Milenium kedua telah disebut sebagai tahap pendidihan global karena umat manusia menghadapi tiga krisis sekaligus; perubahan iklim, punahnya keanekaragamn hayati dan penumpukan limbah serta polusi. Kota dan desa sebagai aspek terdampak juga menghadapi tiga krisis; alih fungsi lahan gentrifikasi dan segregasi sosial.
Pertumbuhan populasi yang tidak terkendali menyebabkan kebutuhan akan lahan meningkat pesat. Alih fungsi lahan semakin marak, mengurangi luasan Ruang Terbuka Hijau hingga kurang dari 30% RTH seperti yang diatur pada UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Efek domino yang ditimbulkan meningkatkan indeks UHI hingga di luar batas kewajaran.
Penguasaan lahan di kota yang hanya dimiliki oleh segelintir orang dan area terbangun hanya terdiri dari bangunan berdensitas rendah menyebabkan masyarakat mencari hunian ke wilayah pinggiran.
Selain karena harga tanah yang relatif murah, mereka juga menghindari semrawutnya lingkungan di tengah kota. Para pengembang membeli lahan milik petani miskin untuk disulap menjadi pemukiman kelas atas, atau dalam konteks ini komunitas berpagar. Fenomena inilah yang dikenal sebagai gentrifikasi.
Gentrifikasi adalah perubahan sosial-ekonomi yang terjadi karena orang-orang kaya membeli properti wilayah yang kurang makmur. Situasi ini menimbulkan dampak negatif karena masyarakat asli tempat tersebut tersisihkan.
Terlebih lagi apabila pengembang membangun Gated Community di atasnya, maka segregasi sosial tercipta karena ruang hidup masyarakat saling membatasi diri satu sama lain dan berpotensi memperlihatkan kesenjangan antara kawasan pemukiman organik kawasan yang dikembangkan oleh pihak swasta.
Sel Kanker dan Ledakan Hunian Berklaster
Pertumbuhan hunian di sekitar daerah satelit yang tidak terkendali mendatangkan berbagai ”penyakit” yang telah banyak disinggung sebelumnya. Apabila dianalogikan, fenomena ini sama seperti sel kanker yang terus menerus tumbuh dan menjalar di tubuh manusia tanpa bisa dikontrol. Apabila terus dibiarkan, maka akan berbahaya bagi inangnya karena mendatangkan berbagai komplikasi lain.
Persis halnya dengan kota. Apabila terus dibiarkan, maka luasan urban sprawl-nya bisa membengkak berkali-kali lipat dan melahap wilayah rural di sekitar yang seharusnya diperuntukan bagi sektor pertanian.
Selain itu, ledakan ketersediaan hunian juga seringkali tidak diimbangi dengan permintaan yang setara di tengah membesarnya bubble harga properti yang tak kunjung pecah. Tak jarang banyak perumahan yang dikembangkan pengembang kosong tanpa adanya penghuni akibat ketidakseimbangan supply dan demand pasar.