Mohon tunggu...
Rayhan Fakhriza
Rayhan Fakhriza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiwa

Mahasiswa biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mari Menjadi Pribadi yang "Ngajeni Wong"

20 Juni 2020   07:00 Diperbarui: 20 Juni 2020   15:52 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melalui senyum ramah menjadi salah satu cari untuk menghargai orang lain | Sumber: Dokumentasi UNICEF/Indonesia/Modola

Saat kata Ngajeni Wong itu saya dengar untuk pertama kalinya, yang ada di benak saya adalah “Memangnya saya tidak menghargai dia ya?”. Memangnya menghargai seperti apa sih yang menyebabkan saya bisa punya masalah sama orang. Jujur saya adalah orang paling males untuk punya masalah.

Aku lantas bertanya dengan polosnya, “Memangnya aku tidak menghargai dia ya?”. 

Temanku yang masih menyeruput kopinya itu lantas meletakkan gelas kopinya dan menjawab, “Kon lek nang Suroboyo, kon gak senyum ambek wong liyo ae isok duwe masalah ambek wong iku. Paling parah kon isok gepuk-gepukan ambek wong Han” yang artinya “Kamu kalau di Surabaya, kamu gak senyum sama orang lain bisa punya masalah sama orang itu. Paling parah kamu bisa berantem sama orang Han.”

Saya masih tidak percaya. Bagaimana bisa saya tidak senyum bisa menyebabkan saya bertengkar dengan orang. Otak polos saya masih tidak bisa membayangkan saya harus berantem karena saya tidak senyum kepada seseorang.

Singkat cerita saya dan teman saya terlibat obrolan yang sangat serius tentang kata Ngajeni. Ternyata saya baru tahu, orang-orang di daerah termasuk Jawa Timur terbiasa untuk menghargai orang. Bahkan untuk senyum kepada orang yang tidak dikenal sekalipun merupakan sebuah kebiasaan yang tidak terlepaskan.

Menghargai orang yang paling sederhananya bisa dengan memberikan senyuman kepada orang lain menjadi alasan kenapa orang-orang di daerah termasuk Kota Surabaya sangat ramah. 

Ternyata, ini toh alasan kenapa orang Indonesia terkenal ramah kepada orang lain. Bukan sekadar menghormati, tetapi Ngajeni Wong atau menghargai orang lain menjadi alasannya.

Contohnya saja saya pernah terlibat suatu obrolan yang dalam dengan seorang Bapak pensiunan atlet. Obrolan itu terjadi di pool bus saat saya dan teman-teman saya sedang mereservasi bus untuk kegiatan angkatan. 

Obrolan dengan Bapak tersebut terjadi begitu saja dan beliau dengan bangganya menceritakan pengalaman beliau mendaki gunung-gunung tertinggi di dunia. 

Obrolan singkat itu terjadi bukan karena kenal satu sama lain, tetapi karena senyuman dan Bapak tersebut ingin berbagi pesan kepada kami anak muda untuk tetap semangat.

Ternyata menghargai orang merupakan suatu kebiasaan yang sudah mulai hilang dalam diri kita. Yang saya maksud bukanlah bukti konkret di sosial media seperti like, comment dan subscribe. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun