Mohon tunggu...
Raymond Rahail
Raymond Rahail Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anggota Misionaris Hati Kudus Yesus - Studi Filsafat Teologi di STF-SP

Hidup sendirian atau pun berdampingan seharusnya tetap mempunyai MAKNA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pulau Papua, Bukan Benalu

29 Juli 2021   13:00 Diperbarui: 29 Juli 2021   16:50 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, pada saat yang sama, kita juga sadar bahwa penderitaan saat ini tidak akan mampu menghilangkan semangat juang dalam diri untuk menggapai kemenangan. Hal yang senada dapat juga dikontekskan pada sejarah hadirnya PON bagi bangsa Indonesia. 

Sejak awal sejarah terbentuknya PON dan menurut esensinya, kehadiran PON bagi bangsa Indonesia sesungguhnya menjadi ‘motor penggerak’ yang membangkitkan semangat persatuan dalam kemerdekaan. Sejak tahun 1948, PON adalah media seligus nyawa baru bangsa Indonesia. 

Media untuk memberitakan bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang kaya dan beragam. Walaupun pada saat itu, jumlah peserta yang mengikuti cabang-cabang olahraganya masih tergolong sedikit. 

Menurut data tulisan Khusniani dari Kompaspedia.com bahwa yang mengikuti perhelatan akbar tersebut masih seputaran dari daerah Jawa. Ini cukup beralasan mengingat keadaan bangsa kita yang baru saja merdeka. Bangsa yang usianya masih sangat muda.

Dan juga ia sebagai nyawa karena di sana hadir daya-daya hidup sekaligus semangat patriotisme untuk membela daerahnya. Bisa dikatakan dengan membela daerahnya, ia juga telah turut membela bangsanya dari para kolonial. Mereka berjuang untuk menunjukkan eksistensi dirinya di mata para dunia (pada umumnya) dan di mata para penjajah (pada khususnya). 

Bahwasanya negara kita adalah negara dan bangsa yang kompak. Itu poinnya. Soekarno pun pada waktu itu memiliki “api” yang sama. Ia menginginkan agar melalui olahraga nasional ini, orang-orang Indonesia dapat bertemu sekaligus saling mengenal satu sama lain.

Pengenalan satu sama lain sebagai bangsa yang kaya adalah sebuah hukum kemutlakan. Ia tidak dapat diubah apalagi sampai dihilangkan. Maka tidak heran, apabila bangsa kita tetap bertahan dan tidak menjadi lumpuh total dari berbagai aspek kehidupan, walaupun berada di tengah pandemi Covid-19. Memang perlu diakui bahwa perhelatan PON XX juga terkena dampak dari wabah ini. 

PON XX yang seharusnya seharusnya dilangsungkan pada tahun 2020 akhirnya ditunda sampai tahun ini (2021). Bahkan ada wacana untuk dihilangkan atau dibatalkan karena dapat menyebabkan penyebaran virus yang lebih parah. Tapi karena pada dasarnya ini adalah nyawa bangsa kita, maka sungguh sebuah keniscayaan untuk dibatalkan apalagi dihapuskan. Akhirnya, keputusan terakhir adalah ditunda untuk tahun berikutnya yakni pada tahun 2021. 

Benar saja, tahun ini pun segera dibuat. Sama halnya dengan EURO 2020 maupun Olimpiade Tokyo 2020 yang harus dilaksanakan pada tahun ini.

Pengenalan yang baik itu pun seharusnya kelak dapat menghantar setiap individu untuk saling memahami satu sama lain. Penunjukkan Provinsi Papua sebagai tuan rumah PON XX ini bukanlah sebuah kebetulan. Papua dari segi politik, kini mulai diperhatikan oleh pemerintah kita. 

Pembangunan untuk daerah Indonesia Timur, termasuk Papua, merupakan salah satu strategi politik dari pemerintah pusat, demi menunjang sistem pemerataan di semua daerah yang berada dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun