Untuk mendapatkan dentuman yg besar 'bude trieng' ini, minyak yg digunakan selain minyak lampu (minyeuk gah), minyak lampu ini dapat dicampur  sedikit dgn minyak nensen. Jangan terlalu banyak bensennya, apa lagi bambu yg tdk tahan, bila banyak bensen bambunya mudah retak, tak mampu menahan bunyi letusan yg sangat besar.
Dulu tradisi 'tet bude trieng' bagi anak-anak di Aceh, terutama di malam-malam akhir Ramadhan makin seru. Puncaknya adalah malam hari raya. Semua kampung pada malam hari raya itu membunyikan dentuman meriam bambu. Kadang hingga menjelang subuh.
Bila kebetulan di Gampong itu ada pengantin laki-laki yg baru kawin ke Gampong tersebut, maka biasanya pengantin laki-laki itu menyumbangkan dana utk beli minyak 'bude trieng' pada malam hari raya.
Itu sdh menjadi kebiasaan di gampong-gampong di Aceh dulu, sebagai sebuah tradisi 'tet bude trieng' pada malam-malam bulan puasa di Aceh.
Tradisi 'tet bude trieng' di Aceh mulai hilang pelan-pelan sejak Aceh dilanda konflik Aceh Merdeka. Sejak saat itu muncul pelarangan-pelarangan utk tidak boleh membunyikan letusan-letusan meriam bambu di kampung-kampung di Aceh.
Sehingga tradisi 'tet bude trieng', terutama pada malam-malam bulan puasa pun lenyap di Aceh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H