Abdulkadir Muhammad mengemukakan force majeur adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi peristiwa yang tidak terduga yang mana debitur tidak dapat menduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.
Berdasarkan pasal dan pengertian para ahli di atas tentang force majeur, maka unsur-unsurnya adalah:
- Tidak terduga oleh para pihak.
- Tidak dapat dipertanggung jawabkan.
- Bukan merupakan kesalahan para pihak.
- Tidak ada itikad buruk dari para pihak.
Sehingga pada kasus A yang tidak dapat melaksanakan jasa Wedding Organization-nya kepada B tepat waktu karena adanya pemberlakuan PSBB oleh pemerintah, maka B tidak dapat menuntut ganti rugi dengan dalil A telah melakukan wanprestasi, karena menyebarnya Covid-19 dan pemberlakuan PSBB diluar kendali atau kesadaran A, sehingga A dibebaskan dari kewajibannya demi hukum.
Namun, pembebasan kewajiban pada A bersifat relatif, yang artinya setelah pemberlakuan PSBB dicabut atau wabah Covid-19 telah selesai, A dapat melaksanakan kewajibannya setelah pemberlakuan PSBB selesai atau mengembalikan pembayaran sudah dilakukan oleh B.
Apakah Perjanjiannya Gugur?
Pasal 1545 KUHPerdata menyebutkan:
“Jika suatu barang tertentu, yang telah dijanjikan untuk ditukar musnah di luar kesalahan pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan pihak yang telah memenuhi perjanjian dapat menuntut kembali barang yang telah diberikannya dalam tukar-menukar itu.”
Pasal ini hanya berlaku pada perjanjian timbal balik seperti jual beli dan tukar menukar barang, jika barang yang menjadi objek perjanjian musnah karena force majeur maka perjanjian diantara keduanya menjadi gugur, kemudian pihak yang telah menerima penyerahan barangnya/uang dari pihak lain wajib mengembalikan barangnya/uang.
Dengan kata lain, perjanjian antara A dan B pada kasus di atas tidak menjadi gugur karena objek perjanjiannya tidak musnah karena objek perjanjiannya adalah jasa pengadaan pesta pernikahan atau Wedding Organization, sehingga pelaksanaannya bisa ditangguhkan kemudian hari atau dicari alternatif lain.
Apakah Perjanjiannya Bisa dibatalkan?
Bisa, hal ini sesuai dengan Pasal 1381 KUHPerdata yang salah satu poinnya mengatakan bahwa perikatan bisa hapus karena adanya kebatalan atau pembatalan. Artinya para pihak yang mengadakan perjanjian dapat membatalkan perjanjiannya sesuai dengan kesepakatan para pihak, hal ini merupakan asas dari kebebasan berkontrak yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Sehingga jika kedua belah pihak sepakat atau berjanji akan mengakhiri hubungan perjanjiannya, maka perjanjian dapat dibatalkan.