Fenomena maraknya produk skincare yang mengklaim manfaat berlebihan atau overclaim di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran terkait perlindungan konsumen. Banyak produk di pasaran yang menawarkan hasil instan seperti "mencerahkan dalam semalam" atau "menghilangkan bekas jerawat dalam hitungan hari," yang tujuaanya hanya untuk menarik minat beli dari konsumen tanpa didorong dengan hasil yang realistis. Seiring meningkatnya penggunaan skincare di berbagai kalangan, terutama remaja dan dewasa muda, makin banyak konsumen yang merasa dirugikan karena produk yang mereka beli ternyata tidak sesuai dengan klaimnya.
Munculnya seorang figure Dokter Detektif, seorang dokter yang menguak produk-produk skincare overclaim dengan melakukan uji laboratorium terhadap skincare tersebut lewat beberapa VT nya. Menunjukkan bahwa banyak brand-brand skincare yang tidak Amanah dalam menjual produk skincare, terdapat banyak overclaim di dalam produk tersebut seperti klaim produk yang mengandung sekian persen retinol, namun setelah diuji laboratorium ternyata retinol pada produk tersebut tidak terdeksi alias nihil, ada juga produk yang di dalam label nya mengklaim 10 persen bahan Niacinamide yang berguna untuk mencerahkan, namun setalah dilakukan uji laboratrium, justru kadungannya tidak sesuai dengan klaimnya alias berada dibawah persentase klaimnya, bahkan ada yang cenderung membahayakan konsumen seperti adanya bahan merkuri yang digunakan diatas batas wajar yang berisiko pada penyakit kulit seperti hiperpigmentasi.
Produk skincare yang overclaim ini tentunya akan menciderai rasa kepercayaan masyarakat terdahap pasar kesehatan kulit. uang yang telah mereka keluarkan untuk membeli botol perbotol produk skincare yang mereka percaya mempunyai kualitas, kemudian waktu yang sudah mereka habiskan dalam menunggu hasil yang tak kunjung realistis sesuai dengan klaim pada label dan promosi produk. Justu dalam hal ini memberikan rasa kecewa pada konsumen atas kerugian baik dari segi material dan immaterial.
Dengan semakin banyaknya laporan dan pengaduan mengenai produk skincare yang overclaim, muncul kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran konsumen tentang hak-hak mereka serta memperketat pengawasan dari pihak regulator agar hak konsumen terlindungi. Berikut beberapa hak konsumen yang dijamin dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, antara lain:
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
 b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
 f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Peran hukum sangatlah penting dalam melindungi konsumen dari praktik bisnis yang tidak bertanggung jawab serta hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami. Hak konsumen untuk memperoleh ganti rugi dalam kasus overclaim produk skincare dilandasi oleh beberapa regulasi, termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia. Aturan ini mengamanatkan bahwa produsen atau pelaku usaha harus memberikan informasi yang jujur, jelas, dan akurat mengenai produk mereka. Ketika klaim produk terbukti menyesatkan atau tidak sesuai kenyataan, konsumen berhak menuntut ganti rugi yang dapat berupa penggantian produk, kompensasi finansial, atau bahkan biaya pengobatan jika terjadi efek samping berbahaya.
Brand owner skincare yang melanggar atau merugikan konsumen wajib memberikan ganti rugi sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang terkait kewajiban pelaku usaha dan begitu juga konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi terhadap produk yang overclaim, ganti rugi yang harus diberikan oleh pelaku usaha ialah penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, pemberian santunan serta perawatan Kesehatan. Pemberian ganti rugi tersebut dilaksanakan dalam tempo 7 hari setelah tanggal transaksi. Adapun dengan pemberian ganti rugi yang dilakukan oleh brand owner skincare, tidak mengahapus kemungkinan adanya tuntunan pidana jika perbuatan tersebut memang terdapat unsur pidana di dalamnya, seperti adanya unsur penipuan atau manipulasi informasi sebagaimana yang diatur dalam pasal 378 KUHP.
Bagaimana jika pelaku usaha dari brand skincare menolak ganti rugi?
Brand owner skincare yang tidak memberi tanggapan, menolak atau tidak memenuhi ganti rugi maka konsumen bisa melaporkan brand tersebut kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasiuonal (BPKN) atau Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Lembaga tersebut dapat membantu konsumen untuk mendapatkan hak-haknya sebagai konsumen, memastikan pelaku usaha tidak melanggar hak-hak konsumen, serta bertugas menangani dan menyelesaikan sangketa antara brand owner skincare yang tidak melaksanakan kewajibannya dan konsumen yang dirugikan oleh produk overclaimnya. Brand owner skincare yan memang terbukti melanggar maka akan dijatuhi sanksi administratif berupa ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000 dua ratus juta rupiah.
Konsumen yang dirugikan oleh itikad buruk dari brand owner skincare yang dengan sengaja menipu konsumen atau tindakan-tindakan yang menyebabkan kerugian pada konsumen, maka dalam hal ini konsumen bisa mengajukan gugatan perdata ke Pegadilan atas dasar perbuatan melawan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1365 KUHPerdata. Dalam gugatan tersebut konsumen bisa menuntut biaya ganti rugi baik material maupun immaterial akibat dari penggunaan atau pemakaian produk skincare tersebut.
Sumber Referensi:
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Sholeh, M.Noor. 2012. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Prenada Media Grup
Hermansyah. 2008. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H