“Siiip. Gue takut loe jual bukunya. Hehehe.” canda Sera. Inilah sikap Sera yang selalu membuatnya bingung.
“Hahaha. Gue gak segitu susahnya kali, sampai jual buku loe buat makan.” balas Rio dengan tidak lupa menambah emoticon “tertawa”. Akhirnya sampai larut malam, Rio dan Sera asyik ber-BBm-an.
“Hahaha. Ada-ada saja loe ini, Yo. Yo, gue tidur dulu ya. Gak terasa udah sampai jam segini kita BBMan.” Seperti biasa Sera yang menutup chat BBM mereka, yang selalu dijawab Rio, “Oke, Ser. Good Night. Have a nice dream.”
“Good night. Have a nice dream too.” balas Sera kemudian dan diikuti senyuman Rio seperti biasanya. Dia kembali mengingat kata sahabat-sahabatnya, apa mungkin mereka benar? Apa mungkin gue harus menembak Sera sekali lagi? Secara langsung?
* * *
Nazar duduk santai sembari menikmati kopi di teras kamar Hadi. Sore ini hanya dia sendiri yang datang ke rumah Hadi, ketiga sahabatnya yang lain lagi ada kesibukan masing-masing. Nazar sangat menikmati suasana di teras kamar sahabatnya ini. Kamarnya yang berada di lantai dua itu tepat menghadap sawah warga yang membentang di belakang rumahnya. Beruntung keluarganya Hadi dapat rumah di sini, lingkungan yang nyaman seperti ini sudah sangat jarang didapatkan di Kota Jakarta yang dimana-mana sudah penuh dengan “hutan beton”. Selain karena lingkungannya yang nyaman, Nazar dan yang lain juga betah untuk singgah berlama-lama di rumah Hadi karena ibunya selalu menyediakan cemilan yang membuat perut mereka “bahagia”. Seperti hari ini, ibunya Hadi menyediakan kopi dan kue buatannya untuk dinikmati.
“Kopi buatan ibumu mantap sekali, Di!” ujar Nazar setelah menyeruput kopinya.
“Hehe. Iya dong. Ibu siapa dulu...” kata Hadi sambil menepuk dadanya. Nazar tersenyum lalu menyeruput lagi kopinya. Matanya sampai terpejam saking nikmatnya. Mereka kemudian diam, larut dalam menikmati indahnya sore itu.
“Zar…” kata Hadi tiba-tiba.