Mohon tunggu...
Raymond Y. Patty
Raymond Y. Patty Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aku mungkin tampan, tapi yang jelas aku tidak narsis. | El Condor Times http://t.co/Npropwo3

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wacana Pendidikan dalam Karya-karya WS Rendra

27 Mei 2012   07:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:43 3333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pementasan lakon Mastodon dan Burung Kondor oleh Ken Zuraida Project

Ketika saya masih mahasiswa orang menasehati saya dengan keras, cepat-cepatlah lulus dengan baik-baik. Karena Negara membutuhkan tenagamu. Omong kosong. Aku telah lulus dengan cepat, tapi nyatanya Negara tidak bisa member kerja kepadaku. Negara ini semestinya mempunyai banyak lapangan kerja. Tetapi kenyataannya negara ini semakin sempit lapangan kerja.”[9] Mastodon dan Burung Kondor

Secara keseluruhan, Mastodon dan Burung Kondor menceritakan pandangan tokoh di naskah itu, yaitu Yose Karosta. Kehadirannya memang sukar dilepaskan dari Rendra yang memang memerankan tokoh tersebut pertama kalinya pada 1973. Yose dianggap alter-ego Rendra, yang pada 1970-an mulai lantang menyuarakan perlawanan politik dengan kesenian. Latar belakang Amerika Latin pada Mastodon dan Burung Kondor dinilai untuk menyamarkan situasi politik dan sosial Indonesia masa itu.

Posisi Yose Karosta disini bisa ditafsirkan sebagai posisi politik Rendra sendiri dalam membaca realitas sosial. Penyair dan penulis esai, Goenawan Mohamad, berani memastikan ini sebagai posisi yang membedakan Rendra dengan kaum Marxis ataupun Kiri Baru. Sebuah politik tanpa pamrih kekuasaan, atau ‘politics of the unpolitical’.[10]

[caption id="" align="aligncenter" width="509" caption="Pementasan lakon Mastodon dan Burung Kondor oleh Ken Zuraida Project"]

Pementasan lakon Mastodon dan Burung Kondor oleh Ken Zuraida Project
Pementasan lakon Mastodon dan Burung Kondor oleh Ken Zuraida Project
[/caption]

Dalam drama ini penguasa adalah gajah-gajah yang kelaparan. Semakin lama berkuasa, maka gajah-gajah itu akan makin besar, sekaligus makin purba, dan makin berubah menjadi mastodon-mastodon—nenek moyang gajah yang besar, bergading besar, bahkan berbulu lebat. Maka  rakyat pun makin terinjak-injak, makin menderita :

Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah, dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai, dan sukmanya berubah menjadi Burung Kondor. Beribu-ribu Burung Kondor, berjuta-juta Burung Kondor, bergerak menuju ke gunung tinggi, dan disana mendapat hiburan dari sepi. Karena hanya sepi yang mampu menghisap dendam dan sakit hati”.[11]

Drama ini berkisah tentang sebuah negeri yang dipimpin diktator bernama Kolonel Max Karlos. Max Karlos adalah gambaran penguasa yang keras, militeristik, dan menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan pembangunan. Sementara, Burung Kondor—jenis Burung yang hidup di pegunungan benua Amerika—merupakan simbol rakyat tertindas, dan terutama merupakan simbol Yose Karosta, penyair melankolis yang mengkritik cara Max Karlos memimpin melalui puisi-puisinya. Selain Max Karlos dan Karosta, tokoh sentral pentas ini adalah Yuan Frederikho, seorang ekstrimis dari kalangan mahasiswa yang berniat menumbangkan Max Karlos melalui jalan revolusi.

Walau sama-sama bersikap kritis terhadap pemerintahan Max Karlos, Yose Karosta berbeda pandang dengan Yuan Frederikho. Bagi Yose Karosta, perubahan melalui revolusi tak akan pernah mencapai hasil maksimal:

“Aku percaya pada jalannya perubahan yang berdasarkan perkembangan kematangan kesadaran. Perubahan mendadak yang ditimbulkan revolusi hanya akan menghasilkan perubahan semu,”[12]

Dengan sikap ini, Karosta akhirnya tersingkir dari gelanggang revolusi dan memilih menjadi Burung Kondor.

Secara umum drama Mastodon dan Burung Kondor ialahgambaran miris WS Rendra menyenggol pergolakan kepemerintahan di negeri ini. Naskah ini dipentaskan untuk pertama kalinya oleh Bengkel Teater, 1973 silam, di Jogjakarta, Bandung, dan Istora Senayan, Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun