Latihan MAF untuk Antisipasi Cidera dan Duka Saat Olahraga

Hari minggu kemarin ada berita bahwa seorang pelari meninggal dunia saat mengikuti Makassar Half Marathon (MHM), pelari berusia sekitar 42 tahun tersebut wafat di pertengahan event diduga karena serangan jantung.

Beberapa tahun ke belakang juga ada kabar tentang pesepeda yang meninggal dunia di tengah perjalanan,  dugaan penyebabnya juga sama, yaitu serangan jantung.  Kejadian yang menimpa pesepeda berusia 62 tahun di Jakarta beberapa tahun silam jelas mengindikasikan penyebabnya, dimana yang bersangkutan bersepeda dengan detak jantung mencapai angka 18o bpm.

Berolahraga apapun, pasti akan memicu jantung bekerja lebih keras dari biasanya.  Saat melebih batas normal, bisa dibayangkan akibatnya.   Saya jadi teringat saat dulu mempunyai motor Alfa berkapasitas 100 cc yang saya paksa pacu maksimal dijalan raya.   Gara-gara overheat, akhirnya mendadak mati di tengah jalan dan baru bisa hidup kembali setelah mesin didiamkan dan dingin setelah sekian lama.

Mungkin mirip dengan kejadian tersebut, tapi masalahnya tubuh dan jantung manusia kalau sudah melebihi batas dan berhenti berdetak.   Ada kemungkinan tak bisa lagi kembali berdetak, walau didinginkan sedemikian rupa.

Maka dari itu penting untuk selalu memonitor detak jantung saat berolahraga, supaya tidak melebihi batas.  Detak jantung normal manusia bisa dihitung dengan formula mengurangi angka 220 dengan usia sekarang. Itu artinya semakin tinggi usia seseorang, detak jantung maksimalnya tak setinggi yang muda-muda.

Cara yang efektif untuk mencegah cidera saat berolahraga adalah dengan latihan rutin, tentu jangan sampai lupa melakukan pemanasan sebelum olahraga dan pendinginan sesudahnya. 

Salah satu latihan yang efektif untuk menjaga kondisi jantung dan badan saat olahraga adalah dengan latihan MAF (Maximum Aerobic Function) yang dikembangkan oleh Dr. Phil Maffetone, oleh karena itu latihan MAF disebut juga dengan Maffetone Method.

Caranya sederhana, yaitu menjaga detak jantung agar berada di bawah ambang batas yang ditentukan.  Batas maksimal HR (heart rate) atau detak jantung maksimal saat dalam kondisi aerobik (maximum aerobic heart rate) yang disarankan adalah menggunakan rumus mengurangi angka 180 dengan usia sekarang.  

Membiasakan berlari atau bersepeda atau olahraga lainnya dengan detak jantung yang relatif rendah di bawah batas maksimal hasilnya akan positif, yaitu menguatkan otot jantung dan mengurangi stress fisik.

Hal itulah yang saya praktekkan beberapa hari yang lalu.   Berlari dengan menjaga HR di bawah batas angka MAF.  Memang selain melatih jantung dan fisik, juga otomatis melatih kesabaran.   Saya harus belajar menahan diri untuk berlari lebih lambat dari biasanya agar detak jantung juga tidak sampai terlalu tinggi dan masih di kisaran aman.

Latihan itu sebenarnya juga sudah diterapkan saat bersepeda beberapa tahun silam.  Seorang teman menyarankan agar bersepeda dengan kecepatan rendah dan stabil, baik di jalan datar apalagi di rute tanjakan.  Tanpa sadar latihan bertahun-tahun berhasil membuat HR stabil saat bersepeda.  Saya pun baru sadar hal itulah yang membuat saya nyaman bersepeda, walaupun menempuh jarak puluhan kilometer dengan HR di bawah ambang batas angka MAF.

Begitulah, semoga kita semua bisa terus latihan hingga bisa berolahraga tanpa perlu dihiasi drama cidera.  Bagaimanapun, kita maunya berolahraga untuk bersukaria, jangan sampai berujung duka, karena harus meninggal dunia di tengah olahraga.

-----

referensi:

- https://www.klikdokter.com/

- https://kumparan.com/

- https://marathonhandbook.com/