Mohon tunggu...
Mona Suryaningsih
Mona Suryaningsih Mohon Tunggu... Mother of Two Beautiful Girls, Risa & Keysha -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Era SBY, Kaum Perempuan Lebih Diberdayakan

26 Februari 2018   00:33 Diperbarui: 26 Februari 2018   00:45 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Lena Maryana Mukti
Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Lena Maryana Mukti

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, calon perempuan tidak serta merta menunjukkan keberpihakan pada agenda dan isu-isu perempuan. Sayangnya, justru banyak dari kepala daerah tersandung kasus korupsi. Diantaranya Bupati Subang Imas Aryumningsih terjaring OTT KPK beberapa waktu lalu.

Menurut Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Lena Maryana Mukti, hal ini menjadi bumerang bagi afirmasi keterwakilan perempuan dalam pemilu.

"Masyarakat akan berpikir, perumus kebijakan juga akan berpikir percuma juga ada perempuan ada di situ, toh tidak 100% kepala daerah perempuan yang gender responsive atau gender sensitive mengedepankan isu perempuan" ujar Lena (dalam BBC Indonesia).

Beberapa penyebab terjadinya hal itu diantaranya dorongan perempuan dalam berpolitik sangat dipengaruhi oleh keluarga, baik dorongan dari suami maupun orang tua, untuk melanggengkan dinasti politiknya. Menurut data dari KPU, kandidat perempuan dengan latar belakang jejaring kekerabatan meningkat, kandidat yang merupakan mantan legislator menurun. Sementara kandidat dengan latar belakang kader partai dan petahana cenderung stagnan.

Lebih ekstrem,  Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) menyebut 40% kandidat perempuan berasal dari jejaring kekerabatan, sementara 25% berlatar belakang sebagai pengusaha. Artinya, perempuan yang berpolitik dimotivasi oleh hubungan keluarga, atau karena memiliki harta kekayaan yang banyak sebagai modal politik.

Konsolidasi perempuan politik harus diperkuat. Organisasi perempuan yang peduli dengan afirmasi keterwakilan perempuan tak lagi bisa bekerja sendiri-sendiri karena yang kini dihadapi adalah bagaimana mengadvokasi regulasi dan membangun gerakan.

Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat

Selain masalah politis, ada masalah yang belakangan kembali mencuat, yakni kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat pada tahun 2015 terdapat 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan. Artinya, sekitar 881 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi setiap hari. Lebih jauh, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyebut  sekitar 28 juta perempuan di seluruh Indonesia mengalami kekerasan setiap hari.

Komnas Perempuan juga menunjukkan pada tahun 2016 terdapat hampir 260.000 jumlah insiden KTP (Kekerasan Terhadap Perempuan). Sebagian data ini diperoleh dari 359 pengadilan agama, sebagian dari 233 lembaga mitra pengada layanan yang terdapat di 34 provinsi di Indonesia.

Kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT) merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang insidennya paling tinggi, dan dapat berbentuk fisik, psikis maupun ekonomi. Di dalam kategori kekerasan seksual, yang paling banyak adalah perkosaan, termasuk perkosaan di dalam perkawinan, yang sejak Pemerintahan Presiden SBY diakui di dalam pasal 8a UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKKDRT no. 23/2004).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun