Perundungan yang terjadi juga berbagai macam. Ada yang memukul pocong dengan panci. Ada pula yang menembak kuntilanak dengan kembang api. Bahkan, ada yang menghajar kuntilanak menggunakan mercon. Sudah begitu, mereka juga melakukannya secara live di YouTube. Intinya, mereka ingin melakukan agresi terhadap hantu yang (sebenarnya) hanya ingin menunjukkan eksistensi dan merekam secara langsung.
Namun, perundungan bukan satu-satunya jalan memancing manifestasi dari para hantu. Beberapa kreator konten melakukan interview sebagai cara. Wawancara ini kadang dilakukan melalui mediator. Mirip seperti acara Dua Dunia. Akan tetapi, ada juga yang berupaya berkomunikasi secara langsung dengan batin. Lantas, jawaban dari para entitas gaib ini dielaborasi oleh sang komunikan.
Meski caranya berbeda, ada satu hal yang jelas. Kini hantu dijadikan konten YouTube oleh manusia. Sehingga, mereka mengalami penurunan harga diri yang drastis. Dari yang sebelumnya ditakuti, sekarang hantu mengalami eksploitasi. Digunakan sebagai bahan rundungan manusia demi menciptakan sensasi di dunia maya, instead of being feared.
Apakah ini melanggar hak asasi mereka? Iya dan tidak. Iya karena harga diri mereka jelas dilecehkan. Bayangkan saja jika kita berada di posisi mereka? Dipukul, ditembaki, bahkan dibakar. Tidak enak, bukan? Belum lagi mereka dipaksa untuk "pindah alam" waktu berbicara dengan manusia.
Meski demikian, hantu memiliki derajat yang lebih rendah dibanding manusia. Semestinya, mereka memiliki hak dan kewajiban asasi yang berbeda. Belum lagi, banyak hantu-hantu ini memang mengganggu masyarakat. Dampaknya, mereka pantas untuk dihajar seperti itu agar tidak nakal.Â
Kesimpulannya, ada satu alasan kuat mengapa hantu mengalami penurunan harga diri saat ini; Disrupsi teknologi dan profesi. Adanya fenomena ini mendorong para inovator di media sosial untuk mendobrak konvensi masyarakat. Dan pada masyarakat Indonesia yang penuh hal mistis, hantu menjadi sasaran gebrakan ini. Akhirnya, para hantu pun jatuh harga dirinya.Â
Fenomena ini miris, namun perlu terjadi. Supaya masyarakat kita bisa memiliki faktor pendorong ketaatan yang lebih rasional dibanding ketakutan diapa-apain hantu.
Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.
Link:Â https://www.qureta.com/next/post/mengapa-harga-diri-para-hantu-menurun.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H