Memasuki tahun 2025, jurusan kedokteran masih menjadi cita-cita favorit calon mahasiswa dan harapan banyak orang tua. Masyarakat umumnya menganggap dokter sebagai orang yang pintar, kaya, dan terpandang. Dengan mengenakan jas putih, dokter dikenal sebagai pahlawan kesehatan dengan hati bersih dan ikhlas. Akan tetapi, menjadi dokter tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Pendidikan dokter memerlukan biaya besar dan waktu pendidikan lebih lama dibandingkan profesi lainnya.Â
Peran Krusial Dokter
Dokter merupakan profesi krusial dalam sistem kesehatan di Indonesia. Dokter menjadi garda terdepan untuk mewujudkan transformasi kesehatan menuju Indonesia Emas 2045 (Kemenkes, 2023). Â
Dokter memiliki sederet kompetensi. Dokter mampu menganamnesis keluhan dan riwayat penyakit pasien, serta memeriksa fisik pasien. Jika diperlukan, dokter akan merekomendasikan tes penunjang, seperti pemeriksaan darah atau foto rontgen. Dokter juga mampu mendiagnosis penyakit, memberikan pengobatan, dan menyampaikan edukasi untuk proses penyembuhan (KKI, 2024).Â
Pengetahuan dan keahlian menjadi sumber utama dokter dalam meningkatkan kesehatan pasien. Dokter berdedikasi tinggi dan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan. Dokter tidak hanya sekadar memeriksa pasien demi keuntungan finansial, tetapi melayani dengan empati dan ketulusan. Sekalipun harus pulang melebihi jadwal praktik, dokter tetap menangani pasien dengan baik (Manurung et al., 2024).
Dokter selalu memegang prinsip etika kedokteran. Dokter berpegang teguh pada sumpahnya dengan memberikan pelayanan terbaik. Dokter memperlakukan semua pasien secara adil, tanpa memandang perbedaan usia, suku, agama, atau status sosial ekonomi. Dokter akan menghindari tindakan yang merugikan atau membahayakan pasien. Dokter menghormati hak pasien dalam membuat keputusan mengenai perawatan atau pengobatan (Sahrin et al., 2024).Â
Dokter Klinik versus Dokter Rumah Sakit
Di kota-kota besar, terutama di ibukota, dokter bisa memilih untuk bekerja di klinik atau rumah sakit. Namun, sebagian masyarakat memiliki stereotip tentang dokter. Dokter yang bekerja di klinik dianggap kurang kompeten dibandingkan dengan dokter yang bekerja di rumah sakit.
Dokter klinik sering dianggap kurang berpengalaman karena biasanya adalah dokter umum atau dokter yang baru lulus. Sebagian pasien merasa cemas jika dokter klinik salah mendiagnosis atau memberikan pengobatan.Â
Padahal, dokter klinik sudah mendapatkan sertifikat kompetensi (serkom) dan memiliki Surat Izin Praktek (SIP). Dokter klinik sudah memiliki pengalaman dalam menangani berbagai jenis penyakit. Dokter klinik sudah mengikuti program pendidikan profesi dan program internship (pelatihan kerja) dengan total waktu selama 2,5-5 tahun (Rokom, 2024).Â
Dokter klinik sering dianggap hanya bisa menangani penyakit-penyakit ringan, seperti influenza atau diare. Sedangkan dokter rumah sakit dianggap bisa menangani penyakit ringan dan berat, serta kondisi gawat darurat.Â
Padahal, masyarakat salah mengerti tentang peran dokter klinik. Dokter klinik melayani kesehatan primer masyarakat, menangani masalah kesehatan dasar sebelum pasien dirujuk ke rumah sakit. Fokus dokter klinik adalah meningkatkan kesadaran kesehatan masyarakat (promotif) dan mencegah terjadinya penyakit (preventif).Â
Sebenarnya dokter klinik bisa menangani penyakit-penyakit berat, tetapi masyarakat tidak pernah melihatnya secara langsung. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan fasilitas klinik. Klinik biasanya tidak memiliki ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau teknologi penunjang medis tertentu, seperti peralatan operasi besar. Dokter klinik juga seringkali menangani medis secara cepat dan praktis karena mengatasi banyaknya antrean pasien.Â
Kompetensi dokter seringkali disetarakan dengan besaran biaya berobat. Sebagian masyarakat cenderung meragukan kompetensi dokter klinik karena biaya berobat di klinik lebih murah dibandingkan dengan rumah sakit.Â
Padahal, biaya rumah sakit yang mahal bisa disebabkan oleh penggunaan teknologi medis yang canggih, seperti peralatan untuk perawatan atau operasi. Biaya rumah sakit juga bisa menjadi lebih mahal karena penggunaan obat dengan merek dagang tertentu.
Harapan untuk Masyarakat Â
Stereotip yang berkembang di masyarakat tidak berdasar pada kebenaran. Masyarakat perlu mengevaluasi agar tidak memiliki pemikiran yang keliru terhadap dokter. Sesungguhnya dokter yang kompeten adalah dokter yang memegang sumpah jabatan dan menerapkan prinsip etika kedokteran.
Stereotip masyarakat tidak memudarkan semangat dokter dalam mengemban tugas mulia demi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya mengapresiasi dedikasi dokter. Masih banyak dokter klinik yang berperan multifungsi sebagai petugas administrasi atau pengelola obat karena keterbatasan staf di klinik. Masih banyak dokter klinik yang melayani banyak pasien setiap hari, tetapi gajinya masih kurang sepadan.Â
Masyarakat memiliki hak untuk berobat di klinik atau rumah sakit sesuai kebutuhan kesehatan. Akan tetapi, masyarakat tidak memiliki hak untuk menilai kompetensi dokter hanya berdasarkan jenis penyakit, fasilitas, teknologi klinik atau rumah sakit.Â
Biodata:Â Â
Penulis: Ravando Immanuel, mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga SurabayaÂ
Email: revindonuel100@gmail.comÂ
HP: 082146180133Â
Referensi:
Kementerian Kesehatan. (2023). "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan". Kemkes.go.id [Internet]. Diakses pada tanggal 3 Januari 2025 pukul 18.00 WIB dari https://www.kemkes.go.id/id/undang-undang-republik-indonesia-nomor-17-tahun-2023-tentang-kesehatanÂ
Konsil Kedokteran Indonesia. (2024). "Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 193/KKI/KEP/VIII/2024". Peraturan.infoasn.id [Internet]. Diakses pada tanggal 3 Januari 2025 pukul 16.00 WIB dari https://peraturan.infoasn.id/ keputusan-konsil-kedokteran-indonesia-nomor-193-kki-kep-viii-2024/
Manurung, M. N. et al. (2024). "Pengaruh Tanggung Jawab Keperdataan Dokter Muda dalam Pelayanan Kesehatan terhadap Pasien di Rumah Sakit". NUSRA: Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan, 5(4), pp.1733-1744. https://ejournal.nusantaraglobal.or.id/ index.php/nusra/article/download/3442/3446/19442 Â
Rokom. (2024). "Tata Cara Penyelenggaraan Perizinan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dalam UU No.17 Tahun 2023". Sehatnegeriku.kemkes.go.id [Internet]. Diakses pada tanggal 3 Januari 2025 pukul 19.00 WIB dari https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20240117/5444776/tata-cara-penyelenggaraan-perizinan-tenaga-medis-dan-tenaga-kesehatan-dalam-uu-no-17-tahun-2023/
Sahrin, A. et al. (2024). "Peran Etika Profesi Tenaga Medis dalam Penyelesaian Sengketa Medik". CAUSA: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan, 7(4), pp.51-60. https://ejournal. warunayama.org/index.php/causa/article/view/6844/6314 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H