Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hadapi Berbagai Guncangan Gempa Bumi dengan Budaya Sadar Bencana!

5 September 2018   22:51 Diperbarui: 5 September 2018   22:55 820
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang ini, gempa bumi menjadi sebuah kata yang sering muncul di headline portal-portal berita di Indonesia. Mulai dari gempa di Sumatera Barat, Bali, hingga Lombok. Peristiwa-peristiwa ini menyayat hati kita sebagai manusia Indonesia. Banyak korban jiwa yang berjatuhan, terutama pada gempa bumi Lombok yang terjadi secara beruntun. Bahkan, muncul berbagai inisiatif crowdfunding untuk membantu para korban bencana di Lombok.

Namun, gempa-gempa bumi ini tidak akan memakan terlalu banyak korban jiwa, jika manusia Indonesia mampu menerapkan tagline "kenali bahayanya, kurangi risikonya." Pernyataan ini dibuat oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membangun budaya sadar bencana di Indonesia. Sehingga, manusia Indonesia memiliki sebuah mental yang siap untuk selamat dari bencana, khususnya gempa bumi.

Lalu, bagaimana cara untuk membangun sebuah budaya sadar bencana agar kita siap untuk selamat dari bencana gempa bumi?

Upaya itu harus dimulai dari diri sendiri, dengan mengenal serba-serbi gempa bumi. Menurut Supriyono (2014:107), terdapat 4 hal yang harus kita pahami tentang gempa bumi, yaitu:

  • Potensi ancaman gempa bumi yang ada di daerah masing-masing.
  • Tanda-tanda akan terjadinya gempa bumi.
  • Tindakan yang harus dilakukan sebelum, saat terjadi, dan sesudah gempa bumi.
  • Pendidikan dan latihan kesiapsiagaan bagi siswa dan masyarakat terhadap gempa bumi di lingkungannya.

Namun, sebelum penulis menjelaskan 4 poin di atas, kita perlu memahami apa itu gempa bumi? Mengapa gempa bumi terjadi? Wilayah apa yang sering dilanda gempa bumi

Secara pengertian akademis, gempa bumi adalah adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat terlepasnya energi dari dalam perut bumi secara tiba-tiba, sehingga tercipta gelombang seismik yang ditandai dengan patahnya lapisan pada kerak bumi (Supriyono, 2014:3). 

Gempa bumi sering terjadi di wilayah yang dilintasi oleh lempeng bumi. Indonesia menjadi salah satu wilayah yang rawan terjadi gempa bumi, karena menjadi tempat pertemuan tiga lempeng dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik (Supriyono, 2014:50). Maka dari itu, kita sebagai manusia Indonesia harus memahami gempa bumi secara benar, karena suka tidak suka, bencana ini dekat dengan kehidupan kita.

Hal pertama yang harus kita pahami adalah potensi gempa bumi di daerah masing-masing. Setiap manusia Indonesia harus memahami potensi terjadinya gempa bumi di daerahnya masing-masing. Bagaimana caranya? BNPB harus memulai upaya ini dengan melakukan poin keempat untuk membangun budaya sadar bencana, yaitu sosialisasi bencana gempa bumi di sekolah-sekolah, mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). 

Sosialisasi ini harus dimulai dari para pelajar, karena pemahaman tersebut akan tertanam lebih kuat kepada generasi muda yang belum memiliki banyak pengalaman soal gempa. Sehingga, ketika mereka berada di rumah, para pelajar tersebut akan memberitahukan kepada orangtua serta anggota keluarga lainnya tentang sosialisasi tentang gempa bumi yang baru saja mereka terima. Akhirnya, sosialisasi tersebut akan menyebar ke seluruh elemen masyarakat, dengan pola pelajar-keluarga-lingkungan-komunitas.

Kedua, kita juga harus memahami tanda-tanda akan terjadinya gempa bumi. Syahid (dalam hipwee.com, 2016) menyatakan terdapat 4 tanda akan terjadinya gempa bumi. 

Pertama, muncul awan gempa yang berbentuk seperti angin tornado, pohon, atau batang yang tegak. Kedua, adanya gangguan terhadap barang-barang elektronik, seperti suara brebet-brebet pada televisi atau lampu neon yang tetap menyala remang-remang meskipun dimatikan, menandakan adanya gelombang elektromagnetik yang kuat. 

Ketiga, tingkah aneh dan gelisah hewan yang ada di sekitar, yang biasanya akan menghilang sebelum gempa bumi terjadi. Keempat, muncul cahaya gempa, yaitu cahaya aneh yang sering dikaitkan dengan kemunculan UFO atau alien. Terakhir, terjadinya gempa-gempa kecil, yang biasanya disusul oleh gempa besar.

Ketiga, kita harus memahami tindakan sebelum, saat terjadi, dan sesudah terjadi gempa bumi. Sebelum gempa bumi, kita harus melakukan berbagai tindakan-tindakan preventif sebagai berikut (Supriyono, 2014:107).

  • Mengingat letak akses keluar gedung dan tempat berlindung.
  • Meletakkan benda dan perabot berat di bagian paling bawah.
  • Mengikat/menempelkan perabot sekolah/rumah tangga pada dinding.
  • Mengecek kekuatan benda-benda yang menggantung (seperti lampu dan pigura).
  • Menyiapkan tas siap siaga bencana gempa bumi yang berisi berbagai perlengkapan dan peralatan dasar (korek api, air minum, obat-obatan, radio baterai, dll).
  • Mencatat nomor-nomor telepon penting (kantor polisi, rumah sakit, pemadam kebakaran, dll).
  • Mematikan aliran air, listrik, dan gas jika tidak digunakan.
  • Meletakkan bahan-bahan berbahaya di tempat yang aman.
  • Menentukan jalur evakuasi yang aman.
  • Melakukan pendidikan dan pelatihan mitigasi bencana gempa bumi.

Lalu, saat gempa bumi terjadi, kita harus melakukan tindakan-tindakan berikut (Supriyono, 2014:109-114).

  • Menghindar bangunan tinggi, pohon tinggi, menara tinggi, antena tinggi, kaca, atau papan reklame serta memposisikan diri untuk berjongkok dan melindungi kepala dengan tas/tangan jika berada di luar ruangan.
  • Keluar dari dalam gedung atau berlindung di bawah meja jika berada di dalam ruangan.
  • Tetap tenang dan mengikuti instruksi petugas jika berada di mall, bioskop, atau lantai dasar gedung perkantoran.
  • Pinggirkan dan segera menjauh dari kendaraan untuk mendapatkan petunjuk keselamatan jika sedang berkendara.
  • Menjauh dari pegunungan dan tebing-tebing yang rawan longsor jika berada di daerah pegunungan.
  • Mengungsi ke daerah yang lebih tinggi jika berada di daerah pesisir/pantai.
  • Menolong orang-orang di sekitar kita yang terluka.
  • Mengikuti instruksi evakuasi dari pemerintah.
  • Mencari informasi dari tim SAR serta tetap bersikap tenang.

Terakhir, setelah terjadi gempa bumi, kita harus melakukan hal-hal berikut (Supriyono, 2014:114-117).

  • Memberikan bantuan darurat berupa sandang, pangan, obat-obatan, tempat tinggal sementara, sanitasi, dan air bersih.
  • Melakukan rehabilitasi jangka pendek, seperti membersihkan rumah, fasilitas umum, dan menghidupkan kembali roda perekonomian masyarakat.
  • Melakukan rekonstruksi dalam jangka menengah-panjang, yang meliputi perbaikan sarana fisik, kondisi sosial, dan perekonomian masyarakat.
  • Melakukan pemulihan dalam jangka panjang, dengan terlibat dalam pengembalian kondisi dan fungsi sarana prasarana dalam keadaan semula, seperti jalan, telekomunikasi, air bersih, pasar, puskesmas, dan lain sebagainya
  • Terlibat dalam pemulihan psikologi masyarakat, terutama anak-anak yang masih perlu panuan orang dewasa.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa gempa bumi tidak hanya memberikan guncangan seismik. Gempa bumi juga memberikan guncangan secara sosial, ekonomi, dan psikologis. 

Guncangan psikologis terjadi pada individu yang mengalami trauma karena gempa bumi. Ketika guncangan tersebut terjadi di antara individu pada gempa bumi berskala besar, maka hal tersebut akan menjadi sebuah guncangan sosial. Terakhir, guncangan ekonomi terjadi dari matinya berbagai sarana prasarana penunjang perekonomian, seperti jalan raya, listrik, air bersih, gas, dan sebagainya.

Ketika suatu masyarakat tidak memiliki budaya sadar bencana, maka pemulihan pasca gempa bumi akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan semestinya. Excess time tersebut adalah kerugian yang harus dialami masyarakat atas gempa bumi yang menimpa mereka. Lalu, bagaimana cara agar masyarakat meminimalisir kerugian akibat gempa bumi?

Jawabannya hanya satu, manusia Indonesia harus memahami dan menginternalisasi berbagai hal di atas, agar budaya sadar bencana berhasil dibangun. 

Budaya sadar bencana membuat masyarakat Indonesia akan lebih siap ketika menghadapi bencana gempa bumi. Ketika kesiapan masyarakat meningkat, maka masyarakat akan lebih kuat dalam menerima guncangan sosial, ekonomi, dan psikologis yang terjadi dari bencana gempa bumi. 

Akhirnya, mental masyarakat yang menguat akan mempercepat pemulihan kembali kondisi masyarakat pasca gempa bumi, dan kegiatan masyarakat akan cepat kembali seperti biasa.

DAFTAR PUSTAKA

Supriyono, Primus. 2014. Seri Pendidikan Pengurangan Risiko: Bencana Gempa Bumi. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Syahid, Ahmad Rozidi. 2016. Waspada! Inilah Tanda Alam Memberitahu Bahwa Akan Terjadi Gempa di Daerah mu. Diakses pada 5 September 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun