Mohon tunggu...
Nur Samsu
Nur Samsu Mohon Tunggu... profesional -

dalam kebeningan apa yang ada di dasar sudah nampak dari permukaan, meski samar tapi jelas ... semakin menyelam semakin terekam ... kian mendalam kian benderang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengurai Benang Kusut Kebijakan Penyelesaian Tenaga Honorer

17 Februari 2016   15:58 Diperbarui: 21 Februari 2016   10:31 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

THL TBPP direkrut secara nasional melalui test tulis dan wawancara. Kemudian ditugaskan dan diperbantukan pada instansi pemerintah yang membidangi penyuluhan pertanian di wilayah kabupaten/kota masing-masing. Jadi THL TBPP yang bekerja di garis depan desa-desa wilayah binaan ini secara faktual adalah kepanjangan tangan langsung Pemerintah Pusat cq Kementerian Pertanian.

Penugasan dan penempatan THL TBPP pada lini desa dengan basis koordinasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat Kecamatan adalah kebijakan terobosan oleh Pusat dalam rangka menutupi kekurangan Penyuluh Pertanian PNS yang jumlahnya menurun drastis dan sangat kurang utamanya pada rentang waktu tahun 1999 – 2007.

Kehadiran THL TBPP sejak awal perekrutan hingga saat ini cukup berhasil meningkatan kinerja BPP menjadi lebih optimal. Dengan tambahan tenaga THL TBPP, para Penyuluh Pertanian PNS yang sebelumnya menangani 5 – 7 atau lebih wilayah desa binaan, sejak saat itu membagi wilayah binaan dengan THL TBPP sehingga masing-masing menangani 2 – 3 desa binaan.

Penyelenggaraan kegiatan dan pembayaran Honor dan Biaya Operasional (BOP) THL TBPP dialokasikan dari APBN. Awalnya ditangani langsung oleh Pusat yakni dari Kementan langsung ke THL TBPP, setelah itu sejak tahun 2011 hingga tahun 2015 dijalankan melalui mekanisme dana dekonsentrasi dengan mata rantai Pusat – Provinsi – Kabupaten/Kota – THL TBPP.

Pemenuhan Amanat UU No. 16 Tahun 2006 dan UU No. 19 Tahun 2013

Perekrutan THL TBPP dalam jumlah relatif besar antara tahun 2007 – 2009 pada satu sisi sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K) dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (UU P3). Kedua undang-undang ini mengarahkan kebijakan pemenuhan jumlah tenaga penyuluh dengan perbandingan sekurang-kurangnya 1 penyuluh untuk 1 desa.

Namun pada sisi lain wujud status kepegawaian THL TBPP yang dipekerjakan pada kelembagaan penyuluhan pemerintah tidak sesuai dengan batasan penyuluh definitif menurut UU SP3K. Penyuluh definitif menurut ketentuan UU SP3K adalah penyuluh PNS yang bekerja pada jalur kelembagaan penyuluhan pemerintah, penyuluh swasta yang berperan pada jalur kelembagaan penyuluhan swasta, serta penyuluh swadaya yang berpartisipasi lewat jalur kelembagaan penyuluhan swadaya. Sementara THL TBPP selama 7 – 9 tahun terakhir ini telah mengabdi dan menjalankan tupoksi pada jalur kelembagaan penyuluhan pemerintah namun dengan status sebagai tenaga bantu dan tenaga kontrak penyuluh pertanian. Fakta di lapangan mereka ini menjalankan tupoksi yang sama persis dengan Penyuluh Pertanian PNS utamanya sama-sama menangani desa binaan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa para tenaga kontrak penyuluh pertanian ini secara de facto adalah Penyuluh Pertanian PNS yang "berbaju" THL TBPP.

Hak-Hak Konstitusional dan Perjuangan Status Kepegawaian THL TBPP

Menyadari status ketenagaannya berada di luar batasan penyuluh definitif menurut undang-undang penyuluhan (UU SP3K) maka wajar bila THL TBPP secara kolektif berjuang untuk mendapatkan status kepegawaian yang legal secara yuridis. Hal ini sejalan dengan amanat, jiwa dan semangat Pasal 27 Ayat 2, Pasal 28 C Ayat 2, dan Pasal 28 D Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 tentang hak-hak memajukan diri dan perjuangan kolektif dalam pembangunan masyarakat, bangsa, dan Negara serta hak-hak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak dan manusiawi serta berkeadilan.

Singkat kata perjuangan THL TBPP sejak akhir tahun 2009 hingga saat ini pada dasarnya dilakukan dalam rangka mengembalikan status ketenagaan penyuluh yang sesuai dengan batasan penyuluh definitif yakni Penyuluh PNS pada jalur kelembagaan penyuluhan pemerintah. Demi perjuangan ini sudah puluhan kali pendekatan komunikasi dilakukan dengan pihak Pemerintah cq KemenPAN-RB dan Kementerian Pertanian maupun pihak DPR RI cq Komisi IV dan Komisi II. Tidak cukup dengan pendekatan komunikasi dan lobi, sepuluh ribu THL TBPP juga pernah menggelar aksi demo di depan Istana Negara – Taman MONAS Jakarta pada tanggal 27 Juni 2013.

Selama masa perjuangan tersebut berbagai wacana dan rencana kebijakan penyelesaian THL TBPP ibarat datang dan pergi silih berganti namun tak kunjung terealisasi dalam wujud kebijakan resmi. Patut dicatat bahwa THL TBPP ini telah melintasi jalan pengabdiannya dengan melewati 3 kali pergantian  pemerintahan nasional yakni Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, SBY – JK, Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, SBY – Boediono dan akhirnya Kabinet Kerja, Jokowi – JK. Selama 7 – 9 tahun menjalani masa pengabdian ini THL TBPP telah mengikuti derap kebijakan 3 MenPAN-RB yakni E.E Mangindaan, Azwar Abubakar dan Yuddy Chrisnandi serta 3 Menteri Pertanian yakni Anton Apriyantono, Suswono dan kini Amran Sulaiman. Faktanya hingga detik ini para THL TBPP masih tetap berstatus sebagai tenaga kontrak yang “setia” berlangganan alias rutin bermesra ria dengan situasi dan kondisi finansial sangat sulit antara bulan Nopember dan Desember tahun berselang dilanjutkan pada bulan Januari hingga Maret tahun berjalan. Hal ini terjadi akibat dukungan operasional (baca : pencairan Honor dan BOP) yang selalu tertunda atau terlambat pada bulan-bulan tersebut. Padahal pada bulan-bulan ini target Kementerian Pertanian bukan main beratnya utamanya dalam mengawal sukses program UPSUS PAJALE guna memastikan percepatan pencapaian target swasembada pangan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun