Mohon tunggu...
RAUF NURYAMA
RAUF NURYAMA Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati Masalah Media, Sosial, Ekonomi dan Politik.

Sekjen Forum UMKM Digital Kreatif Indonesia (FUDIKI); Volunteer Kampung UKM Digital Indonesia; Redaktur : tinewss.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Restorasi Korupsi, Itu saja!

13 Maret 2014   21:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:58 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia yang kita cintai ini sebentar lagi akan mengadakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden untuk periode 2014-2019. Wacana perubahan sudah bergulir, perubahan apalagi yang akan dilakukan? Bukankah kita ini sudah banyak berubah. Kita sudah melakukan perubahan yang sangat Cepat dengan sebutan Revolusi (baca yang lambat adalah evolusi). Presiden RI Pertama (DR. Ir. Soekarno), menjadi pemimpin Besarnya. Kemudian kita masuk jaman Reformasi, dengan pemimpinnya adalah Presiden Ketiga (Dr. Ing Bj Habibie), setelah masa pembangunan oleh Presiden RI Kedua (Jendral TNI Soeharto), yang lengser keprabon karena desakan akibat perubahan situasi ekonomi dan politik yang ada. Kini, ada Gerakan Restorasi Indonesia yang digagas oleh Ormas Nasdem yang kemudian menjadi Partai Nasdem.

Restorasi, secara bahasa berarti kembali ke awal. Kembali ke titik NOL, jika kita sudah berlari sejauh ini, namun ternyata salah jalan, alamat tidak sampai ditujuan. Maka jalan terbaik adalah kembali ke Titik NOL. Titik dimana kita mengawalinya untuk memulai sebuah perjalanan. Namun ini Negara, Negara yang sudah berdiri sejak 1945 atau 69 Tahun yang lalu. Mungkinkah kita kembali ke Titik NOL?

Titik dimana kita harus memulai dengan membuat UUD, UU, Dasar Negara, Bendera, Batas Wilayah, Penentuan dan Tata cara pemilihan Presiden, dan wakil Rakyat. Titik dimana kita tidak memiliki Hutang sama sekali. Titik dimana tidak ada PNS maupun TNI dan Polri. titik dimana tidak ada kekuasaan apapun dan tidak ada penguasa apapun. Titik dimana Demokrasi mulai dijalankan. Agaknya menjadi sumir dan kabur. Sulit untuk melanjutkannya. Karena kita sudah melangkah terlalu jauh.

Misalnya saja, Restorasi Hutang Luar Negeri. Mungkin ini bisa dilakukan, dengan :

1. Melunasi semua Hutang Luar Negeri, dengan Menjual Assets yang ada. Hal ini bisa dilakukan untuk tidak memiliki beban kepada pemerintah berikkutnya.

2. Meminta pembebasan semua Hutang Negeri, karena kita merasa tidak mampu untuk membayarnya.

3. Melunasi semua Hutang Luar Negeri dengan cara patungan semua warga negara Indonesia, baik di dalam maupun Luar Negeri.

4. Melakukan Likuidasi terhadap semua perusahaan Swasta Nasional yang memiliki Hutang Luar Negeri, untuk melunasi semua Hutangnya.

Jika Itu sulit dilakukan, maka Indonesia ke depan hanya akan melakukan pekerjaan yang berat. Berat karena kita sudah punya Beban Hutang yang sangat besar. Bayangkan, menurut sumber dari neraca Pembayaran Indonesia Hutang Luar Negeri Kita kurang lebih sebesar USD (juta) 2.462 atau sekitar  Rp 2.400 Trilyun atau Rp 2.400.000.000.000.000,-  Sungguh Terlaluuuu....!!!

Kita hidup di Negara Kaya dan berlimpah Hutang. Semua Hasil kerja keras kita untuk menghasilkan pendapatan, ternyata terkuras dulu untuk membayar Hutang. Semua Pajak, Pendapatan dari berbagai BUMN, dan sumber lainnya, adalah sebagiannya untuk membayar Hutang. Jika tidak bisa membayarnya, maka berutang kembali untuk membayar Cicilan tersebut. Restorasi Hutang ini, harus memiliki keberanian dilakukan oleh pemimpin yang Berani mengambil SIKAP. Jika kita mulai dengan Hutang NOL, maka kita akan memulai dengan Percaya Diri. Kita tidak akan diperbudak oleh Bangsa-Bangsa yang Besar.

Kalau masih sulit, langkah kedua yang mungkin lebih mudah adalah melakukan Restorasi Korupsi. Semua Berita dan Wacana tentang Korupsi dihentikan. Mereka yang saat ini terlibat atau diduga terlibat  kasus korupsi tetap dijalankan sampai selesai. Tidak ada lagi Kasus yang dibuka. Semua dianggap mulai dari NOL. Agar tidak menambah beban biaya negara untuk melakukan pencarian kesalahan orang dari Korupsi ini. Karena yang dikorupsi 1 Milyar, negara harus mengeluarkan dana lebih dari 1 Milar adalah sebuah kerugian, itu perhitungan matematisnya. Jadi Stop Korupsi, dan Stop pengusutan Korupsi.

Misalnya dengan Momen 17 Agustus 2014, dicanangkan. Stop Korupsi, Korupsi berarti MATI. Proklamasikan ini, sebagai bentuk perubahan ke arah restorasi Korupsi. Setelah itu, siapapun yang terlibat Korupsi, adalah HUKUMAN MATI untuk Pelaku dan Keluarganya. Semua Pejabat dan Penjahat yang selama ini was-was, kita berikan kebebasan. Dengan Syarat cukup itu saja. HUKUMAN MATI untuk pelaku dan Keluarganya. Keluarga Pelaku adalah (Istri baik yang sah maupun tidak sah, Anak, menantu, cucu, cicit, maupun Orangtua dan kaka atau adiknya). Habis perkara, semua Assets di sita untuk Negara. Mikir gak tuh, koruptor...

Hukuman ini, tentunya pasti dianggap tidak adil. Namun ini akan menjadikan kita menjadi negara yang paling cepat memberantas Korupsi. Walaupun cuma 1 Rupiah, semua harus di Hukum Mati termasuk keluarganya. Disaksikan pula oleh seluruh elemen bangsa, dan disiarkan secara langsung. Berani...? KPK harus berani mengusut dengan kebenaran yang sangat PASTI, tidak ada error. Tidak ada rekayasa, karena Hukuman Mati dan tidak bisa lagi melakukan Banding. Banding harus di Tolak untuk semua kasus Korupsi.

Jika ini terjadi, Maka semua PNS, TNI, POLRI, Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota sampai Lurah dan RT tidak akan ada yang berani memanipulasi data apalagi Korupsi. Gak akan ada yang rela, gara-gara harta semuanya harus MATI. Kalau masih ada yang disisakan hidup, pasti akan menjadikannya asas manfaat. Siapa yang tidak berani melakukannya, berarti dia berharap dapat Korupsi.

Jika ini terjadi, kesejahteraan PNS, TNI, POLRI, Presiden sampai RT akan terjamin. Berikan mereka Gaji yang Pantas untuk menjadi pelayan. Berikan Operasional yang cukup untuk Polisi agar tidak melakukan Tilang dengan sidang ditempat. Tidak ada pungli, pungli adalah bagian dari Korupsi. Pelaku dan Pemberinya juga harus di HUKUM MATI. Masih mau coba...?

Jika ini pun masih tidak mungkin, mungkinkan kita masih bisa melanjutkan revolusi, reformasi, atau hanya sebatas resotrasi untuk merebut kekuasaan sesaat demi publisitas agar menarik massa.

Saya tidak bisa membayangkan, hebatnya Indonesia jika tidak ada 1 rupiah pun yang dikorupsi. Semoga!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun