Mohon tunggu...
Rayyi Mufid Tsaraut Muzhaffar
Rayyi Mufid Tsaraut Muzhaffar Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Anggota Jurnalis Media Pelajar Forum OSIS Jawa Barat

Hanya bocah SMA yang bermimpi menjadi seorang Kuli Tinta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Habitat di Ujung Hayat, Riwayat Puspa dan Satwa kian Melarat

5 Januari 2025   21:11 Diperbarui: 5 Januari 2025   21:43 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siluet Gunung Kapur (Dokumentasi Pribadi)

Fatah, rekan saya yang sempat menjadi Ketua Osis di SMAN 1 Ciampea menjelaskan bahwa sekolahnya beberapa kali disambangi oleh monyet ekor panjang. Saat ditanya seberapa sering dalam satu tahun, dirinya bahkan tak ingat karena menjadi sebuah peristiwa yang biasa. Pihak sekolah memutuskan untuk tidak menghitungnya lagi dan berusaha berdamai dengan situasi ini.

Tetap saja, alih-alih menjadi pengalaman menyenangkan, Fatah menjelaskan bahwa turunnya monyet-monyet itu kadang mengganggu kegiatan belajar-mengajar. Kadang ada beberapa makanan milik peserta didik yang dicuri, atau beberapa fasilitas sekolah yang rusak karena diobrak-abrik oleh satwa liar tersebut. 

Maka dari itu, dirinya menambahkan bahwa terdapat program khusus di sekolahnya untuk menanggulangi masalah ini. Terdapat feeding site di sekitar sekolah yang terletak di lereng Gunung Kapur tersebut. Peserta didik diminta untuk menaruh makanan seperti bebuahan, khususnya setandan pisang agar monyet-monyet itu bisa kenyang tanpa harus mengobrak-abrik tempat sampah sekolah dan menginvasi dapur milik warga sekitar. Tampaknya program ini cukup efektif, sehingga mereka tak lagi harus berebut makanan dengan manusia.

Walau demikian, sepertinya pemberian makanan di feeding site itu bukan solusi terbaik. Bagaimanapun, monyet ekor panjang adalah satwa liar. Mereka seharusnya hidup dan mencari makanan secara alamiah tanpa harus ada campur tangan dari manusia. Pemberian makanan rutin secara berkala ini justru berpotensi mengubah perilaku monyet ekor panjang secara radikal, yang membuatnya bergantung pada feeding site tersebut ketimbang harus mencari makanan sendiri sesuai kebiasaannya.

Monyet Bergelantungan di Tiang Listrik (Radae Bogor)
Monyet Bergelantungan di Tiang Listrik (Radae Bogor)

Walaupun kasus konflik antara manusia dan satwa di sekitar Gunung Kapur berkurang, tetap saja insiden turunnya monyet tak bisa hilang. Justru karena acapkali diberi makanan oleh manusia, akhirnya monyet-monyet tersebut kehilangan sifat analuriahnya di alam liar dan menjadikan lingkungan hidup manusia sebagai "gudang makanan" mereka. Karena memang situasi ini tidak biasa dalam dunia satwa, maka tak heran banyak monyet yang mengalami nasib apes saat turun ke pemukiman, seperti tenggelam di selokan atau tersetrum kabel listrik yang dipikirnya sebagai media untuk bergelantung dengan  aman.

Monyet Mati Tanpa Pisang, Manusia Tantrum Tanpa Tambang

Bisa dibilang, hal ini terjadi karena masifnya alih fungsi lahan dan aktivitas pertambangan kapur yang berjalan tanpa mempertimbangkan analisis dampak lingkungan yang memadai. Tahun 2023 lalu saya melaksanakan studi lapangan geografi di lokasi pertambangan ini, dan memang para penambang memang tidak memperdulikan efek jangka panjang yang ditimbulkan terhadap puspa dan satwa di sana. Sehingga meter demi meter lereng pekapuran itu kian terkikis karena terus diambil untuk kepentingan ekonomi.

Kawasan Pertambangan Karst Ciampea (Dokumentasi Pribadi)
Kawasan Pertambangan Karst Ciampea (Dokumentasi Pribadi)

Degradasi ekosistem di sekitar Gunung Kapur ini hanya secuil baris dari daftar panjang perusakan habitat puspa dan satwa di Indonesia. Menurut Prof. Satyawan Pudyatmoko, terganggunya kestabilan alam sistem alam dan iklim adalah hasil dari aktivitas manusia. Bahkan IPBES mencatat 1 juta spesies menghadapi ancaman kepunahan akibat dari degradasi ini yang berimplikasi pada perubahan iklim. 

Hipotesis Kelapa Sawit, Bisakah Manusia Hidup hanya dengan Memakan Cabai Rawit? Kan sama-sama Makanan!

Kembali pada pernyataan pemantik, marilah kita bayangkan apabila pepohonan di Gunung Kapur semuanya diganti menjadi perkebunan sawit dengan dalih; sama-sama pohon, punya daun, kok! Tetapi pada titik ini, cobalah kita gunakan kacamata monyet ekor panjang yang gemar memakan buah. Lalu, pepohonan bebuahan tropis itu secara masif diganti menjadi pohon sawit homogen dengan buahnya yang ranum dan menggiurkan.

Secara naluriah, tentu saja monyet tersebut akan menolak memakannya. Karena sederhana saja, bukan itu makanan mereka. Kalapun kita mempertimbangkan kemungkinan adaptasi luar biasa dari macaca fascularis yang bahkan bisa memakan mie instan, keputusan mereka untuk memakan buah sawit juga tidak membuat manusia senang. Lho, kok bisa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun