Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dibentuk dan disetujui oleh Presiden Megawati dan DPR RI. Sebagai Presiden, Tentunya Ibu Mega Lebih Paham dibanding siapan pun, yang kini hidup di jaman Jokowi sebagai Presiden. Ibu Mega lah yang mengandung dan melahirkan UU Polri, karena beliaulah yang memberikan persetujuannya tersebut.UU No 2 Tahun 2002 ditandatangani pada Tanggal 8 Januari 2002.
Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia yang berhubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga dibuat pada Jaman Presiden Megawati, yaitu dengan Undang-Undang No 30 Tahun 2002, tertanggal 27 Desember 2002. Dalam Pada ini, Pertimbangan dibuatkan Komisi Pemberantasan Korupsi adalah bahwa sampai dengan sekarang (baca: tahun 2002, atau 12 tahun yang lalu), pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang terjadi belum Optimal. Sehingga Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perlu ditingkatkan secara professional, intensif dan berkesimabungan, karena Korupsi telah merugikan Keuangan Negara, Perekonomian Negara dan menghambat Pembangunan Nasional.
Dalam Pasal 5 UU No 30 Tahun 2002 tersebut Dalam menjalankan Tugas dan Wewenangnya KPK, harus berasaskan (1). Kepastian Hukum, (2) Keterbukaan, (3) Akuntabilitas, (4) Kepentingan Umum, dan (5) Proposionalitas.
Kasus KPK Vs POLRI
Setidaknya telah terjadi sebanyak 3 kali gesekan yang sangat santer, sehingga Perseteruan KPK VS Polri yang kemudian di kenal dengan Cicak Vs Buaya, dimana Cicak (bentuk personifikasi KPK) dan Buaya (bentuk personifikasi Polri) sudah memasuki Jilid III. Jilid Pertama, dibuka oleh Kabareskrim waktu itu Komjen Pol Susno Duadji, dan beliau pula lah yang memberikan nama terkenal tersebut. Kasus pertama ketika disinyalir ada penyadapan oleh KPK terkait kasus Bank Century. Pada Kasus ini, Pemerintah cenderung lebih Pro kepada KPK, Apapun kebenaran yang diberikan oleh Susno Duadji, dianggap tidak Ada. Benar saja, dianggap salah. Karena Posisi Pemerintah dan Masyarakat yang cenderung memberikan Nilai Sangat Positif terhadap KPK.
Kasus Cicak dan Buaya Jilid II, ketika kasus Novel Baswedan. Saudara dari Menteri Pendidikan RI Saat ini. Novel terkait Kasus yang melibatkan dirinya sewaktu masih berdinas di Kepolisian, sebelum dipindahtugaskan di KPK sebagai Penyidik. Dalam pada ini, pun demikian. Pemerintah sangat mendukung KPK. Sehingga Langkah Polri yang ingin mendapatkan "Keadilan" tersandera.
Berdasarkan dua kasus ini, Pemerintah mengambil langkah cepat. Sehingga Polemik tidak berkepanjangan. Namun dari aspek keadilan, sesungguhnya sangat naif. Bukankah seseorang dan siapapun, memiliki keududukan yang sama di mata Hukum. Setiap orang Pasti pernah salah. Setiap orang Pasti Pernah Lupa. Tuhan memang sudah menakdirkan demikian. Manusia adalah Tempatnya salah dan Lupa (Al Insanu mahalul Khoto Wanisyan), demikian pepatah Arab mengatakannya. Maka jika kita sepakat untuk hal ini, siapapun yang ada di KPK pasti pernah berbuat salah. Karena Mereka adalah Manusia. Bukan Jin, Setan, ataupun Malaikat. Mereka Manusia Biasa. Dan Karenanya, mereka memiliki Hak dan Kewajiban yang sama di mata Hukum.
Lalu mengapa BW harus ditangkap? berkaca dari Kejadian Cicak vs Buaya Jilid I dan II, kelihatannya POLRI sudah memiliki insting bahwa jika dilakukan pemanggilan dan atau penjemputan di Rumah atau di Kantor, kemungkinan besar tidak akan berhasil. Maka dengan Penangkapan, adalah merupakan hal yang paling diyakini akan berhasil menangkap BW. Dan ternyata Sukses Besar. BW tertangkap, dibawa ke Bareskrim dan menjadi Kasus yang Maha Dahsyat di jagat perpolitikhukumdankeamanan Negara Ini.
Polri berhasil memberikan argumen yang Pasti, dengan memberikan pernyataan bahwa BW diciduk dan sijadikan tersangka dengan memiliki 3 alat bukti yang sah. 3 alat bukti yang sah tersebut, disampaikan berkali-kali oleh Kadiv Humas Polri. Yaitu, adalah Keterangan saksi, keterangan saksi ahli dan Bukti. Ini juga merupakan bentuk Sindiran yang sangat keras kepada KPK. Karena KPK, melalui Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto pada saat mengumumkan Tersangka Budi Gunawan, hanya menyebutkan memiliki 2 alat bukti yang sah. Tanpa menjelaskan alat bukti yang sah nya itu apa? Bahkan baik bambang maupun Samad, berkelit bahwa ini adalah murni rahasia KPK. Jadi KPK tidak perlu menjelaskan apa 2 alat bukti yang sah tersebut? Coba kita Analisa (Jika pengakuan dari BG sebagai tersangka, jelas tidak. Jika pengakuan dari saksi, Juga belum bisa karena memang saat ini pun belum ada saksi yang diperiksa, baru akan diperiksa, sudah dipanggil tapi belum datang, Jika keterangan saksi ahli, kayaknya belum terdengar KPK memberikan Konfres tentang Penyataan ahli tersebut, dan jika Bukti, kabareskrim juga sudah membuat pernyataan bahwa Kasus BG sudah dinyatakan Selesai. BW dan AS, malah beralasan, bahwa KPK sudah terbiasa berbeda dengan Institusi penegak hukum lainnya. Ketika yang lain menyatakan tidak, ternyata KPK bisa membuktikannya.
Bukankah dengan alasan BW dan AS, mereka telah melanggar UU KPK Pasal 5 tersebut di atas. Keterbukaan. Bagaimana bisa terbuka, jika apa yang disampaikan, ini rahasia. Walaupun mungkin BW dan AS memiliki Alasan tertentu, sebagai masyarakat Awan, saya kok menjadi heran dan Aneh.
Kasus Cicak dan Buaya Jilid III, dimana KPK mentersangkakan Budi Gunawan (CaKapolri) dan Polri mentersangkakan Bambang Widjoyanto (Wakil Ketua KPK), telah menjadi Kasus Politik, bukan hanya Hukum. Padahal menurut Mantan Pimpinan KPK dalam suatu diskusi di ILC TVOne, menyatakan bahwa ini bukan kasus antara Institusi KPK dengan Institusi Polri. Ini adalah Kasus antara Koruptor atau orang yang melawan Hukum dengan Insitusi Penegak Hukum. Dia memandang adalah Kasus antara BG (Pribadi) dengan KPK dan Kasus antara BW dengan Polri.
Maka sudah benar sekali, ketika Presiden Jokowi meminta agar kasus tersebut diselesaikan dengan Benar dan Adil. Dibentuknya Tim 9, pun sekiranya adalah untuk mendapatkan masukan kira2 apa yang harus dilakukan oleh Presiden. Jokowi, sebagai Kader PDIP. Dimana disinyalir bahwa BG adalah titipan dari PDIP dan atau Megawati, sebagaimana banyak dibahas di berbagai media. Menurut hemat saya sudah mengambil sebuah Keputusan yang Tepat, untuk mendapatkan hasil yang Baik. Jika ini pancingan, maka Ikan yang akan didapatkan pasti akan Baik. Skenario saya adalah demikian:
- Jika Jokowi, yang memang sebelumnya sudah tahu bahwa pencalonan BG akan dipermasalahkan oleh KPK karena termasuk dalam daftar merah calon menteri. Maka BG menjadi Umpan dalam pancing Jokowi. KPK Terpancing, Bahkan disinyalir dengan beberapa kasus misalnya dengan terkuaknya Rumah kaca Abraham Samad, maka kasus-kasus yang selama ini melibatkan Pimpinan KPK berhasil terungkap ke Media. Jika selama ini, terus tertutup dan tertutup oleh "kebenaran" yang lain. Maka Kini, ternyata Jokowi sudah berhasil memberikan contoh, Bahwa KPK sebagai Institusi tidak bermasalah. Yang bermasalah adalah Orangnya. Orang yang bermasalah adalah wajar. dan Jika punya salah, maka harus diadili dengan benar. Publik, tentunya masih belum sependapat dengan penilaian ini. Namun saya meyakini bahwa ini menjadikan Point 1 untuk Jokowi, yang berhasil memberikan "Peringatan Kepada KPK, agar tidak gegabah dan harus dijamin bahwa Pimpinan KPK benar-benar harus Bersih dan tidak terkontaminasi oleh urusan Politik.
- KPK dan POLRI adalah Dua anak Megawati (baca: UU dibuat jaman Megawati). Sebagai seorang Ibu yang mengandung dan melahirkan, tentunya sangat tahu sifat dan watak keduanya. Sebagai Adik dan Kakak, berantem adalah hal Biasa. Pasti bentaran lagi juga akan Baikan. Lahir kemudian anak ketiga (Baca : Presiden Jokowi, adalah kader PDIP yang dikader oleh Megawati dari mulai dari walikota, Gubernur dan Presiden). Si Bungsu, bisa jadi akan menjadi penengah yang baik. Penengah yang Adil. Karena jika tidak adil, maka di Bungsu ini bisa jadi musuh kakak sulung maupun kakak kedua. Karena Adil tidak mesti berbagi sama rata, maka kemungkinan dengan memberikan statement bahwa Polri dan KPK tidak boleh ada gesekan, Kasusnya harus ditangani secara adil oleh masing-masing pihak. Maka Jokowi sudah bersikap ADIL. BG diadili oleh KPK, dan BW diadili oleh Polri. Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Baik dimenangkan atau dikalahkan.
- Jika memang ada kemungkinan AS akan melakukan penyanderaan terhadap orang-orang PDIP dan harus dilakukan Pergantian Pimpinan KPK, diganti oleh Orang-orang PDIP atau orangnya Jokowi, maka Pergantian tersebut baru akan Bisa dilakukan 6 bulan ke depan. Sebagaimana Kapolri, yang masih harus menjabat 9 bulan lagi, tapi kemudian harus dipensiunkandini. Maka secara Hukum, KPK tidak bisa dipensiunkan dini oleh Presiden, jika situasinya NORMAL. Namun dalam kasus yang Anomali, misalnya BW sudah tersangka, kemudian disusul oleh AS, Adnan, Zulkarnaen. Maka Presiden sebagai Kepala Negara, memiliki Kewenangan untuk memberhentikan Pimpinan KPK, kemudian dengan waktu yang sama dapat menunjuk Pejabat Pimpinan Sementara (pengganti/plt) dan dengan serta merta melakukan percepatan proses pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Baru. Dengan Status tersangka kepada semua pimpinan KPK saat ini, maka tidak akan ada lagi mereka di situ. Dan akan digantikan oleh petugas yang baru, yang akan diajukan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Jika Skenario ini yang akan dilakukan, sudah sangat tepat. Sehingga Penegakan Hukum, Korupsi, seperti yang dijanjikan Jokowi akan Berhasil. Berhasil, karena di dukung oleh Petugas-petugas yang memiliki Visi dan Misi yang sama. (Baca: Abraham Samad, kritik Jokowi mempengaruhi KPK dengan menunjukan bahwa Jaman Pak SBY, beliau tidak pernah memberikan Tekanan apapun kepada KPK).
- Skenario yang terakhir, mungkin ini diluar skenario yang dipersiapkan oleh Jokowi. Sehingga Jokowi sempat Kaget begitu BG diumumkan jadi tersangka. Maka Perlu segera dilakukan perubahan Skenario. Jokowi yang setiap berbicara hanya sedikit sedikit, justru mungkin memiliki penjabaran yang sangat panjang. hanya saja para pembaca dan pendengar itu belum sampai ke sana. Jokowi masih tetap tenang, bahkan masih sempat melakukan jalan2 pakai sepeda. Jika kasus ini dianggap penting, saya yakin Jokowi bisa segera mengambil tindakan, bahkan tanpa harus menggunakan tangan dan pikiran tim 9 maupun Wantimpres.
Atas dasar demikian, maka Kegigihan Polri mentersangkakan Pimpinan KPK, saya setuju. Sebagai bentuk Warning, untuk pimpinan KPK yang akan datang bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan Hukum. Tidak diistimewakan, karena memang prestasinya. Namun atas kesalahannya tetap harus diadili. Pengadilan yang baik adalah Ketika BW memang sudah mendapatkan Keputusan, apakah Salah atau tidak. Demikian pula dengan BG. Semoga dengan kasus ini, terlepas dari sisi norma dan etika, akan menjadi bahan perbaikan bagi penegakan Hukum dimasa yang akan datang.
Kita butuh KPK dan POLRI, Tapi kita Lebih butuh lagi orang-orang yang Kredibel di dalamnya. Pertanyaannya berikutnya: Jika orang KPK tidak kredibel, atau Calon Kapolri tidak Kredibel, tidak bersih, kenapa bisa lolos Fit And Profer Test. Atau memang sengaja demikian, sebagai Sandera politik. Wallahu Alam bisawab.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H