukaan untuk mengurangi bahkan menghentikan pemakaian air tanah pada wilayah tertentu yang memilki risiko tinggi apabila pemanfaatan air tanah terus dilakukan sehingga berpotensi menyebabkan bencana atau dampak buruk yang lebih besar. 

Air tanah harus menjadi alternatif terakhir jika air permukaan tidak memungkinkan lagi pada kondisi tertentu. Sebagai penyimpan air bersih yang terbesar di dunia, air tanah memainkan peran sentral dalam menjamin ekosistem yang berkelanjutan. Apabila air tanah benar-benar dijaga, maka diharapkan dapat memberi potensi adaptasi perubahan iklim yang lebih baik. 

Berdasarkan uraian di atas, jika dikaitkan dengan paradigma ilmu dan kebenaran ilmiah maka dapat disimpulkan bahwa air tanah sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup sudah menjadi paradigma umum yang sudah tidak terbantahkan. Kemudian jika dikaitkan dengan beberapa teori kebenaran ilmiah dapat dilihat bahwa adanya peningkatan pertumbuhan penduduk yang berimplikasi terhadap perubahan kondisi air tanah dari segi kualitas dan kuantitas telah memenuhi teori korespondensi yang menyatakan sesuatu sesuai fakta objektif yang terjadi. 

Begitu juga dengan dampak negatif yang diakibatkan oleh pemanfaatan air tanah yang masif dan tidak terkontol telah memenuhi teori korespondensi dan teori koherensi yang dibuktikan dengan adanya dukungan melalui kajian ilmiah berdasarkan pengamatan objektif maupun pendapat para pakar atau ahli terhadap permasalahan pemanfaatan air tanah. Aspek terakhir yang tak kalah penting turut mempengaruhi dan menjadi penentu makna dari kebenaran ilmiah adalah ditunjukkan dengan adanya kebijakan serta aturan yang dikeluarkan pemerintah sebagai respon dan indikator bahwa pokok bahasan tersebut benar adanya dan penting untuk dibahas.

Referensi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pedoman Penetapan Zona Konservasi Air Tanah

Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun