Pernahkah kamu berada pada fase mencintai seseorang namun ternyata seseorang tersebut mencintai orang lain?
Pernahkah kamu berada pada fase, dimana kamu sanggup melakukan apa saja demi seseorang yang kamu cintai, meskipun kamu tahu bahwa ia tak akan pernah peduli dengan apa yang kamu lakukan atau malah sebenarnya dia peduli tapi ia tetap saja memilih untuk pergi?
Pernahkah kamu berada pada fase merasakan hebatnya cinta, tersenyum meski terluka, menangis dikala bahagia, bersedih dikala bersama, tertawa meski berpisah?
AKU PERNAH MERASAKAN ITU SEMUA!
Cinta sejati adalah kertika kamu tau dia mencintai orang lain dan kamu masih mampu tersenyum dan berkata "aku bahagia untukmu".
Cerita ini terjadi sekitar 5 tahun lalu berawal ketika aku berada di semester 5 bangku perkuliahan jurusan Pendidikan Olahraga, bermula dari ketidak sengajaanku kenal dengan seorang gadis, diawali dari salah sambung hingga berujung sampai saling chat, telepon dan sering jalan bareng.
Sebut saja namanya "Obii" dia mahasiswi D-III Akademi Kebidanan. Suatu hari dia cerita bahwa ada sedikit permasalahan dengan perkuliahannya, dimana bukti kwitansi pembayaran semesternya hilang, padahal itu adalah salah satu syarat administrasi perkuliahannya yang sangat penting. Jadilah aku memberikan beberapa solusi untuknya, hingga berencana membantunya mengurus ke kampus tempat dia kuliah. Sejak saat itulah kami jadi semakin dekat.
Awal mula kami ketemu yaitu disebuah caf yang pada saat itu menjadi tempat favorit kaula muda untuk nongkrong.
"pagi dek, lagi dimana nih?" chatku ke dia pagi itu
"pagi kak, ini kak aku lagi di caf dapur putih, baru selesai bimbingan ama dosen, kakak lagi dimana?" balasnya
"oh disana, sama siapa dek? Ini kakak baru aja selesai perkuliahan" balasku
"sendiri aja nih kak" balasnya singkat
"oh mau ditemenin engga dek?" tanyaku
"boleh, kalo kakaknya lagi engga sibuk" balasnya lagi
"oke dek, tunggu ya, kakak on the way ke sana" jawabku, lalu ku pacu sepeda motorku menuju caf tempat dia berada saat itu.
Sampailah aku di caf tersebut, lalu aku chat dia "dek ini kakak udah sampai, ada didepan caf, adek disebelah mana?" tulisku.
"oh iya kak, masuk aja, aku duduk di ruangan ac meja nomor 29, ini aku udah liat kakak kok dari sini" jawabnya.
Lalu aku segera masuk, dan menemuinya. Ini adalah pertemuan pertama kami, kami saling berbincang ngobrol saling bertanya tentang jati diri masing-masing. Awalnya agak sedikit canggung, tapi ternyata selain cantik orangnya juga asik dan baik.
Sejak petemuan awal itu kami menjadi lebih dekat, durasi chating, telponan dan jalan bareng pun semakin sering. Dari situlah muncul perasaan nyamanku padanya, hingga pada suatu hari coba aku ungkapkan persaanku padanya, bahwa aku menyukainya. Namun diluar dari ekspektasiku, tenyata dia menolak untuk pacaran denganku, alasannya bahwa disatu sisi dia ada perasaan kepadaku, namun disisi lain hatinya masih ada rasa pada mantannya. Aku mencoba memahami dan menerima dengan baik apa yang telah menjadi keputusannya.
Hubungan kami masih berjalan dengan baik, chating, telepon dan jalan bareng masih seperti biasa, tak ada rasa kecewa yang ku alami setelah penolakan itu, mungkin dia perlu pendekatan yang lebih, hingga bisa merasa lebih nyaman dan mampu melupakan mantannya, dan lebih membuka hati, pikirku demikian.
Selang beberapa bulan setelah itu ku coba utarakan lagi perasaanku, dan akhirnya dia menerimaku dan ingin mencoba jalani hubungan yang lebih sepesial. Mungkin ini buah dari kesabaranku untuk meyakinkan dia kalau aku layak untuk mengisi hatinya pikirku.
Hari demi hari kami jalani seperti selayaknya sepasang kekasih pada umumnya, saling mengisi detik demi detik saling bercerita aktifitas dan kesibukan masing-masing saling berbagi warna.
Hingga pada suatu hari dia telah menyelesaikan study D-III nya. Datanglah aku pada acara wisudanya, namun kali ini ada sedikit kecewaan lagi yang ku dapat, aku tak berjumpa dengannya pada acara itu. Aku menunggu didepan gedung wisudanya sambilku bawakan rangkaian bunga serta boneka yang ingin ku berikan padanya sebagai kado ucapan selamat karena telah menyelesaikan studynya. Aku menunggu sampai acara wisuda selesai dilaksanan. Ku coba hubungi dia melalui telepon, dan chatting tapi tidak ada balasan darinya. Kemudian dengan sedikit rasa kecewa ku putuskan untuk pulang. "mungkin dia sedang sibuk dengan keluarganya" pikirku positif.
Pada sore harinya dia mengirimkan sebuah chat kepadaku,
"kak, maaf adek baru buka chat dari kakak, tadi adek sibuk foto-foto dengan teman-teman dan keluarga adek" tulisnya.
"oh begitu, iya dek engga papa, oh iya, selamat ya atas gelar barunya. Tadi kakak nunggu agak lama si sampai parkiran kosong pada pulang, tapi kakak chat adek engga di balas-balas, yaudah deh kakak pulang aja" balasku.
"ya ampun, maaf ya kak, maaf banget beneran adek tadi engga sempat megang hp kak" balasnya.
"iya dek engga papa kok" balasku lagi.
Selang beberapa minggu setelah itu, dia bercerita kepadaku bahwa dia berkeinginan untuk melanjutkan study D-IV perkuliahannya ke jawa yaitu di salah satu perguruan tinggi di daerah Kediri, Jawa Timur. Dan akupun selalu mendukung apa yang menjadi keputusannya pada saat itu.
Beberapa hari kemudian dia memberikan kabar kepadaku bahwa ternyata dia diterima di perguruan tinggi tersebut. Lalu tibalah disaat dia hendak berangkat ke Jawa untuk menyelesaikan administrasi perkuliahannya, dia bercerita kepadaku  ada sedikit masalah bahwa uang yang akan digunakan untuk daftar ulang kurang, karena sebelumnya dipinjam temannya dan belum dikembalikan. Dan akhirnya ku berikan solusi untuk menggunakan sedikit tabunganku untuk membayar daftar ulang tersebut.
Masalah pada hari itu selesai, kemudian dia berangkat ke Jawa. Dan disinilah awal dari segalanya dimulai, kami menjali hubungan LDR terhalang oleh luasnya samudra antara pulau Sumatera dan pulau Jawa.
Sebulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan berlalu, hubungan kami masih baik-baik saja masih seperti biasa saling chatting, telepon, dan video call sekedar menanyakan kabar dan saling bercerita seperti hari-hari biasanya.
Namun mulai memasuki bulan kelima kami menjalani hubungan LDR, aku mulai merasakan ada perubahan yang terjadi padanya. Mulai dari durasi chat yang semakin jarang, chatting yang hanya di read aja tanpa dibalas, jarang mau mengangkat telpon dan bahkan sering marah-marah. Tapi aku masih tetap berfikir positif, "mungkin dia sedang sibuk, kegiatan perkuliahannya mungkin padat hingga membuatnya lelah" pikirku begitu.
Memasuki bulan keenam, alasan perubahan sikapnya mendapatkan jawaban. Aku coba untuk mengecek akun media sosialnya, bak seolah disambar petir disiang bolong. Aku kaget dan tak percaya ternyata di akun media sosialnya foto profilnya dipasang dia dengan seorang laki-laki, yang tak lain adalah mantan pacarnya sebelumnya, komentar-komentar diberandanya pun penuh dengan komentar mesra orang tersebut.
Mengetahui itu semua, ada rasa sakit dan kecewa yang aku alami. Namun aku masih tetap sabar, ku coba untuk meminta penjelasan darinya tentang itu semua. Diapun memberikan penjelasan padaku bahwa selama ini dia belum bisa move on untuk melupakan mantannya, dan pada suatu hari mantannya itu menghubungi dia dan menjelaskan beberapa hal kepadanya hingga mengajaknya untuk balikan lagi.
Disitulah akhirnya perasaanku yang akhirnya dikorbankan, ada sedikit kesedihan dan juga rasa sakit dan kecewa yang aku alami. Namun lagi-lagi dengan kesabaran dan karena rasa sayangku padanya, aku coba untuk merelakannya, dan aku memberi ucapan selamat kepadanya semoga dia bahagia dengan pilihan hatinya. Selama dia bahagia aku juga bahagi.
Setelah itupun kami putus hubungan, dan akupun sudah mengikhlaskannya, dan membuang jauh semua rasa dan cintaku padanya. (to be continue)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H