Penyebaran Covid-19 atau virus corona yang begitu agresif memaksa pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Akibat virus yang agresif ini masyarakat dibuat khawatir karena penyebarannya yang begitu masif dan cepat, hingga menimbulkan ketakutan di masyarakat bahwa jenazah yang terjangkit virus corona yang dimakamkan dapat menyebarkan virusnya melalui tanah. Karena ketakutan tersebut tidak sedikit masyarakat menolak jenazah untuk dimakamkan di daerahnya. Terkait masalah penolakan pemakaman, bagaimana hukum berbicara? Berikut penjelasannya.
Aturan Pemakaman Jenazah yang Terjangkit Covid-19
Istilah pemakaman jenazah tidak terdapat pada perundang-undangan. Namun mengenai istilah pemakaman jenazah ini dapat mengacu pada penanganan jenazah yang merupakan bentuk upaya penanggulangan wabah seperti yang disebutkan pada Pasal 5 ayat (1) huruf e Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Kemudian pada Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, menyebutkan:
“Upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan lainnya.”
Tindakan pemakaman jenazah yang terjangkit Covid-19 harus dilakukan secara khusus, seperti yang diamanatkan pada Pasal 16 ayat (1), (2), dan (3) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, yang menyebutkan:
(1) Tindakan penanganan jenazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan dengan memperhatikan norma agama atau kepercayaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Terhadap jenazah akibat penyakit wabah, perlu penanganan secara khusus menurut jenis penyakitnya.
(3) Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
a. Pemeriksaan jenazah oleh pejabat kesehatan;
b. Perlakuan terhadap jenazah dan penghapus hamaan bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam penanganan jenazah diawasi oleh pejabat kesehatan.
Prosedur Pemakaman Jenazah yang Terjangkit Covid-19
Mengenai penanganan secara khusus yang dimaksud, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengeluarkan prosedur mengenai pemakaman jenazah yang terjangkit Covid-19 melalui Surat Edaran No. 55/SE/Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemulasaraan Jenazah Pasien Covid-19 Di DKI Jakarta. Dalam surat edaran tersebut yang melakukan pemakaman jenazah yang terjangkit Covid-19 adalah petugas yang dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD). Jenazah yang akan dimakamkan harus melewati beberapa prosedur yang ditetapkan dalam Surat Edaran No. 55/SE/Tahun 2020, untuk mencegah penyebaran virusnya, yang intinya adalah sebagai berikut:
- Jenazah tidak dilakukan suntikan pengawet atau pembalseman.
- Jenazah dibungkus menggunakan kain kafan kemudian dibungkus dengan bahan plastik yang tidak tembus air.
- Jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah.
- Jenazah yang sudah dikantongi disegel dan tidak boleh dibuka lagi.
- Dilakukan disinfeksi dengan cairan disinfektan pada bagian luar kantong jenazah.
- Jenazah yang hendak dimakamkan dimasukkan ke dalam peti kayu kemudian di peti kayu dibungkus lagi dengan plastik dan dilakukan disinfeksi pada bagian luar.
- Jenazah yang hendak disemayamkan tidak lebih dari 4 jam.
Masyarakat yang Melakukan Penolakan Pemakaman Jenazah Covid-19 Dapat Dipidana
Masyarakat yang menolak hingga menghalang-halangi petugas untuk melakukan pemakaman jenazah yang terjangkit Covid-19 merupakan perbuatan yang menghalangi penanggulangan wabah. Perbuatan tersebut dapat dipidanakan dengan pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, menyebutkan:
“Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).”
Pasal 178 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja merintangi atau menghalang-halangi jalan masuk atau pengangkutan mayat ke kuburan yang diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.”
Petugas Pemakaman Jenazah Covid-19 Dilindungi Undang-Undang
Pemakaman jenazah Covid-19 yang dilakukan oleh tenaga medis dengan bantuan Polisi dan TNI sudah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Tenaga medis yang melakukan pemakaman merupakan orang yang melakukan tugasnya karena perintah perundang-undangan, begitu halnya Polisi dan TNI merupakan pejabat yang menjalankan tugasnya secara sah. Mereka dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh undang-undang, jika ada yang orang melawan mereka saat menjalankan tugas dapat dijerat dengan pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 212 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Pasal 213 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 diancam:
- Dengan pidana penjara paling lama lima tahun, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka;
- Dengan pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika mengakibatkan luka-luka berat;
- Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun jika mengakibatkan orang mati.
Jika perlawanan terhadap petugas atau pejabat yang sah dilakukan oleh lebih dari 1 orang, maka pasal yang berlaku adalah:
Pasal 214 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi:
(1) Paksaan dan perlawanan berdasarkan pasal 211 dan 212 jika dilakukan oleh dua orang atau lehih dengan bersekutu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Yang bersalah dikenakan:
a. pidana penjara paling lama delapan tahun enam bulan, jika kejahatan atau perbuatan lainnya ketika itu mengakibatkan luka-luka;
b. pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika mengakibatkan luka berat;
c. pidana penjara paling lama lima helas tahun, jika mengakibatkan orang mati.
Semoga bermanfaat,
Penulis: Ray Sumarya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H