-Based on true story-Â
Gadis dengan perawakan kecil dan memiliki rambut panjang itu berjalan sambil membawa gelas plastik yang dia jadikan sebagai penampung uang. Gadis itu bernama Arum. Dia adalah seorang pengamen cilik yang sehari-hari berkeliling di kawasan Kota Tua, Jakarta bersama kakaknya, Adit.
Saat itu, matahari 2016 menebus awan. Teriknya matahari terkalahkan dengan senyum merekah kakak beradik tersebut yang menghampiri satu persatu pengunjung di kawasan  yang menjadi salah satu ikon Ibu Kota. Keduanya membagi tugas dengan baik, Adit memetik ukulele dengan kemampuannya sedangkan Arum mendendangkan lagu yang sedang hits kala itu, "Dia" karya Anji.
Alunan musik sederhana yang terselip tawa mengundang perhatian seorang fotografer untuk mengabadikan setiap gerak mereka dalam beberapa foto. Seusai berkeliling , Arum dan Adit duduk di tengah luasnya kawasan tersebut sambil menghitung uang yang mereka dapat. Fotografer yang sedari tadi memusatkan perhatian kepada kedua anak kecil tersebut perlahan mengampiri.
Senyum lebar dari Arum menyambut fotografer tersebut. Langkah pasti fotografer tersebut membuka pembicaraan, "Hai, kalian namanya siapa?" Â Bermula dari pertanyaan tersebut, hingga berlanjut pada senda gurau yang tercipta antara Arum, Adit dan sang Fotografer.
Hari mulai gelap, matahari menyembunyikan bentuknya, namun senyum Arum dan Adit tidak sirna. Begitupun sang fotografer yang hampir seharian mengabadikan setiap ekpresi Arum dan Adit pulang dengan beberapa foto.
April 2018, sang fotografer kembali ke lokasi tersebut dengan harapan bisa bertemu kembali dengan Arum dan Adit untuk bernostalgia akan pertemuan mereka dua tahun silam. Fotografer wanita dengan perawakan kurus dan tinggi itu melempar pandangannya keseluruh penjuru lokasi Kota Tua untuk mencari keberadaan kakak beradik yang selalu menebar senyum dalam setiap lagu yang mereka bawakan.
Setelah beberapa waktu berkeliling, sang fotografer menemukan seorang anak lelaki mengenakan baju kuning yang bergambarkan kartun pada bagian depannya.Perlahan namun pasti sang fotografer mendekati anak lelaki itu yang diduga adalah Adit.
"Kamu Adit? Masih ingat kakak?" ujar sang fotografer berupaya menggali ingatan anak lelaki tersebut.
Tepat, itu adalah Adit yang dia jumpai dua tahun silam bersama adik kecilnya, Arum. Namun Adit hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan anggukan kepala diiringi sebuah foto dua tahun lalu yang disodorkan fotografer tersebut. Di dalam foto tersebut terlihat dua anak kecil yang sedang tertawa lepas, ya mereka adalah Adit dan Arum.
Saat melihat foto tersebut, Adit perlahan berjalan menjauhi sang fotografer dengan tatapan yang dalam. Sang fotografer yang tidak tahu apa yang terjadi hanya memandang Adit yang semakin jauh, namun matanya menangkap Adit sedang menyeka mata.
Tiba-tiba saja Adit kembali kepada sang fotografer dengan membawa sebuah telepon gengam. Terlihat dengan jelas pada bola mata Adit telah menggumpal air mata yang siap dia keluarkan jika waktunya tiba. Setengah suara Adit berkata, "Arum udah meninggal ka. Boleh Adit minta Foto Arum dan Adit?"
"Kakak punya foto Arum? Ibu boleh minta yaa," ujar seorang Ibu yang langsung berlutut di depan sang fotografer yang kemudian diketahui bahwa Ibu tersebut adalah ibu dari Arum dan Adit.
Hanya senyuman yang diberikan sang fotografer untuk membalas pertanyaan tersebut serta diiringi bendungan air mata sang ibu yang sudah meluap. Begitu banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan sang fotografer, namun hanya satu yang mampu tersampaikan.
"Kenapa Bu?" tanyanya singkat.
"Arum sakit ka dan ibu gapunya biaya untuk pengobatannya. Tahun lalu Arum pergi ka," jelas sang ibu dengan nada penyesalan.
Sang fotografer mengalihkan pandangannya kepada Adit yang masih terpaku pada layar telepon genggam yang menampilkan foto dirinya dan adiknya yang setia menemaninya menghibur para pengunjung.
"Adit sekarang kalau nyanyi sama siapa?" tanya sang fotografer dengan hati-hati.
"Sama temen-temen ka. Tapi Adit lebih suka ngamen sama Arum," ungkap Adit yang memandang dalam dan menarik ujung bibir untuk ditunjukkan kepada sang fotografer, tapi senyum itu berbeda dengan yang Adit miliki saat perjumpaan pertama mereka. Ada yang hilang.
"Makasih ya ka fotonya," kata penutup dilontarkan Adit yang kembali memandang layar telepon genggamnya.Â
-
Ya, itu kisah ku dan mereka. Haru dan rindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H