Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang OVJ, Evolusi Slapstick Budaya Kita

28 Juli 2020   17:57 Diperbarui: 28 Juli 2020   17:55 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akan tetapi, slapstick ala OVJ bukan tanpa akar. Setyowati et al (2012:1) menyatakan bahwa slapstick OVJ adalah perkembangan dari plesetan Dagelan Mataram. Dagelan Mataram sendiri adalah bagian integral dari budaya Jawa. Sehingga, kita bisa mengatakan bahwa OVJ adalah evolusi slapstick dari Dagelan Mataram sebagai produk budaya kita.

Lebih jauh lagi, Setyowati et al (2012:2) menjabarkan evolusi ini secara rinci. Jika plesetan Dagelan Mataram terbatas pada verbal, maka plesetan OVJ sudah merambah luas. Ada inti tema lakon, moralitas cerita, watak para tokoh, kostum, musik, dan rancang panggung yang dibuat nyeleneh. Gaya slapstick berpengaruh besar terhadap tiga keanehan pertama.

Akan tetapi, slapstick sendirian tidak cukup. Gaya ini hanya gong dari satu kerangka kerja lawak. Dia harus ditopang lewat gimik dalam kostum dan rancang panggung. Selain itu, musik berperan krusial untuk menghipnotis penonton.

Dalam soal kostum, gimik diwujudkan lewat unsur penampilan yang kocak. Aziz Gagap sebagai raja gimik mengandalkan dandanan wajah dan wig yang berantakan. Sementara, Sule menggunakan sanggul super besar dan bertingkah petakilan sebagai Mbok Genyeng atau karakter perempuan lain. Sehingga, kostum-kostum ini menunjukkan niat para wayang untuk melucu.

Umumnya, rancang panggung OVJ dipenuhi dengan properti dari sterofoam. Selanjutnya, sterofoam ini digunakan para wayang untuk melucu. Caranya? Tentu dengan slapstick. Properti tersebut digunakan untuk menghajar pemain lain atau memukul diri sendiri. Meski sempat diprotes beberapa pihak, penghancuran properti sterofoam tetap menjadi gimik yang diingat pemirsa.

Terakhir adalah musik. Dalam jalan acara, para wayang (khususnya Sule dan Andre yang mumpuni dalam musik) sering bernyanyi. Ada berbagai lagu yang diciptakan dari acara ini. Mulai dari Cici Lalang, Follow Me, Saranghaeyo, dan lain sebagainya. Apalagi para wayang juga mengeluarkan pelesetan lagu-lagu pop. Ada Cenat Cenut, Andeca-Andeci, dan lain sebagainya.

Namun ada satu fitur musik yang membuat penulis kagum; medley spontan. Berbagai lagu dari genre yang berbeda bisa dirangkai dengan ciamik. Bayangkan, dari Merpati Putih-nya Chrisye bisa berakhir dengan lagu Boulevard dari Dan Byrd. Hanya orang-orang dengan musikalitas tinggi yang mampu melakukannya.

Kesimpulannya, OVJ adalah evolusi slapstick dari budaya kita. Keberadaannya membawa plesetan ala Dagelan Mataram keluar dari batasan verbal menuju unsur penampilan lawak lainnya. Dengan evolusi ini, budaya kita menjadi semakin kompleks dan jutaan orang menemukan hiburan segar.

Hiburan segar yang bukan sekedar hiburan. Dia juga membuktikan kreativitas self-enrichment dari budaya Indonesia.

REFERENSI

youtube.com. Diakses pada 27 Juli 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun