Mohon tunggu...
Raymond Rahail
Raymond Rahail Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anggota Misionaris Hati Kudus Yesus - Studi Filsafat Teologi di STF-SP

Hidup sendirian atau pun berdampingan seharusnya tetap mempunyai MAKNA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pulau Papua, Bukan Benalu

29 Juli 2021   13:00 Diperbarui: 29 Juli 2021   16:50 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Olahraga selalu menjadi primadona di mata masyarakat. Bukan hanya sebagai primadona, olahraga juga mampu menjadi titik sentral untuk mempersatukan yang terpisah dan mendamaikan yang bermusuhan. Pada saat yang sama, olahraga juga bisa memisahkan yang telah bersatu, dan menghadirkan permusuhan pada mereka yang dulunya berdamai. 

Hal itu cukup wajar, mengingat dalam dunia olahraga terdapat unsur ‘pertarungan’ dan ‘perjuangan’. Manusia, di dalam sejarah perkembangan peradabannya, tidak pernah terlepas dari dua hal tersebut. 

Kita dapat membuktikannya dengan melihat sejarah bangsa-bangsa nomaden yang ‘diharuskan’ untuk bertarung dan berjuang, demi memperebutkan lahan atau tempat yang akan mereka tinggali. 

Mereka bertarung untuk bertahan hidup. Dalam olahraga saat ini pun demikian, mereka bertarung untuk sebuah ‘kemenangan’. Iya, kemenangan. Tidak ada satu pun manusia yang ingin dikalahkan. 

Semua manusia menginginkan kemenangan. Ini idealnya! Walaupun, pada akhirnya kita harus mampu menerima dengan pikiran terbuka dan menyadari dengan rendah hati, bahwa selalu ada hitam dan putih.

Artinya, dalam setiap pertarungan dan perjuangan, akan selalu ada kemenangan maupun kekalahan. Itu tidak terelakkan! Kemenangan akan selalu membawa daya tersendiri. Di sana ada dimensi kegengsian. Di sana ada rasa kebahagiaan. Bahkan di sana ada rasa tawa dan air mata sukacita. Itulah kemenangan. 

Di mana kita mampu memperoleh mimpi itu. Mimpi bahwa hal yang tidak mudah itu telah berhasil diraih, dan sekarang telah menjadi suatu realitas yang tak dapat disangkal. Itulah daya atau kekuatan yang sungguh-sungguh telah menyelami dunia mereka yang mampu meraih kemenangan di dalam olahraga.

Pada saat ini, negara Indonesia sedang dan akan hadir dalam dua pertarungan olahraga yang berbeda. Pertama, pertarungan olahraga secara internasional, di mana tim kita (Kontingen Indonesia) dikirim ke Jepang dan sedang mengikuti kompetisi Olimpiade di Tokyo.

Sedangkan kedua, yang tak kalah pentingnya yaitu mengikuti Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-20 di Papua, yang akan berlangsung pada 2 Oktober hingga 15 Oktober 2021. Ini sangat menarik untuk diamati. Mengapa? Saya mencoba mulai dari keadaan negara kita saat ini. 

Keadaan bahwa kita sedang berada dalam wabah covid-19. Jumlah pasien positif kian bertambah, maka dari itu diberlakukanlah PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Ini tentu dengan maksud agar perkembangan virus ini tidak cepat meluas lagi lebih jauh (mari belajar dari India).

Dalam suasana seperti itu, kita tetap mengutus tim atau kontingen dari Indonesia untuk mengikuti olimpiade di Tokyo. Ini mau menandakan apa? Negara kita tidak mudah menyerah pada keadaan. Kita tentunya menyadari akan adanya wabah. Kita pun tahu bahwa wabah tersebut telah menghilangkan ribuan nyawa. 

Namun, pada saat yang sama, kita juga sadar bahwa penderitaan saat ini tidak akan mampu menghilangkan semangat juang dalam diri untuk menggapai kemenangan. Hal yang senada dapat juga dikontekskan pada sejarah hadirnya PON bagi bangsa Indonesia. 

Sejak awal sejarah terbentuknya PON dan menurut esensinya, kehadiran PON bagi bangsa Indonesia sesungguhnya menjadi ‘motor penggerak’ yang membangkitkan semangat persatuan dalam kemerdekaan. Sejak tahun 1948, PON adalah media seligus nyawa baru bangsa Indonesia. 

Media untuk memberitakan bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang kaya dan beragam. Walaupun pada saat itu, jumlah peserta yang mengikuti cabang-cabang olahraganya masih tergolong sedikit. 

Menurut data tulisan Khusniani dari Kompaspedia.com bahwa yang mengikuti perhelatan akbar tersebut masih seputaran dari daerah Jawa. Ini cukup beralasan mengingat keadaan bangsa kita yang baru saja merdeka. Bangsa yang usianya masih sangat muda.

Dan juga ia sebagai nyawa karena di sana hadir daya-daya hidup sekaligus semangat patriotisme untuk membela daerahnya. Bisa dikatakan dengan membela daerahnya, ia juga telah turut membela bangsanya dari para kolonial. Mereka berjuang untuk menunjukkan eksistensi dirinya di mata para dunia (pada umumnya) dan di mata para penjajah (pada khususnya). 

Bahwasanya negara kita adalah negara dan bangsa yang kompak. Itu poinnya. Soekarno pun pada waktu itu memiliki “api” yang sama. Ia menginginkan agar melalui olahraga nasional ini, orang-orang Indonesia dapat bertemu sekaligus saling mengenal satu sama lain.

Pengenalan satu sama lain sebagai bangsa yang kaya adalah sebuah hukum kemutlakan. Ia tidak dapat diubah apalagi sampai dihilangkan. Maka tidak heran, apabila bangsa kita tetap bertahan dan tidak menjadi lumpuh total dari berbagai aspek kehidupan, walaupun berada di tengah pandemi Covid-19. Memang perlu diakui bahwa perhelatan PON XX juga terkena dampak dari wabah ini. 

PON XX yang seharusnya seharusnya dilangsungkan pada tahun 2020 akhirnya ditunda sampai tahun ini (2021). Bahkan ada wacana untuk dihilangkan atau dibatalkan karena dapat menyebabkan penyebaran virus yang lebih parah. Tapi karena pada dasarnya ini adalah nyawa bangsa kita, maka sungguh sebuah keniscayaan untuk dibatalkan apalagi dihapuskan. Akhirnya, keputusan terakhir adalah ditunda untuk tahun berikutnya yakni pada tahun 2021. 

Benar saja, tahun ini pun segera dibuat. Sama halnya dengan EURO 2020 maupun Olimpiade Tokyo 2020 yang harus dilaksanakan pada tahun ini.

Pengenalan yang baik itu pun seharusnya kelak dapat menghantar setiap individu untuk saling memahami satu sama lain. Penunjukkan Provinsi Papua sebagai tuan rumah PON XX ini bukanlah sebuah kebetulan. Papua dari segi politik, kini mulai diperhatikan oleh pemerintah kita. 

Pembangunan untuk daerah Indonesia Timur, termasuk Papua, merupakan salah satu strategi politik dari pemerintah pusat, demi menunjang sistem pemerataan di semua daerah yang berada dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). 

Walaupun belum sempurna, tapi setidaknya akses-akses transportasi darat, laut, udara sudah mulai ditata dengan baik. Dari segi sosial-ekonomi, seluruh mata orang Indonesia akan dihantar kepada pulau di timur Indonesia. Di sana orang akan melihat bahwa tanah Papua adalah tanah yang subur. Di sanalah emas, hutan, dan kearifan lokalnya tumbuh subur bak jamur. Bisa di makan tapi juga bisa membawa racun. 

Para pendatang yang datang ke Papua pada umumnya hanya ingin menikmati jamur tersebut. Tapi ingat, jamur itu bisa menyehatkan tapi sekaligus bisa membunuh. Hal itu tampak pada salah satu bait lagu dari Doddie Latuharhary “Tanah Papua tanah yang kaya. 

Surga kecil jatuh ke bumi. Seluas tanah sebanyak madu. Adalah harta harapan..” Harapan bahwa tanah yang luas ini dapat dinikmati oleh mereka sendiri. Harapan bahwa ‘surga kecil’ ini dapat memberi kedamaian dan kehidupan bagi mereka. Harapan bahwa dengan kekayaan alam yang ada, masyarakat pribumi yaitu orang Papua, tidak lagi ‘ditipu’ atau bahkan ‘dimanipulasi’ dengan janji-janji yang pada akhirnya dapat membunuh jiwa mereka sendiri.

Maka dari itu, kehadiran PON sekiranya dapat menjadi wadah harapan bagi masyarakat Papua. Tapi masyakarat seperti apa? Masyarakat yang kurang diperhatikan oleh pemerintah. Pekan Olahraga Nasional harus menjadi momentun untuk semakin mencerahkan sistem kehidupan di sana. 

Misalnya, dalam hal pendidikan bagi anak-anak Papua. PON XX yang akan berlangsung di tanah Papua ini diharapkan akan mampu mengangkat wajah Papua ke kancah nasional maupun internasional. Para atlet boleh bertarung untuk mengangkat nama daerahnya masing-masing, tapi jangan sampai melupakan rumah di mana mereka berpijak agar dapat mencapai kemenangan tersebut. 

Papua bukan sebuah tanaman benalu. Tapi Papua adalah pupuk yang mampu memberi hidup bagi seluruh tanaman yang ada. Dia adalah tempat di mana sang mentari pertama kali menampakkan wajahnya. Di sanalah harapan itu bangkit. Karena dalam sejarahnya, tahun ini (2021), Papua akhirnya menjadi tuan rumah untuk pertama kali dalam pelaksanaan PON XX, yang merupakan kegiatan akbar se-Indonesia. 

Memang, sempat dipikirkan untuk memilih Makassar, akan tetapi zona waktunya masih tergolong berada pada Waktu Indonesia Tengah (WITA), bukan berada pada Waktu Indonesia Timur (WIT). Dan sebagai wajah orang timur yang lahir dan dibesarkan di timur Indonesia, saya sangat bersyukur karena pada akhirnya wajah harapan itu mulai dihadirkan. Iya, Papua adalah wajah harapan tersebut. 

Sudah cukup lama mereka berdiam dan bisu dalam keramaian negara kita. Sudah saatnya mereka berjuang untuk suatu nilai yang lebih luhur yakni persaudaraan. Persaudaraan dalam bangsa dan bahasa Indonesia. Semoga, kegiatan PON XX 2020 di tanah Papua dapat berjalan dengan baik. Ada pandemi, kita tahu itu. 

Tapi bukankah dulu bangsa kita juga pernah berada dalam keadaan yang hampir persis yakni ketegangan. Hanya saja, dulu mereka berada dalam keadaan was-was karena masih ada sejumlah penjajah, kalau saat ini kita semua tegang, cemas karena virus ini masih berada di antara kita. 

Tidak mengapa, yang terpenting kita mampu untuk menjaga kesehatan dan memperjuangkan apa yang seharusnya torang (kita) perjuangkan sebagai manusia untuk memanusiakan sesama manusia. Semoga tulisan sederhana ini sedikit membangkitkan semangat kecintaan kita pada bangsa ini. Terakhir, semoga kamu sesudah ini semakin tertarik untuk dekat dan mengenal orang-orang Papua. Torang pasti bisa!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun