Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerakan Antikomunis? Tidak Genah!

17 Juli 2020   19:28 Diperbarui: 17 Juli 2020   19:20 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://m.beritahukum.com/

Jadi, masalah terletak pada monopoli interpretasi Pancasila di tangan negara. Bukan terhadap interpretasi Trisila-Ekasila itu sendiri. Justru, adanya dikotomi Pancasila-Trisila-Ekasila menunjukkan bahwa Pancasila berasal dari cara hidup asli Indonesia, gotong royong. Terlebih lagi, lima mutiara indah yang datang dari budaya manusia Indonesia itu sendiri. Bukan dari budaya-budaya lain.

Dampaknya, implikasi bahwa kelompok penyokong Trisila-Ekasila harus dilawan menjadi tidak valid. Mereka tidak salah untuk mengangkat interpretasi Bung Karno ke ranah publik. Justru, hal yang harus dilawan adalah nafsu kuasa pemerintahan untuk memonopoli ideologi Pancasila secara legal. Biarkan setiap individu memaknai Pancasila dengan caranya sendiri, supaya tumbuh jutaan arti partikular.

Berbicara soal nafsu kuasa, disinilah narasi ketiga bermain. Slogan "makzulkan Jokowi" menjadi kulit pisang yang memelesetkan gerakan ini. Tujuan mereka yang sebenarnya terungkap dengan pernyataan ini. Jelas bahwa mereka menggunakan RUU HIP dan dinamika legislasi lainnya sebagai kuda tunggangan. Sebenarnya, destinasi mereka tetap sama; kekuasaan dan pengaruh politik.

Sebagai seorang antikomunis (bahkan anti sosialisme secara umum), penulis geleng-geleng kepala melihatnya. Gerakan ini tidak genah sama sekali. Mereka mengklaim diri antikomunis, namun menolak RUU Cipta Kerja. Waktu mayoritas gerakan antikomunis sepanjang sejarah menyokong pasar bebas, ANAK NKRI malah terang-terangan menolaknya. Sifat gerakan mereka juga kolektivis.

Akhirnya, satu pertanyaan muncul di benak penulis. Apakah benar gerakan antikomunis ini, anti-komunisme? Jawabannya adalah tidak. Sejak awal, pemahaman gerakan ini terhadap komunisme sudah tidak genah. Mereka hanya memakai "komunis" sebagai kambing hitam dan RUU HIP sebagai kendaraan menuju kekuasaan politik. This is not a battle of ideas, but a battle for power and influence.

Trik usang ini sudah dipakai berkali-kali. Jangan sampai kita tertipu lagi!

REFERENSI

https://www.suara.com/. Diakses pada 16 Juli 2020 (21.11).

https://metro.tempo.co/. Diakses pada 16 Juli 2020 (21.35).

https://nasional.kompas.com/. Diakses pada 16 Juli 2020 (21.37).

Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun