Ideologi dari kelompok terorisme ini ada jihadisme karena segala bentuk tindakan yang dilakukan seperti operasi penyerangan, kekerasan, ancaman sebagai bentuk dari jihad. Mereka mempercayai bahwa jidah memiliki arti perang suci untuk mempertahankan kesucian ajaran Islam dengan melakukan tindakan apapun termasuk mengorbankan diri sehingga sebagian aksi teror yang dilakukan melibatkan bunuh diri dari pelaku.
Al-Qaeda sendiri merupakan organisasi terorisme global yang terorganisir karena mereka memiliki jaringan yang sangat luas bahkan membagi jaringan tersebut menjadi 4 kluster yang tersebar di beberapa wilayah dengan nama yang berbeda-beda. Kluster yang tersebar di beberapa wilayah ini bergerak secara bebas yang mana mereka dapat melakukan tindakan terorisme dan aksi jihad tanpa harus menghubungi atau izin ke kluster pusat dengan syarat target utamanya adalah Amerika Serikat, negara-negara Barat, dan orang Yahudi. Strategi tersebut membuat tindakan terorisme Al-Qaeda sulit ditebak bahkan jika salah satu kluster ditangkap, Al-Qaeda masih mempunyai kluster lain untuk melakukan aksinya.
Aksi terbesar yang dilakukan oleh Al-Qaeda adalah penyerangan terhadap menara kembar WTC (World Trade Center) New York, AS. Sebanyak 19 anggota Al-Qaeda membajak 4 pesawat yang sedang menuju Amerika Serikat. Pesawat pertama, American Airlines Boeing 767 yang mengangkut 20.000 galon bahan bakar jet ditabrakkan ke menara utara WTC, tepatnya di lantai 80 yang seketika menewaskan ratusan orang. selang 18 menit, pesawat United Airlines 175 menabrak menara selatan WTC di sekitar lantai 77 hingga 85. Serangan ini menyebabkan runtuhnya menara kembar WTC yang menjadi lambang kekuatan ekonomi Amerika Serikat. Belum selesai kepanikan yang melanda Amerika Serikat, pesawat American Airlines Flight 77 jatuh di sisi barat Pentagon yang merupakan markas militer AS dan menewaskan 125 tentara dan warga sipil serta 64 orang penumpang pesawat tersebut. Sedangkan pesawat keempat, united Airlines dengan nomor penerbangan 93 jatuh di wilayah pedesaan Pennsylvania.
Berkembangnya peradaban dunia juga merubah Al-Qaeda, saat ini Al-Qaeda menyesuaikan diri dengan kondisi baru jaringan global dengan memilih beroprasi sebagai jaringan yang longgar daripada membentuk organisasi yang bersifat memerintah dan mengontrol, serta Al-Qaeda juga memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi modern secara ekstensif. Setelah peristiwa 9/11, Amerika Serikat menindak lanjuti dengan menangkap dan menewaskan sepertiga dari pemimpin Al-Qaeda dan menghapuskan markasnya di Afghasnitan. Oleh karena itu, kini Al-Qaeda berjalan di bawah bayangan sekutunya yaitu ISIS atau Negara Islam Irak Suriah.
Apakah Terorisme dapat diberantas?
Melihat kasus terorisme Al-Qaeda yang terjadi pada tanggal 9 September 2011, dapat dikatakan bahwa terorisme menimbulkan tantangan yang sulit bagi negara. Tidak seperti ancaman militer lainnya, teroris sering kali tidak memiliki basis atau lokasi konvensional dan mereka mungkin sulit dibedakan dari penduduk sipil pada umumnya. Selain itu, sangat sulit untuk melindungi maupun mencegah serangan bersenjata yang dapat menyebabkan penyanderaan, serangan bom, pembunuhan, bahkan hingga serangan bunuh diri. Namun, terlepas dari hal itu yang masih menjadi pertanyaan besar hingga saat ini adalah apakah aksi terorisme dapat diberantas? Banyak pendapat mengenai hal tersebut, dapat kita lihat melalui upaya memerangi terorisme dengan pendekatan strategi kontra-terorisme yang berfokus pada Represi Militer.
Represi Militer merupakan strategi berbasis kekuatan dan dalam beberapa tahun terakhir dikaitkan dengan "perang melawan terror." misalnya, pada penggulingan rezim Taliban di Afganistan pada tahun 2001, meskipun dugaan keterkaitan terorisme juga menjadi salah satu dalih untuk menjatuhkan Saddam Husein pada tahun 2003. Namun, hingga kini sulit untuk melihat bagaiman terorisme dapat dikalahkan hanya dengan pendekatan militer. Menurut beberapa catatan kontra-terorisme berbasis kekuataan dinilai sangat buruk.Â
Penilaian buruk tersebut mengacu pada negara-negara yang menerapkan kekerasan kontra-terorisme besar-besaran hanya menghasilkan tingkat kekerasan terorisme yang semakin besar. Oleh karena itu, banyak komandan militer berpendapat bahwa terorisme dan pemberontakan hanya dapat dikurangi ke tingkat yang dapat dikelola atau lebih rendah daripada diberantas. Jadi dapat dikatakan bahwa terorisme itu sendiri tidak dapat diberantas tuntas hingga akarnya, tetapi hanya dapat dikurangi dan dikelola oleh pihak militer.
Pendekatan Realisme terhadap Terorisme
Asumsi dasar kaum realis adalah bahwa dasarnya manusia itu haus kekuasaan. Keinginan untuk menghapus power itu mustahil dan politik internasional itu adalah struggle for power. Oleh karena itu, menurut pendekatan realis, kekuatan militer adalah yang paling utama. Dalam pandangan realis teroris itu tidak ada karena terorisme hanya sebagai realitas dari politik internasional yang anarki. Oleh karena itu, untuk menghadapi politik yang anarki tersebut digunakanlah kekuatan militer yang berupa represi militer sebagai perang melawan teror.Â
Pandangan realis didominasi oleh 3 asumsi dasar yaitu, negara adalah aktor utama, negara betindak secara rasionalitas, dan terakhir adalah politik itu cara untuk memperoleh kekuasaan. Melihat dari serangan balik Amerika Serikat atas kejadian 9/11, hal tersebut bagi kaum realis merupakan hal yang wajar dikarenakan Amerika Serikat adalah negara super power, maka harus bertindak secara rasional atas yang mengancam negaranya sehingga melakukan serangan balik terhadap aksi terorisme. Dalam pandangan realis juga, aksi melawan teror sebenarnya hanya ingin menunjukkan hegemoni Amerika Serikat yang berkeinginan untuk memperkokoh imperiumnya di tengah-tengah berkembangnya persaingan antar negara di tatanan nasional.Â