Sekarang, Inggris memiliki seorang Perdana Menteri yang juga penulis biografi Churchill. Namanya Alexander Boris de Pfeffel Johnson. Akrab disapa sebagai Boris. Sebelum terjun ke politik, Beliau adalah seorang jurnalis koresponden Uni Eropa untuk The Telegraph. Setelah menjadi anggota parlemen dan Walikota London, Beliau tetap nyambi menulis.
Dari menulis, seorang Boris menjadi dikenal orang. Beliau dikenal sebagai jurnalis dan penulis yang kontroversial. Gaya menulisnya dikenal bombastis dan penuh dengan kata-kata kompleks. Sama seperti gaya bicaranya. Dengan gaya ini, Beliau mengkritik berbagai establishment yang dianggap menyulitkan. Mulai dari para birokrat di Uni Eropa sampai para sosialis-korporatis di Inggris.
Bahkan, Allsop (dalam cjr.org, 2019) menjuluki PM Boris sebagai Britain's Journalist Prime Minister. Jelas membuktikan kredensialnya sebagai pemimpin berlatar belakang penulis.Â
Kini, Boris diberikan kesempatan untuk menorehkan kepemimpinan bagi negaranya. PM Boris memiliki kesempatan to put his views into practice. Penulis sendiri optimistis akan kepemimpinan Beliau. Banyak pandangan politik-ekonomi yang Beliau suarakan melalui tulisannya sangat sesuai dengan kondisi saat ini. Tinggal kita lihat saja bagaimana Boris Regime bergulir ke depannya.
Ketiga contoh di atas memberikan kita jawaban akan satu pertanyaan. Mengapa pemimpin berlatar belakang penulis mampu memperoleh kehebatan dan pengaruh besar?
Pertama, mereka memiliki lingkup bacaan yang luas. Orang yang suka membaca mungkin tidak suka menulis. Tetapi, orang yang suka menulis tidak mungkin tidak suka membaca. Dunia kepenulisan menuntut para pelakunya untuk sering-sering membaca referensi. Tanpa lingkup bacaan yang cukup, tulisan yang bagus dan informatif tidak akan muncul.
Dalam kepemimpinan, mereka menjadi pemimpin dengan lingkup literasi yang baik. Pengetahuan mereka luas. Dampaknya, mereka mampu menjadi pemimpin yang inovatif dan revolusioner.
Kedua, alam pikiran mereka matang. Kematangan ini muncul dari menulis. Mengapa? Menulis mengasah cara berpikir. Sebelum menulis, si penulis harus berpikir mencari ide-ide untuk ditulis. Saat menulis, ide-ide itu harus dirangkai oleh kata-kata, menjadi sebuah tulisan yang koheren. Selain itu, masih ada fraseologi, ketepatan konteks, dan berbagai hal lain yang harus dipikirkan.
Sebagai pemimpin, mereka lebih bijak dan cerdik dalam mengambil keputusan. Semua keputusan sudah melalui alur pikir yang jelas dan pasti. Akibatnya, mereka tidak menjadi pemimpin yang plin plan.
Ketiga, ide-ide mereka abadi di masyarakat. Menulis adalah sebuah pekerjaan untuk keabadian. Eternalization of ideas. Ketika ide tersebut diabadikan, ia akan menggoreskan warisan yang abadi untuk sejarah. Warisan inilah yang membuat nama mereka dikenang oleh generasi yang akan datang.
Mau jadi pemimpin hebat? Menulislah sedari muda. Niscaya namamu akan dikenang sampai akhir masa.